Sebuah kamar kosan cukup besar itu dihuni oleh dua pria yang masih SMA kelas 3. Kediaman asal mereka yang bersepupu itu di kampung, tapi mereka ingin bersekolah di kota. Oleh sebab itu, mereka memutuskan tinggal berdua dengan menyewa satu kamar agar hemat. Ada dua buah kasur kecil yang terlihat perbedaan yang kentara. Kasur pojok kiri sangat rapi dan bersih, sedangkan kasur pojok kanan terlihat berantakan. Ada handuk sedikit basah di atas kasur tanpa seprei, sepatu di bawah ranjang dengan kaus kaki yang tersumpal asal, dan meja belajar yang penuh dengan pernak-pernik sekolah dan kotak makanan. Satu kamar dengan kubu yang berbeda.
Pria dengan rambut berjambul tipis itu sedang mengetuk pintu kamar mandi. Dengan mata yang tertutup dan handuk yang tersampir di pundaknya, pria itu terus mengetuk tanpa ucapan apapun. Tak lama pintu kamar mandi terbuka, tampak satu pria lagi tertubuh cukup kurus dan rambut yang basah.
"Ketuk mulu, kalau gue nggak keluar berarti belum selesai, Pon," gerutu pria yang baru saja keluar dari kamar mandi itu. Namanya Jefri Andrian—sepupu pria yang mengetuk pintu tadi, namanya Nipon Alexsand. Katanya dia blesteran. Mama Nipon orang Kalimantan dan papanya orang Belanda. Katanya sih, masih diragukan.
Nipon menutup kamar mandi tanpa menyahut celotehan Jefri. Berdebatan pagi hari memang hal yang paling ia hindari. Apalagi si Jefri tipe orang yang senang kebersihan. Setiap hari ada saja omelan yang ditujukan untuknya karena hidup sembrono dan terkesan jorok. Tapi anehnya, mereka sudah bertahun-tahun hidup satu kosan dan satu kamar pula.
Jefri membuka pintu kamar yang sekaligus pintu utama keluar kosan. Ada koridor sempit yang menghubungkan kamarnya dengan kamar yang lain. Jefri menjemur handuk yang sedari tadi ia pakai untuk mengeringkan rambut di tembok pembatas koridor. Bersamaan dengan itu deru mobil terdengar. Tampak mobil Jazz putih terparkir di depan halaman kosan.
"Siapa, Jef?" tanya Nipon yang tiba-tiba sudah berada di belakang Jefri dengan pakaian santai.
"Eh, sudah selesai mandi lo? Mandi apaan?" kaget Jefri begitu melihat sosok Nipon sudah rapi saja.
Dengan tak sopan Nipon meletakkan dua jarinya di mulut Jefri. "Diem. Kayak nggak tau gue aja."
Jefri menempis tangan itu. "Kurang asem lo. Tangan bau menyan ditempelin ke bibir gue!"
Sementara Nipon masih fokus pada sosok yang keluar dari mobil itu. Oh, ternyata. Itu Pino dan Jupiter.
"Pino sama Jupi tuh. Oh, ada si Nebula juga. Ngapain, ya?" celoteh Nipon.
Jupiter melambaikan tangan pada mereka. "Pagi, bro!"
Pino, Jupi, dan Nebula langsung naik ke atas koridor kosan. Jefri langsung mempersilakan mereka masuk ke dalam. Hanya kasur Jefri dan kursi belajar yang bisa dijadikan tempat duduk oleh mereka. Selain itu, di lantai tempatnya.
"By the way, nih kalian pagi-pagi ke sini mau ngapain? Ada Dek Ula lagi," tanya Nipon.
"Ada yang pengin kami omongin. Masalah kakaknya Pino," sahut Jupiter.
Mendadak Jefri dan Nipon kepo. "Ada apa ni? Ada yang urgent, kah?"
"Gue dan Pino sepakat mau jadikan Nebula psikiater Bang Dika. Habisnya Bang Dika selalu nolak kalau sama psikiater dari Pamannya Pino. Makanya gue minta Nebula buat ajak ngomong Bang Dika. Kali aja kalau pacarnya yang ajak ngobrol, dia into, gitu," pungkas Jupiter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Careful [On-Going]
Mystery / Thriller[CERITA LAMA, 2021. BELUM DIREVISI, TAPI PUBLISH ULANG] Rumah tua itu selalu ada cara menarik para korbannya. Memberikan rasa nyaman ketika calon penguni memutuskan menetap. Tak ada yang bisa menerka, istana gaib adalah rupa aslinya. Kadang terlihat...