Part 8: Adam Faiz Al-Arkhan

5 1 0
                                    


Mengingat segala tentangnya, membuatku merasakan rindu pada sosoknya yang ada disana. Rindu dengan segala sikap kekonyolan yang kerap kali dia ciptakan. Dia yang selalu mengundang tawaku karena kekonyolannya itu. Sikap hangatnya yang mampu membuatku berhenti untuk marah. Serta sikap dinginnya saat memendam amarah karena cemburu yang di rasakannya. Aku merindukannya!

---8---

"Alhamdulillah nyampek. Nanti jadi ikut acara?", tulis pesan dari Arkha.

"Alhamdulillah kalo gitu. Iya jadi. Kamu ikut?", jawabku.

"Iya aku ikut, kalo kamu juga ikut."

"Iya aku ikut. Nanti ku tunggu!"

Pesan itu membuatku seakan melambung tinggi. Ingin terbang bersama sayap-sayap kebahagiaan yang tak bisa aku gambarkan. Pengharapan itu seakan muncul didasar hati ku. Mengharapkan dia tetap berada di sisiku. Memberikan kebahagiaan yang tanpa sadar telah Dia ciptakan untukku, yang mengalir bersamaan dengan bergantinya waktu.

Dia adalah lelaki yang baru terhitung empat puluh delapan jam ku kenal. Namun pesonanya mampu membuatku terkagum-kagum padanya. Aku bukan wanita munafik yang mengingkari perasaan. Menggadaikan perasaanku hanya untuk sebuah pencitraan. Tidak! Ku akui, jika aku mulai merasakan ketertarikan.

Adam Faiz Al-Arkhan, namanya. Dunia memanggilnya dengan sapaan Arkha. Dia satu fakultas denganku, hanya saja berbeda jurusan. Aku mengambi jurusan sejarah sedang dia mengambil jurusan Tafsir Hadist. Aktivis mahasiswa yang memiliki intelektual yang tinggi. Terlebih dalam ranah filsafat. Dia juga bakat dalam dunia tulis-menulis. Sejauh yang aku fahami, dia sangat kritis dalam berfikir dan mencurahkan opininya dalam sebuah artikel yang kerap kali dia tulis di blog pribadinya.

Dia pemuda dengan postur tubuh atletis. Berkulit sawo matang, memiliki bola mata kecolatan, simpul senyumnya yang manis dengan ceruk di pipi sebelah kanannya. Karismanya mampu membuat setiap wanita terpesona. Dia bukan tampan tapi manis nan rupawan. Paras wajahnya tidak membosankan tapi membuat rindu dan candu.

Beberapa temanku mengenal Arkha dengan pribadi yang ramah pada setiap wanita. Dia juga bisa dikategorikan sebagai lelaki yang mudah merayu wanita. Akupun merasakan demikian. Namun untuk menilai Dia dengan memberikan julukan sebagai laki-laki playboy, aku belum bisa. Bukan karena aku ingin menjaga wibawanya karena aku mulai tertarik kepadanya. Hanya saja, sebelum aku melihat kenyataan yang sesungguhnya dari mata kepalaku, aku masih ragu dengan desas-desus berita yang beredar tentang Dia yang sesungguhnya.

Aku masih ingat betul saat Zuliyah membahas mengenai Arkha bersama Nisa dan Sela. Aku yang sebelumnya tidak mengenal tentang Arkha hanya bisa menjadi pendengar sahabatku bercerita. Mereka mengatakan bahwa Arkha mudah mempermainkan wanita. Aku tidak langsung percaya dengan perkataan mereka. Karena saat itu Aku belum tahu dan mengenal Dia. Selain itu, memang bukan tipeku percaya dengan berita yang ku dengar tanpa ada bukti nyata yang terpampang di depan mata.

"Sudah dimulai? Perutku nggak bisa di kondisikan ini." Tulis Arkha dalam pesannya.

Aku sudah berada di angkringan ngopi salah satu seniorku. Mengikuti acara ngobrol pintar yang tengah berlangsung. Membaca pesan dari Arkha membuatku mengerutkan dahi. Ada sedikit rasa khawatir dalam diri ini saat membaca pesan darinya.

"Loh kenapa? Nggak usah ikut dah kalo perutnya sakit.", balasan pesanku dan terjadilah obrolan melalui pesan whatsapp.

"Tadi sama Amak dibuatin sambal. Jadi efeknya sekarang".

"Pantesan. Kebanyakan mungkin. Yasudah istirahat saja."

"Ya keenakan itu. Aku nggak bisa istirahat, teralu sakit."

"Yasudah minum obat sana biar cepat sembuh."

"Iya Neng. Terimakasih ya sudah perhatian. Cuman Neng yang perhatian sama aku."

"Udah deh nggak usah modus!"

"Serius aku nggak modus.."

Jujur saja ketika Dia berkata demikian aku begitu senang. Entah mengapa rasanya aku mengenalnya sejak lama. Padahal, terhitung empat puluh delapan jam aku mengenal tentangnya. Sebelumnya aku hanya sekedar mengenal namanya, tidak lebih dari itu. Berbeda dengan sekarang.

Malam semakin larut, sedang acara belum juga usai. Tidak ada notifikasi pesan masuk dari Arkha. Mungkin Dia sudah beranjak ke alam mimpi. Mulai hari ini, rupanya aku akan menjadi orang yang selalu khawatir saat Dia sedang sakit. Karena tak henti pikiran ini selalu mengarah kepadanya.

Wahai malam yang dipenuhi bintang-bintang. Wahai angin yang menggoyahkan dedaunan. Salamkan padanya bahwa aku mengkhawatirkan keadaannya. Walau kita tak lagi ada didalam waktu dan tempat yang sama. Setidaknya kita masih berada dibawah langit yang sama.

Selamat malam, Arkha :)

AKU LAILAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang