8

19 1 0
                                    

Sepulang dari kantor dan turun dari taxi online, Fathiya melirik ke arah kosan Alik yang berada 100 meter dari rumahnya. Kosan berukuran 3x3 meter dengan teras 1x3 meter itu sedang ramai. Fathiya tebak, mereka adalah teman-teman kampus Alik karena ada Mia di sana.

Alik menangkap bola mata Fathiya yang tengah melihat ke arah kosannya. Fathiya tampak salah tingkah kemudian membuang muka dari Alik. Bergegas masuk ke dalam rumahnya, Fathiya lagi-lagi meneteskan air matanya.

Alik sudah benar-benar berubah. Batinnya bergemuruh.

"Loh loh Fath, mana motormu?" Tanya bu fay menginterupsi.

Melihat Fathiya yang sedang menangis, bu Fay khawatir bukan main. Pikiran wanita paruh baya itu melanglangbuana. "Jangan-jangan Fathiya baru kena begal makanya dia nangis. Tapi dimana Alik? Oh my god apa jangan-jangan Alik juga jadi korban begal dan sekarang lagi di rumah sakit."

"Motornya Fathiya tinggal di kantor ma," ujar Fathiya lemas membuat bu Fay sedikit tenang sekaligus was-was apa yang membuat anaknya menangis sepulang dari kantor.

"Ada apa Fath?" Tanya bu Fay seraya menyeka air mata Fathiya.

"Alik udah berubah ma, dia udah nggak peduli lagi sama Fathiya," serah Fathiya yang kini memeluk bu Fay, terisak semakin berat.

Bu Fay tidak berkata apapun, hanya berusaha menyediakan ruang untuk Fathiya mengungkapkan kesedihannya. Bu fay mengelus rambut Fathiya lembut dan menunggu sampai anak gadisnya tenang.

Setelah tenang, Fathiya menceritakan semuanya mulai dari dia menolak lamaran Alik beserta alasannya sampai ucapan perpisahannya pada Alik di kantor.

Bu Fay tersenyum hangat, "duh anak mama sudah besar ya, sudah ada yang lamar ngajak nikah."

"Fathiya salah ya ma nolak Alik?"

"Fathiya cinta Alik?" Serah bu Fay balik bertanya.

Fathiya terdiam sebentar. Ia juga bingung dengan perasaannya, apakah rasa sayang ini hanya sebatas sayang pada sahabat atau cinta.

"Fathiya nggak tahu ma."

"Oke kalau Fathiya belum bisa jawab pertanyaan itu, berarti keputusan Fathiya nolak Alik sudah tepat. Menikah itu ibadah seumur hidup jadi Fathiya harus benar-benar yakin sama pasangan Fathiya."

"Tapi apakah alasan Fathiya nolak Alik itu yang buat Alik berubah ma?"

"Fathiya sayang Alik kan?"

Fathiya spontan mengangguk.

"Mama yakin apa yang kamu bilang itu untuk kebaikan Alik. Fathiya mau Alik jadi manusia yang lebih bertanggungjawab. Dan mungkin apa yang Alik lakukan ini adalah proses menuju orang yang lebih baik lagi, seperti yang Fathiya harapkan."

"Tapi Alik jadi marah ma sama Fathiya. Dia bahkan nggak mau nganter Fathiya pulang."

"Lho bukannya itu kamu yang minta?" Tanya bu Fay memastikan ingatannya berdasarkan cerita Fathiya barusan.

"Iya sih ma, tapikan harusnya dia peka dong kalau cewek ngomong A berarti itu sebaliknya."

"Cowok nggak berpikir sejauh itu sayang. Apa yang cewek katakan, itulah yang dia tangkap. Itusih kalau kata papa. Makanya jangan kode-kodean," ujar bu Fay mencairkan suasana

"Ya setidaknya Alik ada sedikit kepedulian buat memastikan Fathiya pulang dengan selamat. Ini malah kumpul-kumpul sama temennya tuh di kosan. Giliran Fathiya yang ke sana malah nggak dibolehin masuk," kesal Fathiya.

"Mungkin, itulah cara Alik sekarang untuk menjaga kamu. Menjaga anak mama dari kegiatan berdua-duaan."

"Gitu ya ma?"

"Iya sayang. Udah udah jangan berantem-berantem lagi ah."

Fathiya tidak menjawab. Meski masalahnya dnegan Alik masih pelik. Setidaknya Fathiya lebih lega sudah bercerita pada bu Fay dan menerima sudut pandang dari mamanya.

Membuka tirai jendela rumahnya, Fathiya melihat kosan Alik yang tadinya ramai oleh beberapa orang kini menyisakan Alik bersama seorang cewek berkedudung panjang. Tentu hal tersebut meggali kemarahan Fathiya yang sebelumnya sudah mulai mereda.

Menunggu cewek yang bersama Alik pergi, Fathiya langsung berlari memghampiri Alik dan mencegat cowok itu masuk ke kosan.

"WOIIII COWOK BRANDAL YANG SOK SOK AN BILANG MAU JIRAH." Teriak Fathiya dipenuhi amarah.

"Fath Fath nggak baik teriak-teriak lagi adzan... kenapa sih Fath?"

"Munafik ya lo Lik!" Tandas Fathiya.

"Maksud kamu?" Tanya Alik polos.

"Nggak usah sok alim deh. Giliran bilang sama gue buat batasin kedekatan kita. Nggak boleh berdua-duaan. Tapi giliran sama cewek yang berkerudung malah TP TP alias tebar pesona," cerca Fathiya.

"Jadi itu yang lo pelajarin selama ini buat mebeda-bedakan sikap lo sama cewek berkerudung dan nggak?!" Fathiya berspekulasi.

"Oh tadi itu Rania," ujar Alik berusaha tenang.

"Halaah gue nggak peduli siapa dia. Yang gue protes kenapa lo nggak mau deket-deket gue lagi. Sementara lo berduaan sama cewek tadi."

"Aku bisa jelasin Fath,"

Tersulut amarah, Fathiya enggan mendengarkan penjelasan Alik. "Udah lah gue paham sekarang. Lo cuma mau bergaul sama orang-orang yang sepemikiran sama lo. Oke. Gue emang bukan lagi bagian dari circle pertemanan lo. Jadi yaudah kita jalan masing-masing aja."

Fathiya meninggalkan Alik tanpa mau menerima penjelasan cowok itu. Andai saja Fathiya tahu bahwa teman-temannya pulang bersamaan dan Rania kembali lagi ke kosan Alik - sendiri- hanya untuk mengambil ponselnya yang tertinggal lalu langsung pulang, pasti Fathiya tak akan berpikir macam-macam dan kesalahpahaman ini tak akan terjadi.

KCI 2. (Bukan) Teman HidupWhere stories live. Discover now