Trauma masa kecil
Keputusan tuan besar Sasongko Yudhaswara, selalu terdengar seperti hal mutlak yang tidak bisa diganggu gugat oleh apapun atau siapapun. Dita seperti merasakan kilas balik dalam drama perjodohannya satu tahun lalu bersama Raden. Hal itu kini terulang dan harus dirasakan oleh kakak satu-satunya, Yoga.
Yoga bukanlah Raden yang bisa membawa keadaan jadi mengalir. Yoga adalah manusia pasif yang harus dituntun dan disadarkan dulu. Firasat Dita selalu merasakan ragu sejak pertama memandang Lia--calon Kakak ipar-- yang sama pasifnya. Keduanya seperti dua kutub utara yang terus bersinggungan dan sulit disatukan.
"Mas, masih ada waktu buat ngebantah." ujar Dita memegang telapak tangan Yoga. Tapi seperti yang biasa terjadi, neriman selalu menjadi pilihan yang Yoga ambil.
"Mas mau coba dulu ya, Dit. Mas yakin bisa jatuh cinta sama Lia."
Dita tidak bisa memaksa. Jika Yoga mau berusaha. Kenapa dirinya harus menolak? Kebahagiaan sang kakak, pada akhirnya menjadi kebahagiaan Dita juga.
"Dek, aku nyari kamu. Kirain kemana." Raden mengintip dari ambang pintu kamar Yoga. Kira-kira setengah jam lalu ia mengelilingi rumah mertuanya untuk mencari keberadaan sang istri.
"Aku disini, Mas." Dita tersenyum ke arah suaminya.
Raden pun ikut masuk ke dalam kamar Yoga. Membelai sekilas perut buncit Dita. Lalu menjatuhkan pandang ke arah sang kakak ipar.
"Mas Yoga. Aku pernah ada di posisimu. Semuanya pasti berjalan lancar."
"Tapi aku nggak setenang kamu, Den." Raden menepuk bahu Yoga.
"Kita nggak tau akhirnya kisah cinta kita akan seperti apa, Mas. Tapi siapapun nanti yang bakal dicintai sama Mas Yoga, adalah orang paling beruntung di dunia."
Dita mengaminkan doa suaminya dalam hati. Jauh di dalam lubuk hatinya. Dita berharap agar pernikahan Yoga bisa menjadi jalan untuk pria itu berubah. Jadi sosok yang lebih hangat. Tahu apa tujuan dan keinginannya. Memiliki tempat untuk mengeluh dan berbagi isi hati. Semoga memang Lia orangnya.
"Aku jadi mikir deh, Mas." Dita memulai perbincangan acak seperti biasa. Sebelum mereka tidur. Akan ada sesi dimana Dita terus berbicara tentang banyak hal. Dan Raden akan mendengarkan dengan antusias.
"Mikir apa? Jangan kebanyakan mikir to. Kasihan dedek bayi."
"Aku sayang sama orang tuaku. Tapi aku nggak mau jadi kayak mereka buat anak-anak kita nanti."
"Ya memang nggak perlu jadi kayak mereka, Dek. Kasihan nanti hidup mereka cuma habis untuk memenuhi ekspektasi orang tuanya. Biarin aja mereka hidup dengan pilihannya. Tugas kita cuma dukung sama lengkapi semua fasilitas yang dibutuhkan. Kamu sama aku ini dikasih jalan takdir bersama buat selamatin keturunan kita dari sistem didikan yang strict. Jarang yang nemu kebahagiaan lewat jalur paksaan. Nggak semua orang beruntung seperti kita." Dita terdiam. Lalu memasang wajah sendu.
"Aku takut Mas Yoga termasuk dari salah satu yang nggak bahagia dan nggak beruntung itu." Raden mengusap kepala sang istri. Menuntun Dita agar kembali rebah di ranjang nyaman mereka.
"Kita doa aja supaya Mas Yoga bisa sebahagia kita."
Ratusan kali rasa syukur yang dipanjatkan Dita. Seperti tidak pernah cukup menjawab rasa bangganya memiliki Raden. Semua anak memang sayang kepada orang tuanya. Tapi tidak semua anak mau menjadi seperti orang tuanya.
Dita hanya ingin calon anak mereka kelak bangga memiliki mereka sebagai orang tuanya. Tidak ada kata tapi dalam menyayangi mereka sebagai orang tuanya.
"Mas, aku jadi kepikiran bangun yayasan buat trauma masa kecil. Ya, belajar dari pengalaman kita. Aku yakin di luar sana banyak yang tertekan karena pengalaman masa kecil dan pengalaman hidup yang kurang baik." Raden menaikkan satu alisnya.
"Ide bagus."
"Boleh ya, Mas?" Raden mengangguk. Apa yang tidak boleh untuk istrinya? Semua diperbolehkan. Karena Dita selalu meminta sesuatu yang positif, bukan semata untuk kepentingan egoisnya. Semua permintaan Dita selalu berhubungan dengan, memberi untuk sesama.
"Besok aku minta anak buah ku untuk survey gedung yang pas untuk bangun yayasannya ya."
Ave.
KAMU SEDANG MEMBACA
Family Value (Danadyaksa Vers)
FanfictionGenre : Family, Romance, Hurt. Rated : T+ Warning : Don't Like, Don't read! Disclaimer : Cerita ini hanya fiksi. Tidak ada hubungan dengan tata kesultanan atau tata kerajaan manapun. Murni imajinasi bebas penulis. Summary : "Ayah saya tampang bangsa...