Pagi ini aku sudah rapi dan siap untuk pergi ke kampus. Sebelum pergi, aku sarapan terlebih dahulu untuk mengisi perut serta tenaga.
Hari ini aku masak nasi goreng dan telur ceplok, kesukaan ku tentunya. Seperti biasa, aku selalu masak makanan lebih karena kebiasaan buruk tetangga kos ku yang setiap paginya numpang sarapan di kamar ku.
"Sarapan sego goreng karo ndok ceplok memang muantep!" ucap ku dengan bahasa jawa. Itu karena aku orang jawa.
Tok .. tok .. tok ..
Suara pintu kamar yang di ketuk dari luar."Yuraa ..!" Suara April tetangga kos yang mengetuk pintu.
Aku meletakkan makanan ku lalu berdiri hendak membuka pintu.
Krieeet ...
"Apaan lo pagi-pagi kekamar gue?" pekikku. Setelah membuka pintu dengan tatapan sinis.
"Gue numpang sarapan ya dikamar lu?" jawabnya. Cecengesan dengan membawa piring kosong ditangannya.
"Yaudah sini masuk, kebetulan gue masak lebih." Balas ku, masuk kedalam lalu duduk mengambil makanan ku yang tadi ku letakkan.
"Okeee!!" saut nya, mengikuti ku duduk dan makan bersama.
"Assalamualaikum Yur," ucap salam bersamaan oleh Rinjani dan Ikha.
"Waalaikum salam" jawab ku, melihat mereka masuk kedalam karena pintu kamar tidak tertutup.
"Kita numpang sarapan ya beib!" ujar Ikha yang langsung duduk kemudian disusul oleh Rinjani ikut duduk dan makan bersamaku.
"Hadeeh .. kalian ini yaa, kebiasaan. Tiap pagi minta makan ma gue." Celetukku yang gak tahan melihat kebiasaan buruk mereka bertiga.
"Ura aik at deh!" saut Ikha dengan mulut penuh makanan.
"Sekali-kali kok Yur, secara masakan lo kan enak banget." Gombal Rinjani, sedangkan April asyik makan dengan lahap.
"Matamu yang sekali-kali, hampir tiap hari 4nj1r. Kalian pikir beras belinya pake daon!" Omelku pada mereka yang selalu membuatku susah.
Tapi mereka tetap saja mau berteman denganku yang bersifat gak menentu."Yura! minta telur elu dong?" pinta Ikha dengan polosnya.
"Gada otak ya lu!, gue mana punya telur," balasku yang mulai emosi.
"Itu di piring lu masih ada!" ucapnya langsung mengambil telur ceplok yang berada di piringku.
"Ini punya gue b4b1!" saut ku dengan segera memegang telur ceplokku itu.
"Iss, minta dikit lah!"
"Gak boleh"
"Pelit baget sih, mintaa dikit!"
"Gak boleh" pekik ku yang masih mempertahankan telur ceplok milikku. Kami berdua saling tarik-menarik telur ceplok layaknya seorang anak kecil yang sedang berebut sesuatu.
"Kalian ini malah rebutan telur" ujar April, menggelengkan kepalanya. Kemudian berdiri mencuci tangan karena dia sudah selesai makan.
Sedangkan aku dan Ikha masih debat masalah telur ceplok. Setelah itu telur yang kami perebutkan terpotong menjadi dua.
"Yeey dapat!!" Ucap Ikha senang kemudian memakan sarapannya dengan telur ceplok sebagian didapatkannya.
"Ck .. dasar maniac telur, udah punya dua telur masih aja kurang!" decak ku menyindir nya dengan sinis.
"Sejak kapan si Ikha punya telur Yur?" tanya Rinjani bingung.
"Trus, dua lagi!!" imbuh Ikha, ikut-ikutan gak peka, entah mereka beneran gak peka atau polos.
"Dasar bego ya!, kalian kan masing-masing punya telur juga. Sama-sama dua juga. Gak mungkin lebih dan kurang. Tiap hari dibawa kemana-kemana kaga bisa lepas." Jelasku dengan rinci.
Mereka bertiga pun saling lirik, setelah faham dengan yang ku maksud, mereka tertawa lepas.
"Oalah!! telur yang itu tah." Kekeh Rinjani, yang disusul dengan teman lainnya.
"Dan disini cuma elu yang kaga punya telur!" ledek April. Membuatku tersedak nasi yang kumakan.
"Uhuuk .. uhuukk .. s14l4n kalian ya!"
"Ahahahaha ... hahahaaaa"
Tawa mereka bersamaan setelah puas membalasku.