Prolog 2

71 4 0
                                    

Pertemuan Min Gyu dan Hye Ra hari itu mengantarkan mereka pada sebuah pertemanan yang tidak terduga. Mereka tidak hanya sebatas mengenal saja, mereka juga saling bertukar nomor telepon dan berbagi meja yang sama saat di kantin sekolah.

Setelah menjadi lebih dekat dengan Hye Ra, Min Gyu jadi semakin tahu bahwa gadis itu paling tidak suka saat diajak bicara serius. Misalnya saja, Hye Ra menolak saat ditanya mengenai sakit ayahnya. Gadis itu juga menolak saat ditanya tentang perasaannya atau apa yang dipikirkannya.

Min Gyu selamanya tidak akan pernah tahu jika Min Hee tidak bercerita, bahwa ayah Hye Ra sedang sakit parah. Ia juga tidak akan pernah tahu alasan kenapa gadis itu menangis di mobil taxi dan alasan kenapa gadis itu turun di depan rumah sakit. Selamanya ia tidak akan tahu bahwa seseorang yang ceria dan banyak tingkah seperti Hye Ra memiliki cerita menyedihkan di balik senyumannya.

Sifat Hye Ra yang sulit dibaca membuat Min Gyu (tanpa disadarinya) terus memperhatikan gadis itu, hingga pada suatu titik ia pun terjerumus ke dalam kubangan rasa ingin tahu.

Ini mungkin terdengar lancang karena dirinya bukan siapa-siapa bagi Hye Ra, tapi karena ia sudah pernah melihat Hye Ra menangis, terkadang ia berharap gadis itu mau sedikit saja mengandalkannya. Ia memang tidak bisa menyembuhkan ayah Hye Ra, tetapi setidaknya ia bisa menjadi pendengar yang baik untuk gadis itu.

Suatu hari Hye Ra tidak dapat ditemukan di sudut manapun di sekolah. Min Gyu bertanya pada Min Hee dan gadis itu memberi tahunya bahwa ayah Hye Ra meninggal dunia. Ia membuka ponselnya dan memeriksa apakah ada pesan atau tidak dari Hye Ra, tapi pada akhirnya ia hanya menemukan sebuah fakta menyakitkan bahwa ia tidak cukup penting bagi Hye Ra untuk diberi tahu, pikirnya.

“Aku berencana pergi ke tempat peristirahatan terakhir ayah Hye Ra, kau mau ikut?” tanya Min Hee. Min Gyu mengangguk menyambut pertanyaan teman barunya itu tanpa memikirkannya barang satu detik pun. Tanpa ajakan itu, ia memang sudah berencana pergi melihat kondisi Hye Ra.

Selepas pulang sekolah, Min Gyu dan Min Hee dan teman dekat gadis itu yang bernama Jung Kook pergi melayat ke tempat peristirahatan terakhir ayah Hye Ra. Min Gyu menemukan Hye Ra dengan hanbok serba hitam sedang duduk di sisi seorang wanita paruh baya yang ia tebak adalah ibu gadis itu, sedang menundukkan wajahnya yang sembab akibat menangis.

Min Gyu memandang foto ayah Hye Ra yang dipajang di sebuah lemari yang dipenuhi bunga krisan berwarna putih. Ia berjalan mendekat dan melakukan penghormatan terakhir. Ia kemudian menunduk sopan pada anggota keluarga yang sedang berkabung.

Min Hee memberikan pelukan kepada ibu Hye Ra lalu beralih pada Hye Ra. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana air mata Hye Ra jatuh dan membasahi pundak Min Hee, tapi ia sama sekali tidak mendengar suara tangis gadis itu. Mungkinkah saat ini Hye Ra sedang menahan isak tangisnya, pikirnya dalam diam.

Setelah saling menguatkan, Hye Ra mengajak teman-temannya menikmati hidangan yang sudah disajikan untuk para tamu. Mereka pun berpindah tempat menuju ruangan lain dan mengisi meja mereka dengan makanan.

Makanan sudah ada di depan mata, namun tidak ada satu pun yang menyentuhnya. “Apa kau sudah makan?” tanya Min Hee pada Hye Ra.

Min Gyu menunggu jawaban Hye Ra di tempat duduknya. Ia harap mendapatkan jawaban yang tidak akan membuatnya khawatir. Ia melihat Hye Ra tersenyum kecut, yang sepertinya berarti tidak.

Air muka Min Hee dipenuhi perasaan cemas. “Kau harus makan!” katanya.

“Aku tidak lapar.” Hye Ra menimpali.

“Lapar atau tidak, kau tetap harus makan!” Min Hee memberikan sendok untuk digunakan Hye Ra. “Makan dan jadilah penyemangat ibumu! Aku yakin ibumu juga belum makan sampai sekarang,” katanya.

Season 3 (Winter) : Home ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang