7

17 1 0
                                    

"Eem Lik, gue mau nanya boleh?" Tanya Fathiya canggung ketika motor mereka berhenti di lampu mereh.

"Hmm," respon Alik singkat tanda Fathiya dipersilakan bertanya.

"Kenapa gue nggak boleh meluk lo? Kita ini sahabat, sudah kayak saudara malah. Kemana-mana bareng dan selama kita sama-sama juga lo selalu gandeng tangan gue, nggak mau jauh-jauh."

Alik tersenyum manis, Fathiya bisa melihatnya dari kaca spion.

"Itu sebelum aku tahu kalau ada batasan hubungan antara laki-laki dan perempuan."

"Kita kan nggak ngapa-ngapain," tentang Fathiya.

Alik tersenyum lagi lalu berkata, "lebih baik kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum besi daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya, HR. Thabrani."

Lampu lalu lintas sudah berganti hijau. Mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai di kantor Fathiya dengan selamat.

Sepanjang perjalanan Fathiya mencerna kata-kata Alik di lampu merah. Dan Fathiya akhirnya tahu alasan dibalik perubahan sikap Alik selama ini.

"Lo sakit hati sama gue Lik?" Tanya Fathiya setelah turun dari motornya.

"Maksudnya?" Alik balik bertanya dan menaruh helmnya di atas salah satu spion.

"Dari tadi lo nyindir gue soal lamaran lo yang gue tolak. Mulai dari lo bilang sama mama kalau ada yang nolak cincin pemberian lo sehingga lo jadi berubah sikap dan nggak mau manggil mama gue dengan sebutan mama lagi."

"Bukan gitu maksud aku Fath. Tante Fay udah terlalu baik sama aku dan rasanya nggak pantas aku manggil baliau mama sementara aku ini bukan siapa-siapanya."

Tidak menerima alasan Alik, Fathiya berkata lagi, "dan yang kedua lo nggak mau gue peluk karena gue belum halal buat lo. Maksud lo apa ngomong gitu? Lo nyindir gue supaya gue merasa bersalah sudah nolak lamaran lo?"

"Fath kamu salah paham."

"Yaudah terus apa yang mau lo jelasin?"

"Aku yakin setelah kamu menerima kerudung itu dari Mia, pasti kamu sudah tahu apa yang terjadi selama aku KKN di Bandung dari Mia. Aku ingin hijrah Fath. Aku sadar selama ini yang kita lakukan sebagai sahabat itu melewati batas. Mulai sekarang kita batasi hubungan kita ya Fath. Aku akan tetap jadi temanmu," tutur Alik lugas.

"Ternyata benar ya Lik kata orang-orang, nggak akan bisa cewek dan cowok itu bersahat kecuali ada salah satu atau keduanya yang saling jatuh cinta. Tapi yang membuat kita berubah gini gue rasa bukan cinta tapi sikap lo yang terlalu idealis dengan agama."

Mata Fathiya mulai berkaca-kaca. Ia merasa kehilangan sosok Alik yang dulu sangat menyenangkan hingga sekarang berubah menjadi cowok super menyebalkan.

"Fath aku tahu kamu nggak bisa langsung menerima perubahanku. Tapi aku akan berusaha membuat kamu paham apa yang aku rasakan setelah belajar islam lebih dalam."

Fathiya melayangkan telapak tangannya di udara sembari menahan isak tangis yang sedari tadi ingin keluar, "stop Lik! Gue udah paham. Lo nggak perlu jelasin apa-apa lagi. Pulang nanti nggak usah anter gue. Biar gue naik taksi dan motor ini nanti diambil papa. Mulai sekarang lo nggak perlu temui gue lagi sampai pikiran lo kembali normal dan lo nggak fanatik lagi."

Fathiya berbalik meninggalkan Alik dan terus melangkah menjauhi cowok itu. Tangisnya kini tak terbendung, bulir-bulir jernih itu menjatuhi pipinya sekaligus merelakan seseorang yang selama ini menemani hari-harinya.

KCI 2. (Bukan) Teman HidupWhere stories live. Discover now