part 5-- Masa Kecil

0 0 0
                                    

Aihara Yuzu adalah nama lengkap dari sahabat, sekaligus teman semasa kecilku.

   Dari kecil, aku dan Yuzu tidak pernah pisah. Dimana pun aku berada, Yuzu pasti akan mengikuti ku.

Dia selalu ikut dengan ku, layaknya sebuah kancing dan baju. Yakni tidak pernah lepas kecuali benangnya terputus.

Aku bertemu dengannya, sewaktu keluargaku pindah ke daerah malang. Kebetulan, rumah yang orang tuaku beli bersebelahan dengan rumahnya.
Orang tua Yuzu sangat baik dan ramah. Mereka menyambut tetangga barunya yang tak lain adalah keluarga ku, dengan hangat.

   Sewaktu itu, aku masih berumur Lima tahun dan aku sangat pemalu terhadap orang asing disekitarku. Aku selalu bersembunyi di balik baju Ibuku.
Berbanding terbalik dengan Yuzu, dia sangat ceria dan ramah.

  Ketika keluargaku datang bertamu dirumah Yuzu. Kami sekeluarga disambut dengan hangat.

"Aduh jeng, kita siapin bahan untuk satenya yuk." Diarti, selaku mamanya Yuzu. Mengajak Ibuku kedapurnya.

"Hayuu jeng," balas Ibuku. Dengan senang.

"I-ibu .. .. aku ikut," pintaku. Seraya menarik pelan baju Ibuku.

"Nak, kamu main disana ya. Lihat, banyak mainan kan." Ibuku menunjuk kearah ruang tengah yang telah tersedia mainan anak-anak.

"Gak mau Bu." Aku merengek ke Ibuku.

"Yuzu .. .. sini nak, temenin anak Ibu Marlin main." Teriak Diarti, memanggil anaknya yang masih berada dikamar.

"Mana Ma?" Yuzu, yang berlari dari kamar menuju ke arah kami. Ruang tamu.

"Anak ini ya, senengnya lari-lari mulu."  Diarti mencubit gemas pipi anaknya.

"Ehehe .. maaf Ma." Yuzu terkekeh seraya menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal.

"Eh! kenapa kamu sembunyi?" tanya Yuzu. Melihatku bersembunyi di balik tubuh Ibuku.

"I--ibuu .. " Aku mengeratkan genggaman ku dan semakin menyembunyikan wajahku.

"Jangan takut nak, itu anaknya Ibu Diarti. Ntar main dengannya ya nak," ucap Ibuku. Mencoba membuatku tenang.

"Namamu siapa, ayo main bersamaku." Yuzu, mengulurkan tangannya.

  Aku menatap kearah Ibuku dengan wajah gelisah. Ibu hanya tersenyum kepadaku, seraya mengusap lebut rambutku.

  Aku meraih tangan Yuzu dengan perlahan.

"Ayoo, kita main!! " ucap Yuzu, menarik tanganku.

"Ehh! I--ibuu." Aku menoleh kearah Ibuku.

"Daaah, sayang. Main yang akur ya nak," ucap Marlin. Tak lain adalah Ibuku.

"Ayoo jeng, kita kedapur. Suami kita pasti dah nunggu dibelakang."  Diarti mengajak Marlin untuk menyiapkan bahan-bahan sate, karena perapian yang di buat oleh suami mereka sudah siap.

   Sementara aku dan Yuzu bermain di samping rumahnya.
Rumah Yuzu, terbilang cukup luas dan besar. Terdapat ruang tamu, ruang keluarga, dapur yang cukup luas serta mempunyai Tiga kamar. Di luar rumah Yuzu, mempunyai halaman dan taman yang terletak di samping rumahnya.

"Nama kamu siapa?" tanya Yuzu, seraya memberi mainan mobil berwarna kuning.

"N--namaku .. Yu---yura!" jawabku, dengan gugup lalu mengambil mainan itu.

***
Sekolah Baru

Aku yang baru tiba disekolah Dasar pertamaku. Seperti biasa, bersembunyi dibalik tubuh Ibuku.

"Yuraa, disini!" Yuzu sudah datang lebih dahalu.

"Nak, coba lihat kesana! Itukan anak tetangga sebelah rumah kita. Kamu kan sering main sama dia." Ibu, menyakinkan ku.

  Yuzu pun berjalan menghampiriku yang masih berdiri didepan pintu kelas bersama Ibuku.

"Ayo, kita masuk Yur." Tangan ku lagi-lagi ditarik oleh Yuzu.

"Naah, kita duduk disini. Bersama," ucapnya dengan polos. Serta senyumnya yang khas.

  Aku hanya mengangguk, aku juga merasa sedikit tenang karena ada Yuzu disampingku.

***
Main kerumah Yuzu

"Lagi-lagi, semua mainan mu warnanya kuning Zu?" tanyaku. Heran melihat semua mainan dengan warna yang sama.

"Aku suka warna kuning, jadi semua mainan ku, cet kuning deh." Jawabnya dengan terkekeh.

"Gimana, kalau kamu. Ku panggil eek aja," celetukku.

"Gaaak .. namanya jelek Yur." Dia menolak dengan memasang wajah cemberut.

"Eek ... eek ... eek .. pokoknya nama panggilanmu eek, mulai hari ini."

"Serrah kamu deh Yur." Akhirnya yuzu pasrah dan menerima nama julukan itu.

  Semenjak itu, aku dan Yuzu selalu bersama-sama. Dia juga selalu memberiku motifasi untuk tidak malu terhadap orang baru.

  Julukan nama eek pun, berawal karena dia sangat menyukai warna kuning. Sedangkan bagiku, warna kuning itu terlihat seperti yang selalu ngambang disungai.

Catatan KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang