Chapter 13

143 26 11
                                    

"Sejak kemarin Frank tidak bisa dihubungi. Hari ini, ia tidak datang kesekolah lagi. Kemana sih anak itu?"

Pluem dan Aj mengangkat kedua bahu mereka, tanda tak tau jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan Chimon.

Mereka sedang berkumpul di rumah Chimon untuk mengerjakan tugas kelompok.

"Frank memang suka ghosting, tapi tidak pernah sampai selama ini."

"Tidak masuk kelas tanpa alasan juga bukan style seorang Frank Thanatsaran."

"Apa sesuatu terjadi padanya?"

Ucapan Aj membuat dahi Pluem dan Chimon saling pandang, menyiratkan tanda kebingungan.

"Mau coba tanya paman Tay, tidak?" Saran Chimon.

"Paman Tay sibuk, takutnya kita mengganggu waktunya. Siapa tau Frank hanya rebahan santai di rumah." Balas Pluem.

"Bagaimana dengan pria yang selalu dengannya itu?" Tanya Aj.

"Maksudmu Drake? Dia tidak mungkin tau. Toh, dia sudah mengundurkan diri sejak lama."

Ketiga pemuda itu kembali membuat keheningan, jatuh dalam pemikiran masing-masing.

"Kita kerumahnya saja, bagaimana?" Ujar Chimon memecah keheningan.

"Boleh! Nanti sore bisa tidak?"

"Aku bisa, sih. Nanti kita ketemuan saja di taman dekat rumahku." Ujar Chimon disetujui oleh Pluem dan Aj.

Sepeninggalan Pluem dan Aj, Chimon kembali larut dalam pemikirannya.
Ia memikirkan Frank yang tiba-tiba tidak bisa dihubungi.

Ia terlalu larut dalam pemikirannya hingga ia tak sadar seseorang telah duduk disampingnya.

"Mikirin siapa?"

Chimon tersentak mendengar suara itu, mengira hanya ada dirinya sendiri di ruangannya.

"Sejak kapan kau disini, Marc?"

"Baru saja. Kau melamun, ada apa?"

"Temanku tidak dapat dihubungi."

"Cewe?"

"Cowo."

"Kau menyukainya?"

"Heh???" Chimon menjitak jidat Marc, kesal dengan lontaran yang dikeluarkan oleh sepupunya itu.

Marc Pahun adalah sepupu Chimon. Ia tinggal bersama dengan keluarga Chimon semenjak orang tuanya meninggalkannya tujuh tahun yang lalu akibat kecelakaan pesawat.

Umurnya dan Chimon hanya berjarak dua tahun, membuat mereka dapat berinteraksi dan menjalin hubungan persaudaraan yang sangat baik.

"Terus kenapa kau begitu khawatir?"

"Bukan hanya aku, Pluem dan Aj juga sama. Kau tau, dia itu anak dari pengusaha paling terkenal di Thailand. Baru-baru ini, Ayahnya mempekerjakan seseorang untuk menjadi bodyguardnya. Katanya sih, biar saingannya tidak melakukan hal-hal aneh..."

"... Dengar dari ucapanku barusan, malah bikin overthinking ga, sih? Bayangin aja deh kalau sampai ayahnya suruh bodyguard untuk menjaganya, terus tiba-tiba dia menghilang tanpa kabar, apa yang kira-kira kau pikirkan?" Tanya Chimon serius.

"Positifnya, dia hanya ingin me-time. Katamu ia ada bodyguard, kan? Bisa jadi dia lelah dikekang dan membutuhkan waktu sendiri. Tapi negatifnya, sesuatu yang buruk mungkin terjadi padanya."

"Seperti apa?"

"Hm, diculik, dibunuh, disekap, dijual organnya, di–"

"Cukup Marc! Jawabanmu mengerikan!" Potong Chimon, ia bergidik ngeri mendengar jawaban sepupunya itu.

"Aku hanya menjawab dengan jujur. Lalu, kenapa tidak mencoba menghampirinya?"

"Nanti sore kami akan kerumahnya buat memastikan."

"Bagus. Saranku, kalau memang ada apa-apa, minta bantuan paman Off saja." Saran Marc.

"Oke, tapi semoga tidak terjadi apa-apa."

.
.
.

Frank menangis pasrah menahan rasa perih yang menggerogoti tubuhnya. Entah berapa banyak sayatan yang Arm buat sejak tadi.

Yang pasti, ia tampak sangat menikmati perbuatan kejinya itu.

"B-berhenti.." Lirihnya pelan namun masih dapat didengar oleh Arm.

"Kenapa? Sakit, ya?" Bukannya berhenti, Arm kembali menyayat pergelangan tangan Frank yang terikat keatas dengan pisau, membiarkan darahnya menetes jatuh ke wajah Frank.

Frank meringis, Arm benar-benar seorang psikopat.

"S-sakit.." Jujur, Frank merasa sangat lelah bahkan ketika ia mengucapkan satu kata itu saja.

"Terus? Kau pikir aku peduli?"

Mutlak, Arm tidak punya rasa kemanusiaan. Itulah yang ada dipikiran Frank.

Frank mencoba menggerakkan tangannya, berharap ikatannya dapat melonggar. Ditambah pengaruh obat didalam tubuhnya mulai memudar dapat memudahkannya untuk bergerak.

"Tidak ada gunanya meronta."

"Ayahku memercayaimu." Gumam Frank.

"Dia hanya bodoh. Kupikir dia adalah orang yang pintar dan cerdik, ternyata aku salah..."

"... Lucu jika dipikirkan, bagaimana ia ingin melindungi putra tunggalnya. Tapi lihatlah sekarang, putranya sedang ada dibawah kendali bodyguardnya, hahaha!" Arm mencengkram dagu Frank, membuat Frank melemparkan tatapan tajamnya.

"Kau yang bodoh."

Plak!

Frank meringis merasakan perih dan panas pada pipinya. Arm baru saja menamparnya dengan kuat, dan Frank yakin tamparan itu telah merobek sudut bibirnya.

"Jaga mulutmu, bocah!" Geram Arm.

Frank diam, tidak mau memancing amarah seorang Arm lagi. Manusia di hadapannya ini memang mengerikan seperti monster.

"Kau hanya membuang waktuku, aku akan menyuruh boss untuk datang menjemputmu." Ujar Arm.

Frank menghela nafas, tidak tau helaan nafas lega atau berat yang harus ia keluarkan.

Di satu sisi, ia lega mengingat Arm tidak akan menyiksanya lagi. Namun di sisi lain, Frank tidak tau bagaimana rupa dari boss Arm itu.

Bisa saja, dia jauh mengerikan dibanding Arm sendiri.

Huft, semoga Tuhan masih menyayangi Frank.

"He's going to kill you, for real."

Oke, ucapan Arm barusan sukses mematahkan harapannya.

"Dia sedang dalam perjalanan, dan perjalanannya agak jauh. Kau tidur saja, ya? Aku malas berurusan denganmu."

Arm mengeluarkan sapu tangan dari sakunya, membekap wajah Frank dengan tiba-tiba.

Frank tentu memalingkan wajahnya, mencoba menghindari kain busuk itu. Namun apa daya, Arm menahan dagunya, memaksa kepala Frank untuk tetap diam.

Sapu tangan itu ditekan kuat pada wajah Frank, membuat Frank mau tak mau harus menghirup zat yang menempel pada kain itu.

Tak lama, Frank merasakan kepalanya memberat, diikuti oleh kedua matanya.

Di sela-sela kesadarannya yang mulai menghilang, Frank dapat merasakan Arm yang menyingkirkan sapu tangan itu dari wajahnya.

"Sleep well, Frank. Tapi sebelum itu, izinkan aku meninggalkan tandaku padamu, ya?"

Samar-samar Frank dapat merasakan Arm menggores pipi dan perutnya dengan benda tajam, namun ia tidak begitu merasakan sakit karena kesadarannya yang menipis.

"Arm Weerayut, mati saja kau." Batin Frank dan semuanya menjadi gelap.

Tbc~
Makin intens konfliknyaa!!
Ayoayo tinggalin jejak yaaa xixi~ seneng liat notif dari readerss💗

See youu^^

BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang