"Ketika menyukai sesuatu, aku sangat bersemangat akan hal itu."
♧♧♧
Sinar mentari pagi perlahan menyusup dari celah jendela kamar Nara yang tidak tertutupi tirai. Nara mengernyit pelan, merasakan hangatnya sinar matahari. Gadis itu mengerang pelan, meregangkan badannya dan mengusap wajah khas bangun tidurnya.
Hari minggu selalu menjadi hari yang membosankan bagi Nara. Hanya di hari minggu Nara bisa bermalas-malasan selama yang dia inginkan. Biasanya Nara akan merebahkan dirinya di tempat tidur seharian. Membaca buku, menonton drama, mendengarkan musik, sudah menjadi rutinitasnya di hari minggu.
"Nara, ada apa dengan wajahmu? Kamu terlihat buruk sekali," cibir Della. Gadis itu menatap kantung mata Nara yang menghitam.
Nara menyentuh bagian bawah matanya. "Aku begadang kemarin."
Della membuka tirai sambil melirik sebuah buku yang terletak di atas nakas. "Apa kamu membaca buku itu semalaman?"
Nara berdeham dengan pikiran setengah sadar.
"Ra, aku dan Della akan pergi ke perpustakaan. Kamu mau ikut?" tawar Vio yang tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar Nara.
Nara hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Gadis itu duduk di tepi ranjang, mengumpulkan segenap nyawa, sebelum akhirnya beranjak keluar bersama Della dan Vio yang menyusul di belakangnya.
"Kalau begitu, ingatlah untuk berkemas. Besok kamu akan pergi ke karya wisata jurusanmu, kan?" tanya Vio memastikan.
"Iya tenang saja," Nara mengangguk malas.
Selepas kepergian Vio dan Della, Nara berencana melanjutkan kegiatannya. Namun, seperti kata orang kebanyakan, rencana hari minggu akan dikalahkan oleh rasa malas. Tak ada satupun yang terlaksana. Nara benar-benar merasa malas dengan rutinitas yang membosankan. Gadis itu merebahkan diri di atas sofa untuk beberapa saat.
Nara memejamkan matanya. "Mungkin lebih baik aku pergi keluar dan mencari udara segar."
***
Nara memerhatikan buku-buku yang tertata rapi di depannya. Setelah menyapa Bibi Feri, ia bergegas mencari buku yang ingin dibacanya. Gadis itu memanfaatkan kesempatan yang diberikan Bibi Feri tentang para pegawai yang boleh menyewa secara gratis.
Ketika hendak mengambil sebuah buku, tangan Nara tak sengaja bersentuhan dengan seseorang yang juga ingin mengambil buku yang sama.
Lelaki itu menoleh. "Oh! Nara?"
Kini, Nara duduk berdua di sebuah taman yang terletak tak jauh dari tempat rental. Nara memainkan jari-jarinya, suasana terlihat sedikit canggung karena mereka hanya terdiam selama beberapa menit.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya lelaki berkacamata itu, menunjuk lingkaran hitam di bawah mata Nara.
Nara terkekeh pelan. "Aku baik-baik saja. Kemarin aku membaca novel semalaman."
Nara memerhatikan Dika yang sedang membenarkan letak kacamatanya. Dika adalah teman satu jurusannya yang juga pecinta buku. Meski begitu, Dika bukanlah tipe mahasiswa cupu yang mudah untuk dirundung seperti dalam drama-drama. Dika memang cukup pendiam, tapi dia mudah bergaul dan sangat disegani oleh teman-teman kampusnya.
"Novel apa yang kamu baca sampai begadang begitu?" Dika mengangkat sebelah alisnya.
"Sebuah novel romansa. Benar-benar seru. Aku akan melanjutkannya nanti malam," jelas Nara dengan mata berbinar-binar. Bagaimana pun juga, sebelumnya Nara berhenti di bagian tengah konflik cerita yang membuatnya penasaran.
Dika tersenyum tipis, menampilkan guratan semu merah di pipinya, yang mungkin saja tak disadari oleh Nara. "Sepertinya kamu sangat menyukai buku itu. Saat kamu menyukai sesuatu, kamu selalu tampak seperti bersinar."
"Tentu saja, ketika menyukai sesuatu, aku sangat bersemangat akan hal itu!" teriak Nara penuh antusias.
Dika hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, melihat tingkah laku teman baiknya itu. "Jangan begadang lagi malam ini, atau besok pagi kamu benar-benar akan menjelma menjadi panda."
***
Dan benar saja, pagi ini Nara terbangun dengan kantung mata yang makin menghitam. Beruntung gadis itu tidak terlambat menuju kampus. Nara menghela napas lega, saat melihat bus yang masih terparkir rapi di parkiran kampus. Sedikit saja terlambat, ia pasti sudah ketinggalan bus. Gadis itu memasuki bus dengan napas yang masih tersengal-sengal. Ia melihat Dika yang melambaikan tangan padanya, mengisyaratkan agar ia duduk di sebelahnya.
"Apa kamu begadang lagi?" tanyanya dengan tatapan penuh selidik.
Nara hanya membalas dengan cengiran. Ia belum bisa melupakan kisah novel yang benar-benar menarik perhatiannya itu. Setelah dua malam, Nara akhirnya berhasil menyelesaikan bacaan novel itu kemarin malam, meskipun ada satu bagian yang mengusik pikirannya.
Di dalam novel Into the Story of Eucasia, pemeran utama berakhir bahagia bersama. Tapi, tidak ada kepastian tentang akhir kisah sang second lead. Nara dibuat penasaran dengan nasib sang second lead yang tak berhasil mendapatkan cintanya.
"Ingatlah untuk mengerjakan tugas." Dika menunjuk lembaran kertas cukup tebal dalam genggaman Nara, membuat gadis itu tersadar dari lamunannya.
"Huft, ini adalah tugas yang berkedok karya wisata. Nara menatap lembar kerja yang sebelumnya diberikan oleh Bu Hani selaku dosennya. Sepanjang perjalanan Nara disibukkan dengan lembar kerja yang diberikan dosennya. Gadis itu terpaksa mengurungkan niatnya untuk tidur, sebab ia harus menyiapkan materi-materi yang akan ia cari di tempat kunjungan karya wisatanya.
Meski terdengar sulit, namun Nara mengikuti kegiatan dengan baik. Kunjungan karya wisata ke museum budaya dan taman budaya berlangsung dengan lancar. Sesekali Nara mengambil potret dirinya dengan pemandangan yang memikat mata.
"Ka, setelah ini kita kemana? Aku dengar katanya ada perhentian spesial," tanya Nara pada Dika yang duduk di sebelahnya. Kali ini mereka sudah berada di dalam bus dan dalam perjalanan menuju tempat terakhir.
Dika mengendikkan bahunya. "Aku juga gak tahu. Kita lihat saja nanti."
Cukup lama perjalanan yang mereka tempuh hingga Nara merasakan kantuk yang luar biasa. Jika saja bus tidak berhenti mendadak, Nara mungkin sudah tertidur. Satu per satu mahasiswa berjalan keluar bus, begitu pula Nara. Gadis itu berjalan dengan segenap tenaga yang tersisa.
Awalnya Nara berjalan dengan langkah gontai seakan tidak memiliki niat untuk bergerak. Namun, begitu melihat apa yang ada di depan matanya, ia langsung memasang senyum lebar. Tampak sebuah pantai dengan pasir putih yang menyejukkan mata, membuat Nara buru-buru berlari mendekati area pesisir pantai.
Perhatiannya tertuju pada sebuah batu karang besar di tepi pantai yang kokoh meski diterpa ombak. Gadis itu memegang ujung batu karang, merasakan tepi karang yang terasa kasar. Ia teringat akan salah satu bagian novel yang menceritakan Yuno Geraldi, sang second lead yang mengadu pada batu karang saat cintanya ditolak oleh pemeran utama.
"Dalam novel, Yuno menaruh harapan pada sebuah batu karang. Aku jadi penasaran, apa isi harapannya?" gumam Nara, bertanya-tanya pada diri sendiri.
Entah mengapa Nara merasakan sinar matahari begitu menyengat, meskipun sebentar lagi waktunya matahari terbenam. Gadis itu memejamkan mata akibat cahaya matahari yang menyilaukan pandangannya. Setelah beberapa saat, Nara merasakan keanehan di sekitarnya. Tak terdengar lagi suara deburan ombak maupun burung-burung camar yang beterbangan di tepi pantai. Ia seperti kehilangan suasana pantai dan merasa tidak lagi berada di ruang terbuka.
Perlahan-lahan, Nara membuka kedua matanya. Betapa terkejutnya gadis itu, saat mendapati dirinya terbangun di sebuah kamar bernuansa merah muda yang tampak asing baginya. Nara mencoba menutup kembali matanya, berharap ia sedang berhalusinasi atau mungkin sekadar bermimpi. Namun tak ada yang berubah, bahkan setelah Nara mencubit pipinya dengan kencang.
Nara meringis pelan. "Ini dimana?"
Bersambung...
With love,
made_lynn
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pemeran Utama (Not a First Lead)
FantasiSetelah membaca novel tua yang misterius, Nara mendapati dirinya terbangun di dunia novel. Demi bisa kembali ke dunia nyata, Nara harus menyelesaikan sebuah misi untuk membahagiakan seorang second lead dalam novel tersebut. Akankah Nara berhasil mem...