Bab 3

5 0 0
                                    

"Gak setuju maksud saya." Lidahku ini memang suka berbelit.

Eri mengeryitkan dahi dan menatapku dengan dalam. Kenapa dia menatapku dengan tatapan mematikan?

"Maaf pak, saya kurang setuju, karena hal ini benar-benar absurd dan diluar nalar. Kalau begitu saya permisi." Kataku.

Aku membawa diriku berdiri dan berjalan keluar dari kafe tersebut. Haduh, sudah malam pula aku malas pulang pada waktu seperti ini. Akhirnya aku memutuskan untuk berlari menuju ke stasiun dan di sepanjang perjalanan, aku hanya melamun saja memikirkan lamaran dari Eri.

Sesampainya di rumah aku mendapatkan pesan dari ayahku.

Arian, telfon papa balik ya kalau udh liat.

Aneh, tidak seperti biasanya ayahku ini mengirim pesan kepadaku. Jadi begini, Ibu dan ayahku itu sudah bercerai dari kapan tau hari. Ibuku memang ada sedikit dendam kepada ayahku, sehingga kami ini jarang bertemu, tetapi ayahku mempunyai banyak cara untuk dapat bertemu denganku, tetapi serius deh intinya bukan itu. Lalu aku menghubungi ayahku,

"Halo Pa,"

"Arian, begini anu- papa mau cerita ya, jadi papa itu hmmm gimana ya, papa mau ngembangin usaha, jadi ya papa pinjem ke lembaga peminjaman, dan papa-"

"Pa, jangan bilang papa gak sanggup tebus ya? Udah lewat tempo? Gimana sama bunga dan lain-lain, terus jaminannya apa?"

"Iya, papa kan mau ngembangin usaha toko bengkel papa, tapi akhir-akhir ini kurang baik, untungnya gak seberapa. Jaminannya sih.."

"Pa.. Please Arian gak ada uang untuk bayar, papa kan tau sendiri Arian ini baru lulus kuliah dan baru aja kerja, gajinya gak seberapa Pa!"

Tiba-tiba telfon pun berhenti. Haduh, rasanya duniaku ini hancur. Satu-satunya hal yang ada di benakku adalah.. ah- sudahlah aku bawa tidur saja.

....

Keesokan harinya setelah aku pulang dari kantor, aku sedang apesnya dan di datangi oleh rentenir! Bisa-bisanya ayahku memberikan alamatku kepada mereka, tau begitu seharusnya aku putus hubungan saja dari dokumen, kalian tau kan banyak berita muncul putus hubungan ya karena masalah... utang. Satu hal yang pasti, aku tidak dapat memberitahukan masalah ini kepada ibuku, pasti dia akan sangat repot dan semuanya akan menjadi masalah!

Sekarang aku sedang menatap langit-langit kamarku, haduh bukan main ribetnya permasalahan ini. Karena sudah lewat tempo pastinya bunga akan naik terus, apakah nantinya aku akan sanggup membayarnya? Dua ratus juta rupiah! Bayangkan darimana aku mendapatkan uang sebanyak itu, bisa dibawa gila aku. Tidak, sejujurnya aku sudah mulai gila. Aku tau apa yang kalian pikirkan, penawaran dari Eri itu sangat menggiurkan bukan?

Oh iya, akhir-akhir ini aku berinvestasi dengan apa namanya.. cryptocurrency. Itu loh bitcoin! Tidak buruk, lumayan aku dapat sedikit uang jajan, hasil untungnya mungkin aku dapat membayar setidaknya 2/5 dari hasil utang ayah, uang tabunganku tidak seberapa, banyak yang aku masukkan ke dalam tempat investasi. Namun, hal buruk terjadi pagi ini! Kamu tau aku mengira berivestasi ke dalam hal ini sangat menguntungkan, nyatanya hari ini jatuh sejatuh-jatuhnya, kamu tau mengapa? Seorang tokoh terkenal mempengaruhinya dan harganya terbang jatuh! Gagal rencanaku untuk membayar 2/5 dari utang ayahku! Sekarang uang tabunganku juga tidak seberapa untuk hidup di Jakarta. 

AAAAAAAAA. Bodohnya aku. Bodoh karena aku tergiur dari bujukan salah satu kakak kelasku, aku ingatkan kepada kalian semua ya, jadilah orang yang berpikir dingin dan rasional! Setidaknya itu sih pendapatku.

Ok, aku akan mulai memikirkannya, atau aku mungkin bisa mencari tambahan penghasilan, tetapi bagaimana bisa di dapatkan dengan cepat?

Eri. Eri. Eri. Eri. Eri.

Jawabannya adalah dia. Haduh, apakah harus dia?

Aku buka handphone milkku dan aku tekan nama dia di kontak. Aku pasti bisa, ini adalah hal lumrah, ya begitulah aku meyakinkan diriku sendiri. Nomornya tersambung!

"Halo" Kata Eri dengan suaranya yang terdengar seperti habis bangun tidur.

"Halo Pak Eri.. anu saya apakah bisa.. hmmm.. saya mau-" 

"Mau apa?" Kata Eri dengan angkuhnya.

"Apakah perjanjian pernikahan ini masih dapat dilakukan? " Tanyaku dengan sedikit ragu-ragu.

"......."

"Halo Pak?"

"Masih bisa. Ok, begini saja supaya lebih jelas teknisnya besok kita bertemu di Kafe Kita jam dua. Saya tunggu dan jangan telat." Kata Eri, seperti sedang rap saja!

"Baik Pak kalau begitu." 

"Kita bertemu besok. Saya tunggu." Kata Eri.

"Baik Pak, terima kas-"

Dia menutup telfonnya. Sialan itu tidak tau sopan santun, ya tapi aku juga yang membutuhkannya, mau bagaimana lagi. Teman-teman, itulah yang dinamakan dengan simbiosis mutualisme!

The SupervisorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang