𝕱𝖆𝖓𝖙𝖆𝖘𝖞 - 𝕽𝖔𝖒𝖆𝖓𝖈𝖊 - 𝕬𝖉𝖛𝖊𝖓𝖙𝖚𝖗𝖊
Eleanor hidup kembali setelah dibunuh saudara tirinya. Tidak! Ia tidak kembali ke masa lalu atau masuk kedalam buku. Melainkan terlempar ke dunia magis!
.
.
.
"APA INI?! AKU HIDUP KEMBALI?!"
Elea...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suasana Kerajaan Lyth di pagi hari sangat sunyi. Mungkin karena faktor perbandingan antara luas kerajaan dan penghuninya sangat berbeda. Eleanor sedang asik menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya lembut.
Jari-jemarinya yang lentik terlihat terampil menusukkan jarum ke sehelai kain. Secangkir teh yang ada di hadapannya menjadi batas waktunya menyulam. Saat teh itu habis, ia akan berhenti menyulam dan mulai mengelilingi taman.
Eleanor merasa sangat antusias saat Jaehyun mengenalkan taman Kerajaan Lyth padanya kemarin. Taman ini diisi tumbuhan yang sangat unik.
Eleanor menyibukkan dirinya agar merasa tak bosan saat menunggu Doyoung dan Taeyong. Hari ini ia akan pergi ke Kuil Suci bersama mereka.
Namun kata pelayan, Doyoung sedang sibuk mempersiapkan beberapa berkas untuk rapat Jaehyun pagi ini. Sedangkan Eleanor tak tahu dimana keberadaan Taeyong.
Dirasa tangannya telah sedikit pegal, Eleanor menaruh sulaman hasil keajaiban tangannya dengan hati-hati ke meja. Lalu menyeruput sisa teh yang ada dalam cangkir hingga tandas.
Eleanor meregangkan badannya guna mengusir rasa pegal di pinggulnya. Eleanor mulai melangkahkan kakinya menyusuri labirin taman. Ia tidak tahu, jika labirin itu akan berubah setiap 5 menit sekali.
5 menit berlalu tanpa arti, Eleanor masih berusaha mencari jalan keluar. Hingga tiba-tiba labirin yang mengelilinginya mulai bergeser. Jalan yang tadinya ada di hadapan Eleanor kini telah menghilang.
"Ini adalah sebuah masalah." Eleanor lalu berbalik, namun alangkah kagetnya saat jalan yang ia lewati beberapa saat lalu telah menghilang juga.
"Masalah besar," gumam Eleanor frustasi. Ia terjebak di dalam labirin.
Tanpa berpikir panjang, Eleanor berteriak meminta pertolongan. Ia sedikit menyesal saat menyuruh para pelayan agar meninggalkannya sendirian di taman.
"TOLONG!!"
Eleanor melompat-lompat kecil. Sambil merentangkan tangannya keatas, ia kembali berteriak.
"TOLONG!!!"
"TOLONG! SIAPAPUN KELUARKAN AKU DARI LABIRIN SIALAN INI!"
Eleanor meraup banyak udara. Membiarkan alveolusnya bekerja keras menukar karbondioksida dengan oksigen. Tubuhnya sangat lemah, mudah sekali kelelahan.
Hingga tiba-tiba indra pendengaran Eleanor menangkap sesuatu. Bunyi grusak-grusukyang datang dari arah samping kanannya, membuat Eleanor yakin ada seseorang yang akan akan menyelamatkannya.
Tapi hingga bunyi itu mereda, tak ada seorangpun yang muncul dihadapan Eleanor. Eleanor mendesah frustasi. Tak peduli jika gaun putihnya akan kotor, ia tetap mendudukan dirinya di atas tanah.
Kakinya lelah berdiri terus menerus. Sinar matahari yang terik, cukup membuat kulit Eleanor memerah. Kelenjar ekrin miliknya mulai mengeluarkan buliran keringat, hingga seluruh sisi dahinya basah.
Benaknya masih sibuk memikirkan siapa sosok yang ada di labirin bersamanya. Eleanor sangat yakin jika bunyi yang ia dengar tadi berasal dari seseorang dan bukan hewan.
Eleanor terdiam meratapi nasibnya, ia telah kehabisan tenaga untuk meloncat dan berteriak meminta tolong. Hingga 5 menit telah berlalu. Dinding labirin yang ada di sekitarnya mulai mengeluarkan getaran lembut dan bunyi ranting-ranting yang bergesekan.
Eleanor tersentak kaget. Secercah harapan mendatanginya. Ia yakin dinding labirin akan bergeser lagi seperti sebelumnya. Ia langsung bangkit dari duduknya. Ia menunggu dinding di hadapannya bergeser membuka jalan.
Alangkah terkejutnya Eleanor, saat dinding labirin itu telah sempurna bergeser membuka jalan. Ia tak menduga jika seorang laki-laki berambut silver dengan rahang yang tajam berdiri dibalik dinding labirin yang ada dihadapannya.
Seketika seluruh atensi Eleanor terpusat pada laki-laki yang ada dihadapannya. Ia merasa tenggelam, ikut terhanyut kedalam manik hitam lelaki itu. Sungguh, Eleanor tidak pernah bertemu seorang laki-laki setampan dirinya.
Kesadarannya terenggut kembali saat suara lelaki itu memanggilnya.
"Eleanor."
"Kau benar Eleanor, kan?" tanya lelaki itu dengan nada datar. Sudut bibirnya tak tertarik seincipun. Berbanding terbalik dengan bibir Eleanor yang menampilkan tersenyum menawan miliknya.
"Benar! Aku Eleanor, apakah kau seorang kesatria?" tanya Eleanor berusaha tenang. Menyembunyikan inner-nya yang telah berteriak memuja wajah tampan itu.
"Bisa dibilang begitu. Ayo, kita harus keluar dari labirin sialan ini." Decakan malas terdengar dari lelaki itu.
"Kalau boleh tahu, siapa namamu?" tanya Eleanor berbasa-basi.
Kendati menjawab pertanyaan Eleanor, lelaki itu malah menarik lembut tangan Eleanor. Menuntun Eleanor keluar dari labirin.
Eleanor yang terkejut, hanya bisa mengatupkan bibirnya. Perutnya penuh dengan kupu-kupi, euforia saat tangannya di genggam lembut oleh lelaki di hadapannya memuncak. Pipinya yang pucat bersemu merah, seperti tomat.
Eleanor asik memusatkan atensinya pada telapak tangan miliknya yang di genggam lelaki itu, hingga tak sadar jika mereka telah berhasil keluar dari labirin.
Seruan bahagia pelayannya, membuat kesadaran Eleanor kembali. Bersamaan dengan genggaman tangan mereka, lepas.
"Nona Eleanor! Maafkan kami yang telah meninggalkan dirimu sendirian. Seharusnya dari awal, kami tetap menemani nona," ucap salah satu pelayan yang ia ketahui namanya, Meri.
"Tidak apa-apa. Lagipula, akulah yang meminta kalian pergi." Eleanor berusaha menenangkan pelayannya.
"Untung saja Tuan Taeyong menyelamatkan nona dari labirin bergerak," celetuk Meri.
"Taeyong?" gumam Eleanor terkejut.
"Iya, dia adalah Tuan Taeyong."
Eleanor langsung menatap Taeyong yang berada di samping kirinya. Berusaha menyembunyikan kekagumannya yang semakin membuncah. Taeyong yang merasa diperhatikan ikut menatap Eleanor.
"Ada masalah?" ucap Taeyong heran.
Eleanor berani bersumpah, Taeyong adalah lelaki paling tampan yang pernah ia temui.