Chinatown

84 14 11
                                    

Sudah Ranee putuskan kalau ia akan menemui si pria misterius hari ini. Setelah menunggu Rumi keluar rumah, ia juga ikut menyelinap pergi. Ia harap Rumi baru pulang saat malam hari seperti biasanya. Ia tidak tahu apa yang wanita tua itu lakukan, Ranee tidak peduli. Ia cuma berharap bahwa apa yang akan dilakukannya sekarang akan mengubah nasib hidupnya.

Berbekal dengan alamat yang sulit Ranee pahami, ia terus bertanya pada orang yang lewat untuk bertanya. Butuh waktu cukup lama, beberapa kali ia juga salah memilih gang. Namun akhirnya sampailah ia di depan sebuah rumah tua. Penampilannya lebih seperti toko peralatan barang antik. Kalau Ranee tidak salah menebak, lingkungan tempatnya berdiri sekarang adalah komplek perkampungan orang Cina.

Gadis itu mengedarkan pandangan ke sekitar, hari hampir ditutup malam. Kendati jalanan mulai sepi, sebagian lampu dan lentera telah dinyalakan. Ranee mengambil napas dalam dan menghembuskannya pelan-pelan. Ia lalu melangkah untuk membuka pintu tinggi di depannya. Pintunya berderit pelan menandakan jika apa yang ada di sini memang sudah berumur. Kombinasi bau herbal, kayu, logam tua dan sesuatu yang Ranee tidak ketahui langsung menyapa penciumannya.

Ranee kembali memindai apa yang ada di depan matanya. Tidak seperti bayangan Ranee sebelumnya, ruangan itu terlihat bersih dan tertata. Beberapa kabinet dan lemari besar yang terlihat kokoh mengisi ruangan itu. Ada satu lampu besar —yang sebenarnya bercahaya kuning redup— menggantung di tengah ruangan, juga satu lilin kecil di atas meja di sudut ruangan. Ada banyak kertas berserak di atasnya, Ranee pikir seseorang pasti menempati meja itu sebelumnya.

Tapi, ke mana orang itu?

Mendadak Ranee jadi gugup. Apa sudah benar alamat yang ditujunya sekarang? Bagaimana kalau dia salah? Namun semua kekalutannya buyar saat ia mendengar suara seseorang dari belakang tubuhnya.

"Permisi," Ranee menoleh cepat, cukup terkejut dengan kehadiran seseorang yang dicarinya.

"Kau—" setelah menilik raut wajah yang terkejut ia melanjutkan "—datang rupanya."

Ranee tidak langsung menjawab

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ranee tidak langsung menjawab. Matanya dengan tidak sopan memandang tubuh sang lawan bicara dari ujung kaki sampai ujung kepala. Orang itu memakai topi sehingga Ranee bisa melihat jelas mata sang lawan. Walaupun Ranee sempat terperangah sejenak dengan paras sang pria, hal itu tidak menghentikan kerja otaknya. Ranee mengingat mata itu, apalagi di tengah minimnya pencahaan sekarang.

"Kau yang waktu itu kan?" Ranee mengonfirmasi.

"Ya, kau datang menurut—"

"Bukan! Kau—" Ranee menjeda sebentar, masih menimbang dengan apa yang akan ia katakan selanjutnya. "—kau yang meyelamatkanku waktu itu."

Terjadi keheningan sebentar, Ranee lalu menyebutkan nama sebuah tempat yang pernah menjadi saksi masa lalunya yang kelam. "Di Hubei.."

Kembali mengingat memori yang dimaksud, pria itu kemudian berkomentar. "Menarik. Kau ingat ternyata."

"Bagaimana bisa—"

"Cukup sulit menemukanmu karena kau kabur." Pria itu memutus pertanyaan Ranee.

"Jeffrey?" sebuah suara menginterupsi percakapan antara Ranee juga pria bernama Jeffrey yang baru dikenalnya. Baik Ranee dan Jeffrey mengganti pandangan ke arah yang sama. Seorang pria berkacamata menatap mereka berdua dengan bingung. Dari penilaian sekilas Ranee, pria itu pasti berumur 50 tahunan keatas. Wajahnya yang keriput, juga uban yang masih terlihat walaupun tidak tertutup topi mendukung penilaian Ranee.

"Paman Choi," Jeffrey memiringkan tubuh supaya bisa masuk melewati pintu tanpa menggeser Ranee.

"Bukankah kemarin kau bilang tidak akan ke sini? Kau bilang Kenny mulai mencurigaimu."

"Ya, tadi dia juga marah-marah saat aku mau pergi."

"Kau melawannya?" Dari tatapan paman Choi, Jeffrey bisa menyimpulkan jika beliau tidak setuju dengan tindakannya. Jeffrey cuma mengendikkan bahu, tidak merasa perlu memberi alasana. Dia merasa muak dan sesak selalu hidup dibawah perintah Kenny.

"Dia tidak akan melakukan apapun padaku." Jeffrey berkata lugas. Tangannya mengambil jam pasir yang berada di atas meja lalu membaliknya. "Dia membutuhkanku."

Paman Choi cuma bisa menghela napas. Pandangannya lalu dialihkan pada Ranee yang masih berdiri termangu di depan pintu. "Ada yang bisa kubantu, nona? Kau membutuhkan apa?"

Ranee tersentak. Bingung mau menjawab apa. Tangannya reflek meremas ujung kardigan yang dikenakannya.

"Dia tamuku." Jeffrey menyela. Ia membawa tubuhnya berbalik ke belakang untuk menatap Ranee.

"Siapa namamu, nona? Aku Jeffrey Kohl, kau bisa memanggilku Jeffrey." Jeffrey tersenyum, membuat Ranee terperangah lagi. Diamnya justru membuat Jeffrey bingung.

"Kau mengerti apa yang aku katakan, nona?"

"Hng, a-aku me-mengerti." Ranee menjawab terbata. "A-ku Ranee."

"Ranee?" Jeffrey mengulang memastikan. "Hanya Ranee?"

"Iya."

"Nama yang cantik." Jeffrey kembali tersenyum.

"Baiklah, cukup perkenalannya." Paman Choi ganti menyela. "Sekarang pertanyaanku, apa hubungan kalian?" Pria tua itu menatap penuh selidik kepada Jeffrey. Jelas ada sesuatu yang Jeffrey sembunyikan. Ia tahu bagaimana kehidupan sosial Jeffrey, sehari-harinya pemuda itu cuma bergaul dengan dirinya dan sebagian kecil orang-orang yang ada di sekitar Kenny. Tidak mungkin Jeffrey membawa orang asing ke sini kalau ia tidak memiliki rencana. Apalagi setelah melihat penampilan Ranee, ia yakin gadis itu tidak berasal dari sini.

"Dia akan jadi rekanku, Paman Choi."

Tu-tunggu. Apa?!

"Rekan apa?" Paman Choi mengernyit bingung.

Sebelum Ranee berhasil mengutarakan pikirannya —tentu saja susah bagi Ranee untuk berbicara cepat, dia hanyalah pendatang yang dipaksa beradaptasi di sini, Jeffrey sudah terlebih dahulu memotong.

"Aku sedang mengerjakan sesuatu."

"Jeffrey.."

"Mari kita ke ruangan sebelah, nona Ranee." Jeffrey menoleh sebentar kepada Ranee sebelum melangkah ke pintu lain yang ada di ruangan itu.

Ranee hendak protes, sayangnya reaksi tubuhnya terlambat melakukan apa yang diperintah sang otak. Jeffrey telah menghilang dibalik pintu, membuat kecanggungan mengisi ruang antara Ranee dan Paman Choi. Ranee tidak mau semakin bingung, keraguan besar jelas tergambar di wajah pria tua di depannya. Maka dari itu Ranee tidak punya pilihan lain selain menyusul Jeffrey.

🍑🍑🍑

Boy, kemana? Mengrindu nich

Boy, kemana? Mengrindu nich

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

p.s
Boleh minta vomentnya kaka biar ranking kita naik :')

New WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang