Laki-laki yang mengenakan pakaian serba hitam—leather jacket warna hitam dengan kaos hitam, serta celana panjang warna hitam itu sedang duduk di stool bar dan sesekali menyesap mojito yang dipesannya. Dia duduk sendiri, berkawan dengan hening meski suasana di sekelilingnya malam ini sangat jauh dari kata hening.
Sebenarnya dia tidak suka mojito, whiskey on the rocks adalah yang biasa menemaninya ketika sedang ingin menyendiri di bar. Hari ini mungkin pengecualian, entah sengaja atau tidak, dia memesan mojito dan ingatannya berkelana mengingat seseorang. Bahkan leather jacket yang ia pakai pun ikut membawanya untuk mengenang memori dengan orang yang sama. Bibir laki-laki itu tertarik ke atas dan dia mendengus pelan.
Netranya menangkap seorang perempuan dengan plunge neck mini dress warna maroon berbahan satin yang panjangnya hanya sekitar lima belas senti di atas lutut berjalan pelan ke arahnya. Perempuan itu menyunggingkan senyum menggoda. Kian mendekatnya perempuan itu, bibir si laki-laki lagi-lagi tertarik ke atas, dia tersenyum miring. Matanya menatap perempuan itu lekat, memerhatikan penampilan si perempuan dari atas hingga ke bawah. Alih-alih risih, yang ditatap justru semakin melebarkan senyumnya, senang karena merasa berhasil menarik perhatian.
"Do you need someone to accompany?" tanya si perempuan ketika sampai di depan laki-laki itu, dia menyangga sebelah tangannya pada bar table. Dengan sengaja pula menyisakan jarak hanya beberapa senti, menjadikan wajah mereka sangat dekat. Perempuan itu bisa menghirup aroma fresh aquatic dengan sedikit hint musk dari perfume Jo Malone wood sage and sea salt yang menguar dari tubuh laki-laki di hadapannya. The smell reminds her of the ocean and waves crashing on the rocks. Laki-laki itu masih tetap diam, si perempuan pun menganggap diamnya laki-laki itu sebagai persetujuan.
Perempuan itu perlahan menarik stool bar di sebelah si laki-laki yang sedari tadi duduk menyamping. Mereka kini berhadapan sebab si perempuan meniru posisi duduk laki-laki yang sudah ia targetkan sejak pertama kali kehadirannya ia tangkap itu. Tubuhnya pun ia condongkan ke arah si laki-laki. "I'm Ellene, you?"
Si laki-laki hanya diam, tidak berniat menjawab. Melainkan kembali menyesap mojito yang masih tersisa di gelasnya. Perempuan yang mengenalkan diri sebagai Ellene itu menyunggingkan senyum miring dan menggigit bibir bagian dalamnya, malah semakin merasa tertantang. "You smell fresh like an ocean, i wonder how it feels to dive into you," katanya seraya menatap pada kedalaman mata laki-laki yang masih belum mengeluarkan suaranya itu.
Laki-laki itu menaikkan sebelah alisnya selagi memerhatikan raut wajah perempuan di depannya.
"Try it," kata si laki-laki pada akhirnya. Ellene jelas senang karena keinginannya disambut. Dia kembali menyunggingkan senyum sebelum mendekatkan wajahnya pada si laki-laki dan menempelkan bibir mereka. Lagi, si laki-laki hanya diam, membiarkan Ellene bertindak sesuai keinginannya.
Ellene mulai melumat bibir si laki-laki yang akhirnya dibalas juga. Bartender yang melirik kegiatan mereka sepertinya terlalu sibuk untuk sekadar mengacuhkan kedua orang itu. Ellene kehabisan napas dan melepaskan pagutannya. "Tasted like ciggarettes and alcohol," katanya sesaat setelah mereka menjauh untuk menghirup udara sebanyak-banyaknya.
Bertepatan dengan ponsel si laki-laki yang diletakannya di bar table menyala, tanda ada notifikasi masuk. Laki-laki itu mengambil ponselnya, dia membaca sesuatu di sana dan beranjak turun dari stool bar. Kemudian sekonyong-konyong pergi meninggalkan si perempuan yang keheranan. "Hey!" teriak Ellene. Suaranya teredam oleh hingar bingar musik yang mengalun sepenjuru bar. Sementara si laki-laki sama sekali tidak memedulikannya dan terus melangkah pergi.
Dia berjalan sambil mengetik sesuatu di ponselnya sebelum mengarahkan ponsel tersebut ke telinga. "I'm on my way to your place. Wait for me," katanya berbicara di telepon.
***
"Lo mau nggak?" tanya perempuan dengan crop tank top putih yang ia lapisi dengan outter warna hitam pada laki-laki asing yang duduk di stool bar sebelahnya.
Sedari tadi perempuan itu memang mengamati laki-laki yang sudah duduk di tempatnya sejak pertama perempuan itu datang untuk memesan minuman. Dia juga memerhatikan bagaimana laki-laki itu terus menenggak liquor miliknya meski sudah kelihatan tipsy. Laki-laki itu sempat diajak seseorang—mungkin temannya, untuk beranjak tapi dia sama sekali tidak acuh. Orang yang mengajak laki-laki itu pun akhirnya menyerah dan pergi lagi entah ke mana.
Melihat ada tangan yang mengangsurkan sebuah permen ke arahnya, kening laki-laki itu berkerut dalam dan kepalanya tertoleh ke arah si pemilik tangan. Dengan kesadarannya yang tidak seberapa, dia melihat sesosok perempuan di sebelahnya. Meski tidak mengerti, laki-laki itu tetap mengambil permen yang ditawarkan si perempuan. Lalu mengantonginya. Sebelum kembali menenggak liquor-nya yang entah sudah gelas ke berapa. Laki-laki itu mengernyit sembari memijat kening, kepalanya terkulai ke bar table di detik berikutnya. Black out, mungkin?
Kekehan pelan keluar dari bibir si perempuan. Ia kemudian mengambil ponsel dari dalam clutch yang dibawanya dan mengetikkan sesuatu di sana.
***
Haii, cerita ini masih ada di semesta yang sama dengan King of Hearts, yes it's a Spin Off! Latar waktunya maju beberapa waktu sejak KoH.
Anyways, lagu di media itu termasuk bagian dari prolog cerita, aku sengaja cari male cover supaya pas dengan sudut pandangnya Jaya.
Semoga kalian yang baca ini berkenan mengikuti kisahnya Jaya bareng-bareng sama aku ya! Mari kita bersama-sama membangun love-hate ke Jaya hahaha.
Buat yang belum baca King of Hearts, boleh banget baca di work aku. Karena cerita ini bermula dari sana walaupun berdiri sendiri.
Terima kasih banyak, teman-teman!
lots of love, <3
Side notes
Since di synopsis aku ada mention 'It Girl', so i drop the meaning here:
An It Girl is a trend-setting (in fashion, lifestyle, etc.) woman or girl with a ton of self-confidence and self-worth that sets the example of how to have it all, and look good doing it. She knows exactly who she is and what she wants, and has an unbelievable generosity of spirit; always taking time to be kind and charitable (urbandictionary.com).
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang J dan R
General FictionSanjaya Permono punya banyak potensi dalam dirinya, namun semuanya menjadi sia-sia karena ia merasa jalan hidupnya sudah ditentukan sejak awal. Dia tak pernah benar-benar punya hak untuk memilih. Mimpi-mimpinya terpaksa harus ia kubur. Kian hari sem...