MERAH

277 9 0
                                    

Hari biasa yang biasa disebut hari minggu, harinya libur untuk mahasiswa. Tapi tidak untuk seorang mahasiswa yang bernama Rose Mary Loardo, mahasiswa yatim piatu yang harus menghidupi dirinya sendiri dengan jerih payahnya sendiru tentunya. Dia adalah diriku, yang biasa dipanggil RoMa-panggilanku dari kecil.
Hari minggu ini bukanlah hati libur, justru ini hari tersibuk yang pernah ada. Karena akan ada client dari Robert yang dia bilang client penting karena memiliki saham lumayan besar. Jadi kami disuruh kerja sedikit extra agar mereka puas, makanan yang disajikan juga menu-menu baru dan fresh dan tentunya yang termahal di cāfe kami.
"RoMa, bersihkan meja-meja!" Suruh pak manager, kurasa diantara kami semua dialah yang paling panik. Dari tadi keringatnya terus-terusan mengucur. Wajahnya juga pucat, karena dia sudah bekerja sejak kemarin. Dan aku takut dia jatuh pingsan.
"Baik, pak... ngomong-ngomong, bapak lebih baik istirahat dulu.. wajah bapak sangat pucat" aku hanya bisa memberikan saran-saran kecil namun yang hanya dikatakannya adalah.
"Tidak, aku tidak akan tidur sampai para client itu pergi dari sini" begitulah katanya sambil melemparkan senyuman yang kutau itu adalah senyum paksaan.
"Lebih baik kau istirahat, tuan Harry" suara Robert yang menuju kearah kami. Aku tau Robert dapat mengatasi kekeras kepalaan pak manager jadi aku berusaha pergi dan mengerjakan yang diminta pak manager.
Samar-samar terdengar pembicaraan mereka.
"Ayo, Harry istirahat,"ajakan halus Robert tetap tidak dihiraukan. Dia malah masih memperhatikan sambil menghitung-hitung seluruh bahan. Aku punya firasat buruk tentang hal ini. "Harry..!!" Teriakkannya membuat seluruh pegawai termasuk aku menoleh kearah mereka, "ada sekitar 2 jam lagi sebelum client saya datang, istirahatlah dikamar atas!" Tidak ada yang bisa menolak jika bapak direktur kita yang langsung memerintahkan. Tanpa berkata apa-apa pak manager langsung mengikutinya dan naik ke lantai dua. Kuamati jalannya pak manager yang makin menjauh keatas. Tiba-tiba suara Robert memanggil namaku. "RoMa," ya ampun kali ini apa salahku? Kutatap wajahnya. Sambil mengangguk pelan.
"Ya, pak direktur. Ada apa?" Matanya menatap setiap inchi dari tubuhku, dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Kau ikut aku!" Perintah langsung keduanya pada hari ini. Mungkin sementara waktu dia mau menggantikan pak manager, dan mengatur semuanya sendiri.
---
Robert membawaku ke parkiran cāfe, dibukakannya pintu mobil sport putih miliknya. Layaknya putri dia juga yang menutup pintu mobilnya. Lalu dua beralih kesisi sebelahnya untuk nasuk ke mobilnya sendiri.
Dijalankannya mobil sport itu dengan kecepatan sepantasnya.
"Ummm.. sebenarnya kita mau kemana pak??" Tatapannya menajam. Alisnya mengernyit, dia mendengus kesal padaku.
"Kembalilah jadi gadis angkuh yang memanggil nama depanku!" Ketusnya padaku, aku juga risih memanggilnya dengan panggilan 'pak'.
"Baiklah, Robert kita mau kemana?!" Aku tidak kalah ketus melawannya. Dia menjualku, aku tidak segan-segan membelinya. Tapi bukannya tersinggung terlihat senyum bahagia dari wajah Robert. Apa ia senang kalau aku angkuh saat bersamanya. Robert buru-buru membenarkan sikapnya dan kembali menjadi dingin.
"Client yang kubilang spesial adalah .." Robert mengambil napas panjang dan meghembuskannya "orang tuaku.." suasana hening seketika. Entah aku harus menjawab apalagi karena bingung dengan jawabannya.
"Jadi.. kita mau kemana?" Dia mengacak-acak rambutnya terlihat frustasi dengan pertanyaanku.
"Ke boutique milik temanku, aku akan membuatmu berubah" kuputar seluruh pemikiranku, aku diubah untuk apa? Apa aku seburuk ini hingga aku harus diubah? Kutatap pakaianku dari baju hingga celana jeans ku.
Baru beberapa menit aku melamun, mobil Robert berhenti disebuah boutique yang terlihat elegan dan mewah. Boutique bernama Flo-Ra, nama yang indah didengar. Pasti pemiliknya cantik dan menawan.
Bu..bukan perempuan?? Gumamku dalam hati. Benarkah itu kukira pemiliknya adalah perempuan, tapi aku sepertinya salah besar. Dia adalah lelaki gagah yang tampan, sepertinya ada satu dugaanku yang benar yaitu bagian 'menawan' benar-benar dia menawan sekali.
"Maaf, RoMa apa laki-laki itu begitu menawan?!" Ucapan ketus Robert yang berbisik dibelakang telingaku membuat aku bergedip gelagapan mencari-cari arahnya. "Dasar wanita!" Ucapnya lagi mengubah perhatiannya pada laki-laki menawan dihadapan kami.
"Robert, akhirnya aku bertemu juga denganmu. Dan.. apa dia kekasihmu?" Tidak seperti dipikiranku, dia benar-benar maco-jauh dari kata banci.
"Ya.. anggap saja begitu, Will" lelaki itu tertawa dengan elegan. Tampak wajahnya menatapku, ia melemparkan senyuman manis padaku. Ya tuhan, kalau aku adalah coklat pasti sekarang aku sudah meleleh. Tiba-tiba Robert berdehem keras, mengembalikan angan-angan indah yang telah kubuat.
"Slow down, dude. Aku tau kau sangat mencintainya, Rob" kini kedua pria itu saling bertatapan.
"Forget about that! Aku membutuhkanmu, ubah dia menjasi tipe kedua orang tua itu..!" Perintah Robert langsung dimengerti lelaki yang bernama Will itu.
"Oke, ngomong-ngomong... biarkan aku menyentuh setiap inchi tubuhnya ya.." sedetik kemudian Robert langsung menatap laki-laki tadi dengan tatapan membunuh. Tangan Robert mengepal kuat sekali.
"Tentu William, tapi kalau kau keterlaluan..! Kau akan jadi santapanku!" Ucap Robert menahan emosinya. Si William itu hanya bisa tertawa-tawa kecil melihat tingkah Robert yang sebenarnya benar-benar kekanak-kanakkan.
---
Saat aku berada diruang ganti William. William mencari-cari gaun yang cocok untukku. Dari yang berwarna merah, peach, hingga silver.
"Hai, nona namamu siapa?" Tanyanya sambil terus-terusan mencari.
"Aku? Aku...Rose Mary, panggil saja RoMa," dia tetap mencari ditumpukkan-tumpukkan pakaian sambil menggeleng-geleng
"Ookee RoMa, apa nama keluargamu? Dan... kau suka warna apa? Oiya apa kau suka pakai high heels tinggi?" Pertanyaannya bertubi-tubi, seperti sedang ulangan saja.
Kutarik napas panjabg dan mencoba menjawab semua pertanyaannya "nama keluargaku, Loardo.. aku sendiri tidak terlalu suka memakai high heels yang lebih dari 7 centi, warna kesukaanku .. may be blue?" Kuselesaikan jawabanku sambil terengah-engah, aku tidak tau kenapa William kuay bertanya sepanjang itu. Tapi, ada apa dengannya? Kenapa suasana hening seketika? Sepertinya si Willian terkejut dengan kelakuanku tadi. "William? Kenapa?" Saat kutatap wajahnya dia sudah menganga, membelalakkan matanya.
"Kau... kau dari Loardo??!!" Kenapa dia sangat terkejut seperti itu? Ada apa dengan nama Loardo?? "Ternyata dunia sempit ya??"
"Apa maksudmu sih?" Kunaikkan kedua pundakku.
"We are cousing, you know!" Ucapnya lalu dia memelukku erat-erat. Sepertinya, dia benar ada perasaan terhubung saat kami berpelukkan. "Namaku adalah William Christ Loardo, ciri khas keluarga kita adala tiga kata dalam namakan?" Aku menganggukan seluruh ucapannya karena, memang semua yang ia ucapkan adalah kebenaran. "oke, untuk sepupuku akan kucarikan gaun terindah, dan yang berselera orang tua Robert. Oiya, and the colour is blue!" Ucapannya menggebu-gebu. Kurasa, hidupku semakin baik saat aku bersama Robert.
---
Kutatap wajahku yang sudah dirias oleh penata rias milik William didepan cermin, sambil mengenakan gaun formal berwarna biru muda dengan manik-manik hiasan berwarna perak. Benarkah ini aku?
"Kau sangat menawan darling," kupalingkan kepalaku hingga menatap wajahnya. Kulungkarkan lenganku dileher William, senyum terus-terusan tercipta saat itu.
"Kau tau, apa ciri khas keluarga kita yang kedua?" Tanyaku sambil terus menatap kedua matanya. Dia hanya menggeleng tidak tau. "Keluarga Loardo adalah keluarga yang menawan, sebelum kutau kalau kita sepupu, kau menawan dimataku. You know? Bahkan Robert sampai geram melihatnya.." setelah memberitaukan informasi itu kuturunkan lenganku yang tadi menggelantung dilehernya.
"Seandainya kita bukan sepupu, aku pasti akan merebutmu dari si Robert itu" tawa kami lepas saat William berkata seperti itu.
Kubuka pintu yang menuju tempat tunggu Robert, kurasa dia akan memasang wajah aneh saat ia melihatku. Setelah mata kami saling bertemu, tidak ada sepatah katapun yang terucap dari kami berdua. Apa aku sebegitu anehnya sampai dia tidak berkata-kata.
"Will, i proud of you, dude" ucapnya sambil menggeleng-geleng seolah tak percaya menatapku.
"Thank's my brother.." balas William sambil mengedipkan sebelahnya padaku. "Jaga gadis itu baik-baik, karena jika kau membuatnya mengangis aku akan langsung terbang ketempatmu dan menghajarmu..!"
"Oke oke aku mengerti, jadi aku harus membayar berapa?" Robert merogoh-rogoh kantungnya dan mencari letak dompetnya.
"Itu tidak perlu, hari ini aku terlalu bahagia jadi that's free, okay?" Robert yang seolah tidak percaya dengan kejadia tadi segera mendekatkan tubuhnya pada William. William hanya mengangguk-angguk pelan.
"Thank you so much my brother, Thank you so much! God blessing you.." tidak pernah terlihat Robert juga sesenang itu. Dia langsung menggandengku memasuki mobilnya.
--
Dimobil Robert terus-terusan mencari kesempatan untuk melirikku, saat lampu merah. Dia terus-terus menatapku.
"Ada apa denganmu??!" Aku yang makin geram dengannya bertanya dengan ketus. Dia hanya menggelengkan kepalanya sambil terus menatapku. Bibirnya terus-terusan membuat senyuman manis yang selama ini susah kutemui.
"This is the best day ever of my life" tangannya meraih tanganku dan meremasnya dengan lembut. "Kumohon ucapkanlah bahwa janjiku sudah terwujud" janji? Benar, ia pernah berjanji padaku. Aku harus mengakuinya, karena dia benar-benar membuatku mencintainya.
"Yah.... kau sudah memenuhi janjimu Robert Handerson, aku mencintaimu.."
Tapi mungkin tidak sebesar cintaku pada Roby, my bravemanku. Aku tidak akan melupakanmu bahkan jika aku sudah bersama Robert. Gumanku dalam hati. Karen dia yang pertama bagiku, jadi apapun alasannya aku akan menunggunta.
--
Sesampainya di cāfe Robert membantuku keluar dari mobil. Pak manager menyambut kami seperti, biasa namun dia tidak mengenaliku.
"Orang tua pak direktur jufa baru saja sampai, mari saya tunjukkan mejanya..." setelah berkata seperti itu pak manager menatapku. Dia nampak terkejut setengah mati.
Setelah memasuki cāfe degup jantungku mulai menjadi cepat dantak terarah. Karena ini adalah pertemuan sakral. Bertemu orang tua Robert, Tn. Handerson dan Ny. Handerson.
"Robert, ayo duduk.. ngomong-ngomong kau bersama siapa?" Tanya Ny. Handerson sedikit penasaran denganku.
"Dialah calon istriku, ma.." jawab Robert. Apa reaksi orang tua Robert ya? Apa mereka menentukan gadis dari kasta? Kalau iya aku harus siap-siap.
"Benarkah?? Siapa namamu nak?" Dia menerima segala kasta? Thanks god oke, dia menanyakan namaku.
"Namaku Rose Mary Loardo, Tuan dan Nyonya Handerson" mereka berdua terkejut dan saling menatap. Seolah ada hal yang mereka berdua sudah tau tentang diriku. Tapi, apa itu?
"Jangan-jangan kau RoMa? kau RoMa, kan??" Mereka sudah tau nama panggilanku, kurasa Robert sudah banyak cerita tentangku. Baru saja aku ingin mengiyakan pertanyaan mereka tiba-tiba seseorang telah menerobos pintu masuk-dia adalah Peter.
"RoMa!! RoMa kau harus denfar sesuatu!!" Pak manager segera menyisingkan lengan pakaiannya dan segera ingin mendepak Peter dari cāfe ini. Tapi aku menahannya karena kuyakin itu adalah hal yang penting sampai dia mau repot-repot berlari dan mencariku kemari.
"Apa itu?" Setelah diizinkan, dia menarik napas panjang dan segera mwnjelaskan.
"Dia si Robert itu, dia adalah stalker sejak kecil! Dia adalah Roby teman masa kecilmu yang selalu membuntutimu!! Aku sudah tiga kali memergokinya!!" Ucapnya sambil menunjuk-nunjuk Robert dengan jarinya. Dugaan makin bertambah saat Robert tidak menyangkalnya sedikitpun.
"Roby?" Tolehku pada Robert. Mencari kebenaran dari dirinya.
"Ya, aku adalah Robert, sekaligus Roby. Aku adalah orang sudah mengagumimu sejak kecil. Apa kau tidak mengingatku sama sekali?" Tamparan keras dariku langsung mendarat tepat dipipinya yang keras.
"Kau pikir ini lucu?!! Aku bahan lelucon disini? That's not fair!!!!" Amarahku lepas tidak bisa dipendam lagi. Orang yang kupikirkan selama ini adalah dia. Dia sengaja mengatalan pertemuan kami adalah takdir tapi, dia sudah merencanakan ini dengan sengaja. "Sungguh keterlaluan, apa tuan dan nyonya tau skenarionya selama ini?" Tanyaku pada kedua orang tuanya.
"Mereka tidak tau apa-apa, mereka hanya ingat kau adalah putri dari mendiang Tuan Loardo teman karib ayahku," cukup jelas bagiku saat ini. Aku boneka baginya, dibiarkan berdandan cantik bak barbie untuk dipermainkan seperti ini. Aku langsung menuju pintu keluar cāfe. Tepat sebelum aku keluar, kubalik tubuh menatap Robert yang hendak ingin menghentikanku.
"Satu lagi, saya mengundurkan diri dari sini!" Semua orang terkejut dengan keputusanku.
Aku sudah tidak bisa berada didekat Robert meski hanya sejengkal saja.
--bersambung--

COLOR of My LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang