Bab 2

544 77 10
                                    





Bandara Haneda terbentang luas sejauh mata memandang, bola emelardnya membulat memandang begitu banyak orang yang berada di sana, berlalu lalang di sekitar. Yang lain sedang duduk menunggu waktu penerbangan mereka. Gadis bersurai merah muda, atau kerap di panggil Sakura itu melarikan dengan liar bola zamrud turunan kakek-nya itu, merasa belum puas, dia hendak melangkah maju lagi ke dalam ingin melihat jadual-jadual penerbangan lainnya di kaca screen lebar di atas, namun sebuah sentuhan familiar meredupkan keinginannya.

Secara alami bibirnya melengkung lembut, Sasuke sedang memandangnya meminta atensi yang sempat dia abaikan selagi mengagumi bandara besar Tokyo tersebut. Selama ini dia hanya tahu nama itu di kaca televisi atau di beberapa koran, di sana tercantum jelas bagaimana luas dan cantiknya Bandara Haneda, Sakura secara peribadi ingin melihatnya sendiri selama ini, namun tidak pernah bisa dicapai. Jadi berdiri disini, dengan suara interkom keras di samping sana juga suara-suara bising di sekitarnya, membuat dia sadar bahwa dia memang berada di tengah-tengah bandara tersebut.

"Kau tampak senang," Sasuke tidak sadar dia mendengkus usai mengucapkan kalimat itu, Sakura bisa jadi lebih kekanakan jika ada sesuatu yang menarik perhatian gadis itu, terkadang Sasuke bingung, mengapa Sakura begitu mudah diperdaya oleh keindahan. Tapi itu bukan permasalahannya, dalam hati Sasuke hanya merasa kesepian, karena Sakura akan pergi jauh darinya, terbang ke negara lain.

Bukannya membalas, Sakura malah terkekeh geli, Sasuke mengacuhkannya, dan memilih merangkul kekasihnya itu membawanya menghampiri ibu-nya yang sedang berbicara dengan seseorang di ponsel, berangkali mengenai persiapan keberangkatan Sakura ke University Harvard. Sasuke mengelah napas, terhitung sudah tujuh kali dia mengelah napas, semenjak ibu-nya dan Sakura muncul dari lift. Diikuti senyuman senang Sakura dan senyuman misteri ibunya.

Dalam hati dia menebak-nebak apakah isi pembicaraan mereka sehingga ibunya yang dikenal irit bicara sama sepertinya itu sampai memerlukan privasi berdua dengan Sakura. Sasuke mau bertanya, namun melihat senyuman lebar Sakura, juga ekspresi ceria gadis itu, hati Sasuke menghangat dan menyimpan rapat pertanyaannya nanti. Mungkin ada sesuatu yang membuat Sakura sampai begitu terujanya dan tidak melunturkan senyumnya sampai detik ini.

"Mom, apa kita perlu menghantar Sakura melanjutkan pelajarannya ke tempat sejauh itu?" Keluhnya untuk pertama kali, sebenarnya semenjak Sakura mengatakan niat baik ibunya itu, Sasuke sudah tidak setuju, tapi bagaimanapun juga kebahagian Sakura adalah prioritasnya termasuk masa depan gadis itu. Meskipun Sasuke tidak keberatan jika memang Sakura tidak melanjutkan sekolahnya, dan hanya berprofesi sebagai seorang istri-nya kelak. Namun ibunya memilih pemikiran yang jauh lebih ekspresif darinya, sedikit banyak Sasuke pun menyetujuinya, karena masa depan Sakura terletak di University berpengaruh seperti Harvard.

Dia hanya dilema.

"Son, jangan merusak kebahagian Sakura." Ujar Mikoto dengan senyum tertahan, bibirnya berkedut menyadari tingkat kekhwatiran putranya terhadap Haruno Sakura, gadis yang kelak akan menjadi menantunya itu. Mikoto ganti memandang Sakura yang masih memanjakan matanya dengan pemandangan Bandara Haneda tersebut, bibirnya kembali berkedut, namun memilih tidak mengganggu dunia kecil gadis itu.

Aburame Shino sopir kepercayaan keluarga Uchiha menginterupsi dengan deheman, kalau tidak Sasuke mungkin lagi akan mengelukan perkara yang sama, Mikoto beralih ke pemuda Aburame itu, meminta agar dia membawa tas dan koper Sakura ke dalam pesawat, Sopir-nya mengangguk dan lantas meninggalkan tempat itu, manik onxy-nya kemudian melirik arloji-nya, menyadari waktu yang begitu cepat berjalan. Kemudian menatap putranya yang memeluk Sakura erat, Mikoto menghampiri dan sengaja menggenggam lengan putranya.

"It's time." Ujarnya pelan dan sedikit tajam, yang begitu mudah dipahami Sasuke.

Sasuke beringsut mundur, senyum dibibirnya sulit ditarik ke atas membalas senyuman lebar Sakura. Sentuhan lembut ibunya adalah obat penenang terbaik, setidaknya untuk saat ini. Di tengah keresahan dihatinya, bunyi suara wanita di interkom terdengar nyaring, Sasuke tidak ingin mengulang ucapan itu di dalam hatinya, karena perasaan kehilangan mulai menderanya lagi. Ya ampun dia berubah menjadi pemuda menyedihkan, mereka hanya berpisah selama tiga tahun. Tiga tahun bukanlah waktu yang sangat lama jika dibandingkan dengan apa yang akan Sakura dapatkan di sana.

Bad LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang