Selamat membaca-! -Arachwe
Langkah kaki laki-laki itu menuntunnya ke kamar sepupunya.
"Grey Wertheim...apa yang kau bicarakan dengan ayahku?" Geramnya. Semula laki-laki itu yang sedang membaca buku, menutup bukunya dan menaruh di atas meja.
"Ada apa kau ke sini?" Tanya Grey. Ia mengangkat alisnya sebelah, berjalan dengan tenang ke arah Lotte dengan senyuman yang bahkan Lotte sendiri muak dengan sepupunya.
Tangannya memegang kerah Grey, menyudutkannya, "Apa yang kau bicarakan dengan ayahku? Mengapa mereka sampai mengadakan rapat keluarga secara mendadak seperti ini?"
Grey ingin sekali tertawa tetapi ia urungkan karena orang yang ada dihadapannya sedang serius. Kemudian tangannya memegang kedua tangan Lotte---ingin melepaskan cengkraman di kerah kemejanya.
"Itu hanya informasi dan juga kau tak ingat tentang pembicaraan antara 4 anak itu? Saat di taman kau menguping pembicaraan mereka tetapi setelah kau kembali, kau tak mengingat apa-apa kan?" Tanya Grey, Lotte menggeleng.
"Memang aku menguping pembicaraan apa?"
"Kau menguping pembicaraan mengenai kalung keluarga Oxley, dan kau ketahuan lantas salah satu dari mereka menghapus ingatanmu tentang pembicaraan itu," Jelas Grey.
Lotte ingat dengan kejadian itu, mereka hanya menghapus ingatan tentang itu dalam jangku waktu yang tak lama. Sebab Grey mengungkit pembicaraan itu, seberapa istimewa kalung itu untuk keluarga Oxley dan warisan yang diberikan oleh kakek si kembar.
"Mereka...maksudku keluarga Oxley mewariskan kalung itu kepada Jay dan Jeffrey. Kalung bermata biru safir dan hijau zamrud, aku melihatnya dan seharusnya benda itu diwariskan kepada anak-anaknya," Jelas Lotte. kemudian Grey berpikir, mencari cara untuk merebut kalung itu.
"Sebaiknya kita bilang tentang kalung itu kepada ayahku," Ucap Lotte.
"Tidak...tidak...Sebaiknya kita yang mengambil kalung itu, aku sudah punya rencana Lotte," Ucap Grey terkekeh. Lotte mengernyit bingung, sepupunya menepuk bahu Lotte dan mendekatkan bibirnya ke telinganya.
Setelah selesai mendengar penuturan sepupunya, Lotte kemudian tertawa kencang, ia memeluk sepupunya.
"Bagus Grey, kali ini saja kau bisa diajak berbuat nakal denganku. Aku tahu ini cara yang paling bagus, terimakasih sepupuku kau ternyata licik juga," Ucapnya.
"Sialan kau Lotte, aku dari kecil memang sudah licik dan cerdas!"
**********
Jay melamun, sampai dia tak menyadari keberadaan kakaknya. Dia bertanya-tanya, kenapa harus dia dan kakaknya yang menerima kalung itu?
Dan ibunya tak pernah menceritakan kakeknya, bahkan alasan kematian dari kakeknya saja Jay tidak tahu.
"Hey, kenapa melamun Jay? Sedang merindukan ibu?" Tanya jeffrey.
Jay menggeleng,
"Jef...kau tahu alasan kematian kakek? Aku sempat bertanya kepada ibu. Tapi ibu tak mau menjawab pertanyaanku," Ucapnya lirih.
"Aku juga tak tahu, ayah dan ibu tak pernah mau menceritakan alasan dibalik kematian kakek,"
Jay teringat dengan kotak pemberian kakeknya saat kecil, hari di mana salju pertama turun. Kakeknya memberikan sebuah kotak dengan ukiran yang unik. Ia kemudian bangkit dari duduknya dan membuka peti bajunya.
"Aku harus mencarinya, sepertinya itu petunjuk," Ucap Jay. Jeffrey bingung, ia kemudian memegang kedua bahu saudaranya itu.
"Hey...hey, kenapa? Ada apa dengan kotak kayu itu? Itu hanya kotak kayu biasa Jay," Ucapnya.
"Sebaiknya kau bantu mencarinya Jef?! itu adalah petunjuk kita," Ucap Jay dengan kesal.
Jay kembali menggeledah isi peti tersebut, mencari-cari apakah kotak kayu itu ia bawa.
"Jef, kenapa kau diam? Ayo bantu aku!" Kesal Jay. Jeffrey mengangguk, lantas ia membuka setiap celah lemari di dalam kamarnya. Membuka satu demi satu barang yang ia simpan dengan rapih. Matanya menelisik dengan cermat, Ah benar ini kotaknya.
"Jay, aku menemukannya...." Ucap Jeffrey. Jay cepat-cepat datang dan memegang kotak kayu itu.
"Benar, ini kotaknya. Kenapa kakek memberikan kotak tua seperti ini tetapi tak dikasih kunci untuk membukanya?" Tanya Jay bingung.
Jeffrey mengangkat bahunya, sama juga dengan adiknya yang bingung dengan hadiah dari kakeknya.
Tangan Jay bergerak untuk membuka kotak kayu itu, tapi tak bisa. Kotaknya ditutup sangat rapat seakan-akan takut ada yang membukanya.
"Dekatkan kalungmu itu ke kotaknya"
Jay terhipnotis dengan suara bisik itu, tangannya memegang kalung itu kemudian mendekatkannya.
Ceklikkk
"Jay...Kotak itu terbuka," Ucap Jeffrey.
Matanya mengerjap pelan, pusing, itu karena efek dari kalungnya yang menyerap energi Jay. Tangannya memegang selembaran kertas, membukanya, mulutnya ternganga. Jay menepuk pundak saudara kembarnya, memperlihatkan isi dari kertas itu.
"Apa yang kakek lakukan? Kenapa kakek memberikan hal berat untuk kita?" Tanya Jeffrey.
Jay termenung, dibawah kotak kayu itu terdapat sesuatu yang mengganjal. Lantas Jeffrey melepas paksa benda yang ada di kotak itu.
"Jay...kau tahu ini apa?"
Jay lantas berbalik badan berjalan menuju kakaknya. Matanya membulat dengan tatapan terkejut dan rasa ingin tahu. Ia kemudian memegang benda itu.
"Jef, ini sebuah kunci. Apa hubungan dengan kertas ini?" Tanya Jay.
"Kau tahu Jay, sepertinya ini ada hubungannya dengan kakek, dan mimpimu..." Ucap Jeffrey meyakinkan.
"Jeff," Panggil Jay. Jeffrey menatap raut wajah adiknya itu.
"Hm?"
"Ayo kita ke rumah itu,"
Tibici
Ohayooo!! Wuii maaf ya up nya telat mulu, berhubung aku lagi sakit kemarin jadi gabisa up. Habis ini deh aku double up.
Maaf ya tambah gaje ceritanya 😭😭😭 moga aja sampe nanti end ga gaje
Oiyaa aku mau bilang jangan lupa pake masker klo keluar soalnya lagi rawan virus masuk. Jaga diri sama kesehatan ya.
Selamat membaca
Semisal suka dengan cerita ini ayo vote & comment. Supaya aku tambah semangat 😂😂
Salam dri
Arachwe :333
KAMU SEDANG MEMBACA
•The Story of Jay : Magic house [JJH]•
Fantasía"Hei kau! ini...kau melupakan bukumu," "Oh ya terimakasih," "Tunggu...namamu siapa?" "Namaku Jay...Jay Oxley," Keluarga Oxley adalah keluarga penyihir yang sama tandingannya dengan keluarga Wertheim. Mereka mengincar kalung keluarga Oxley, akankah...