Pukul 08:10 waktu Jerman, mobil SUV berwarna abu-abu membelah jalanan kota yang basah karena hujan turun beberapa waktu lalu, lelaki bernama Sadewa sudah rapi dengan pakaian formal nya, berjalan menuju Hochhouse yang berpusat di kota Munich.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih tiga puluh menit lelaki tinggi itu sudah sampai di pintu Apartment berwarna putih, gedung tinggi yang terbilang mewah.
Tidak perlu menunggu waktu lama, Sadewa sudah dipersilahkan masuk oleh gadis berwajah ayu di balik pintu, wajahnya sendu wajah-wajah gadis Indonesia asli pada umumnya, memiliki hidung mancung dengan proporsi tubuh terbilang tinggi juga, gadis itu tersenyum memeluk dengan hangat tubuh kekasihnya.
"Sudah sarapan?" tanya nya
"Aku langsung kesini mana sempat sarapan" sahut Sadewa
Bintari nama gadis cantik itu, sedang sibuk meletakan sarapan di meja mini bar nya, Bintari seorang mahasiswa S2 timgkat akhir jurusan bisnis tinggal di Aprtement mewah di Munich, rumah nya terlihat sederhana nyaman dan simple, Bintari berulang kali merubah gaya rumah nya, ia bilang demi kenyamanan.
Sadewa rupanya masih tidak menyadari gelagat aneh dari kekasihnya, berulang kali membuang muka ketika Sadewa terus-terusan mengajaknya bicara, berusaha menyibukkan dirinya.
"Wa, aku mau minta sesuatu"
"Apa itu" jawab nya cepat
"Mari kita ahiri hubungan ini." Sadewa yang berniat menyuap potongan roti sampai terhenti tiba-tiba.
"Ayo kita menikah Tar?" bukannya marah namun lelaki itu mengajak nya untuk menikah.
"Ada orang lain yang aku suka" ucapnya tanpa basa-basi.
"Sudah berapa lama kalian ketemu?"
Bintari tidak langsung menjawab pertanyaan yang Sadewa lontarkan, lagi-lagi gadis itu hanya bisa menunduk
"Apa arti pacaran lama menurut kamu Tar? Udah berapa tahun ya kita?"
"Ini tahun ke Tujuh" ucapnya lantang
"Kamu bosan sama aku? Please aku harus apa?" mohon sadewa
"Faaz, Faaz orang nya!" Sadewa terkejut bukan main, Faaz, Faaz adalah saingan Sadewa untuk merebut Bintari sejak dibangku SMA dulu, Sadewa faham betul seperti apa Faaz
"KENAPA HARUS FAAZ?" Bentaknya, Bintari tahu betul temperamental lelaki didepannya ini, sejak sekolah dulu Sadewa anak yang selalu membuat gaduh sekolah, ketika bersaing dengan Faaz untuk mendapatkan Bintari, maka segala cara akan ia halalkan. namun ketika bintari mau padanya lelaki itu merubah sifat pemarah nya. selain tipe pemarah sebenarnya lelaki itu tipe gegabah, merusak dan memukul apapun yang ada didekatnya, namun stelah dengan Bintari, Sadewa banyak mengalami perubahan. Gadis itu masih terus menatap lantai dengan wajah sendu, berharap agar Sadewa bisa mengerti dengan keputusanya.
"JAWAB?" Bentaknya, Bintari hanya menitikan air mata merasa bersalah telah melukai hati lelaki yang benar-benar tulus mencintainya. Terdengar tarikan nafas dari Sadewa, namun Bintari masih juga tidak mau menjawab
"Maaf Wa, sudah dua tahun"
"Selama itu aku ngapain aja?" Tanya sambil meremas kedua lengannya
"Aku sayang dia Wa, aku mohon!" pinta Bintari
"Oke" Hanya satu kata itu saja, dan membuat hati Bintari sakit, Sadewa pergi tanpa membalikan badannya lagi. Berjalan dengan tergesa dan penuh rasa amarah. ia berusaha untuk tidak menghancurkan apapun yang ada didekatnya, Sadewa harus tetap waras untuk saat ini.
Hujan kembali turun, waktu sudah menunjukan pukul sepuluh kurang, Sadewa terus berjalan membelah jalanan pagi yang diguyur hujan, seminar yang harus ia hadiri disalah satu Universitas akhirnya ia abaikan seharusnya ia sudah di tempat pukul 09:00, tapi lelaki itu sibuk dengan ponselnya sendiri.
Di luar, angin malam berhembus sangat kencang bebauan sisa hujan sore tadi masih terasa, udara malam semakin menusuk tulang-tulang Sadewa, lelaki itu berulang kali menarik napas kasar yang keluar dari mulutnya, sebelum akhirnya menapaki jalan. Perlu waktu beberapa menit untuknya melangkahkan kaki nya kembali.
Jalanan mulai sepi saat Sadewa memasuki pusat kota Munich, ia melewati beberapa toko yang berjajar, toko barang antic, toko bunga dan toko roti kesukaan Bintari, lagi lagi di kepalanya terlintas semua tentang Bintari, sementara semua orang yang berjalan mulai tergesa-gesa karena udara dinginnya malam itu. Tapi Sadewa hanya bisa berdiri diam didepan toko roti yang pernah ia kunjungi dengan Bintari, Sadewa menghirup napas dalam-dalam agar pikiran tentang wanita itu segera pergi. Ia mulai berjalan lagi melewati kedai kopi dan beberapa kedai makanan, lalu beberapa menit kemudian, dengan segala kekakuan yang nyaris telah lenyap ia sudah kembali mengatur langkahnya.
Di pinggiran kota sebatang ek tua merentangkan dahan-dahannya yang menggantung rendah dan Sadewa menghentikan langkahnya, Sadewa tidak sengaja menyenggol bahu seorang perempuan yang berdiri di sebelahnya. "Entschuldigung!" (Maaf) ucapnya, gadis yang tidak asing itu menengok dengan refleks kearah lelaki itu, namun Sadewa masih tidak menyadari. "Oh, Gak apa-apa pak" Sadewa langsung menoleh kaget kesampingnya
"Oh maaf saya enggak lihat jalan"
"Saya Audy" tiba-tiba gadis itu mengulurkan tangannya, berharap dibalas oleh lelaki itu, namun tatapan lelaki itu seolah menelontarkan pertanyaan "Anda siapa?" .
Audy merasakan kecanggungan seketika, karena merasa diabaikan.
"Wah, beberapa jam lalu kita ketemu."
Sadewa hanya mengedikkan bahu, tidak perduli dan tidak mau tahu, bukannya menyambut tangan Audy namun lelaki itu hanya memasukan kedua lengannya ke saku celana.
Lagi-lagi Audy tidak berkedip sama sekali melihat lelaki dihadapannya ini. Lelaki yang nyaris sempurna, lelaki yang tidak akan pernah ia miliki. Gadis itu cepat-cepat mengenyahkan fikiran itu, malam itu udara semakin dingin, ditambah dengan kekauan Sadewa kepada Audy.
Audy merepalkan segelintir doa agar lampu merah penyebrangan tidak segera berubah menjadi hijau.
Namun tidak perlu menunggu beberapa menit doa gadis itu pun terkabul. Sadewa mulai berbicara.
"Kamu dari jakarta?"
Audy menoleh kepadanya. "Iya" Audy merasa napasnya meninggalkan paru-paru ketika dekat dengan Sadewa, Audy menyukai wanginya.
"Dimana kamu tinggal?"
"Saya Aupair disni, rumah kami enggak begitu jauh" ucapnya dengan ramah.
Sadewa mengangguk tidak mengatakan apa-apa lagi, lelaki itu mulai melajukan langkahnya "Saya duluan" pamitnya, Audy mengamati Sadewa melewatinya dan merasakan bahu-bahunya mulai rileks, kemudian mulai menghirup udara dengan tenang, punggung tegap lelaki itu mulai menghilang di ujung jalanan kota, sedangkan gadis itu masih berdiri di tempat yang sama.
Cinta? Mana mungkin, perasaan gadis itu akan dibalas oleh lelaki seperti dia. Yang bahkan dengan jelas melihat gadis itu saja enggan.
Terima kasih telah mampir ke cerita aku, mohon bantuan vote atau comment :) thank u, happy reading.

YOU ARE READING
Audy
RomansaKisah seorang gadis bernama Audy yang berjuang demi masadepan, kemudian dirumitkan dengan kedatangan Sadewa lelaki yang tidak pernah rela berpisah dari kekasih nya setelah 7 tahun berpacaran. Anyeong, aku suka berhalu tentang cerita cinta, ini cerit...