Sejak lama orang-orang percaya akan adanya reinkarnasi, kelahiran kembali, namun bagi seseorang seperti Xue Yang itu tidak berarti sama sekali. Baginya kematian tidak lagi mengerikan, Xue Yang tidak lagi peduli jika ia harus mati ratusan atau ribuan kali.
Apakah itu karena rasa bersalah akibat pembantaian yang ia lakukan di kehidupan sebelumnya? Bodoh, tentu saja bukan! Omong kosong apa itu rasa bersalah? Xue Yang akan benar-benar mati jika bisa merasakan perasaan semacam itu.
Kalau begitu, apa yang membuat pria psikopat itu menjadi dingin terhadap kematian?
Melegakan, karena entah telah berapa kali masa hidup berlalu, Xue Yang tidak pernah sepenuhnya mati. Jiwanya tidak pernah dibersihkan dari dosa-dosa masa lalunya. Yang terburuk adalah, Dao of Heaven dan para dewa memilih untuk menghakiminya.
Kelahiran, penyakit, usia tua, entah sudah berapa kali Xue Yang merasakan karma itu. Ya, entah berapa kali, Xue Yang sudah berhenti menghitungnya sejak kehidupan ke dua puluh lima.
Kehidupan macam apalagi yang belum pernah ia rasakan? Xue Yang pernah merasakan menjadi orang kaya dengan rumah megah, gelandangan yang mati muda karena kelaparan, anak laki-laki yang mati dibunuh oleh ayahnya sendiri, korban pelecehan seksual, atau dia sendiri pernah mencoba untuk bunuh diri dengan lompat dari gedung puluhan lantai. Toh, dia akan terlahir kembali dan mengingat semuanya.
Yeah, benar, Xue Yang tidak sekalipun atau barang sedikitpun melupakan masa lalunya. Namun, diantara semua kenangan itu ada satu yang membekas begitu dalam. Bagaimana seseorang yang sudah ia permainkan selama bertahun-tahun, menebas lehernya sendiri, dan tidak pernah menunjukkan tanda kehidupan lagi.
Sesaat sebelum kematiannya yang pertama, Xue Yang mendengar dengungan kencang, ketika ia menutup mata, sebungkus permen adalah hal terakhir yang bisa ia lihat.
'Yang pergi akan kembali, yang koyak akan dikembalikan seperti asalnya. Hutang budi terbawa sampai mati, merajut kelindan masa lalu tanpa penyesalan yang tersisa'
"Eungh...." Lenguh seseorang dari balik selimut hitam gelap itu, lantas sebuah kepala berwajah tampan menyelinap keluar, "Jam berapa?" Tanya pria itu dari balik selimutnya. Suaranya serak dan kering, khas orang bangun tidur.
Dari arah samping suara pria lain renyah dan menyenangkan terdengar, "Enam sore. A-Xue, apa kau mau bangun sekarang? Apa aku perlu menyiapkan air hangat?" Menyenangkan sekali bagi pria itu, Xue Yang, yang terbangun dan disambut oleh keramahan.
Tapi, Xue Yang justru mengumpat pelan, "Tidak usah. Bawakan aku makanan, lapar."
Pria lain, "Oke."
"Xingchen," panggil Xue Yang lembut. Itu adalah cara yang sama seperti yang ia lakukan pada Xiao Xingchen di kota Yi, sangat menyenangkan untuk di dengar.
Xiao Xingchen tak pelak kembali menanggapinya, "Apa yang ingin A-Xue katakan?" Seolah ada senyuman tampan yang menggantung di bibir Xiao Xingchen saat bertanya.
Xue Yang, "Bukan apa-apa. Cepat minta maaf padaku."
Seperti biasanya, Xiao Xingchen, "Aku minta maaf. A-Xue, seharusnya aku tidak pernah meninggalkan mu sendirian, di sini aku juga merasa kesepian. Dalam masa hidup ini..."
"...dalam masa hidup ini kau tidak akan pernah meninggalkan ku, aku sudah tahu, hentikan omong kosong itu. Apa ayah dan ibu pergi?"
Xiao Xingchen menjawab dengan sabar, bahkan nadanya tidak berubah sama sekali. Sementara itu Xue Yang sedang mendengarkan secara serampangan apa yang sedang dibicarakan oleh Xiao Xingchen. Tablet pintarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENDLESS : Love Story
FanfictionSemua orang mengutukku di masa lalu. Namun, sekarang dan entah sampai kapan, bahkan Dewa juga turut mengutukku. Keadilan apa yang ada di mata Surga? Kebencian macam apa yang bisa membuat dewa-dewa menanamkan penderitaan tanpa akhir? Lantas mengapa j...