Happy reading teman-teman ❤️❤️
Jangan lupa voteSatu minggu berlalu, Adeera belum berani menceritakan kepada Bundanya jika dia pergi ke psikiater. Mengkonsumsi obat dari sana pun dia harus benar-benar sembunyi.
“Hari ini Bunda ambil raport mu jam berapa Ra?.”
“Jam 9 Bun."
“Kamu juga ikut ke sekolah?.”
“Aku berangkat pagi, soalnya harus ngurus berkas buat daftar Olimpiade.”“Kamu udah yakin ikut Olimpiade itu?, Bunda tau sayang kalau kamu ga terlalu suka SAINS, jadi gausah di paksa gapapa.”
Adeera terdiam dan melirik ke arah Ayahnya yang tengah menyantap sarapan di depannya.
“Adeera harus ikut Olimpiade itu lah. Dulu Kakaknya juga ikut, masa dia nggak?!.”“Mas, kalau Deera gak mau jangan di paksa.”
“Ini kesempatan bagus buat dia, biar dia bisa kuliah di kampus yang bagus.”“Tapi bukan dengan cara maksa juga. Sesekali dengerin apa mau anakmu.”
Adeera terlihat cemas melihat Ayahnya yang mulai marah kepada Bundanya. Karena dia tau, Ayahnya adalah orang yang sama sekali tidak suka di bantah.
“Bunda Ayah udah jangan berantem. Ini masih pagi. Deera mau kok ikut Olimpiade.” ucapnya kemudian segera meneguk habis segelas susu di meja dan beranjak pergi.
“Deera ke sekolah dulu.”
Bundanya menatapnya dengan penuh rasa bersalah.
***
Di sekolah, Deera berjalan tak bersemangat ke arah taman. Dia duduk di tempat yang selalu membuatnya merasa lebih tenang.Setelah beberapa saat melamun, dia mulai mengingat jika hari ini dia belum meminum obat dari psikiater nya. Dia segera mengambil tasnya dan mengambil bungkusan yang berisi obat itu.
Saat hendak menelan obatnya, tiba-tiba seorang lelaki berjalan cepat melewatinya dan tak sengaja membuat bungkusan obat nya terjatuh. Adeera begitu gugup dan segera meraih bungkus obat itu. Namun di saat bersamaan lelaki itu juga membalikkan badannya dan meraih obat itu.
Saat tangan mereka hampir bersamaan mengambil obat itu, Adeera segera menghindarkan tangannya dan membiarkan lelaki itu mengambilkan bungkusannya.
Sejenak, lelaki itu membaca kertas yang tertempel di bungkus obat milik Adeera, kertas itu bertuliskan “Dr. Fida Larasati” . Adeera segera mengambil obat yang sudah berada di tangan lelaki itu.
“Makasih.” Lelaki itu hanya menatapnya dan berjalan pergi dari hadapannya.
Adeera segera menepis pikirannya tentang lelaki itu dan melanjutkan meminum obatnya.
Di sisi lain, lelaki itu masih terlihat bertanya-tanya tentang obat milik gadis yang di taman tadi. Di sekolah ini dia di kenal dengan Nama Alfin. Banyak gadis yang mengidolakannya karena parasnya dan sikap cool nya, namun dia tak pernah merasa tertarik dan memilih untuk bersikap tidak peduli.“Nama dokternya kok kaya nama Mama ya. Masa iya dia pasiennya Mama.” gumamnya. Nmaun dia segera melupakan hal itu dan melanjutkan aktifitasnya.
Setelah meminum obat itu, Adeera segera pergi menuju ruang kepala sekolah untuk mengisi berkas-berkas untuk mengikuti Olimpiade itu. Mungkin, dalam hari kecilnya ada keraguan, namun dia memilih untuk tetap mengikuti Olimpiade itu demi Ayahnya.
“Baiklah Adeera. Hari ini adalah hari terakhir pendaftaran dan besok adalah seleksinya.”
“Iya Pak terimakasih, saya permisi dulu.” Adeera segera pergi dari ruang kepala sekolah dan hendak menemui Bundanya yang mungkin telah selesai mengambil raport nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akhir untuk IKHLAS
Novela JuvenilAdeera, gadis biasa yang mengalami Anxiety Disorder. Hidupnya sungguh rumit dan dia harus melaluinya sendiri. Sampai pada suatu waktu dia menemukan seorang sahabat sekaligus cinta pertama yang membuatnya membaik. Namun, semuanya tak berakhir sampai...