3 • Di Batas Mimpi dan Realitas

8 1 0
                                    

Usai mengikuti mata kuliah Kajian Birokrasi dan Politik selama 3 sks, Jaya mengajak Juan yang pada mata kuliah pilihan kali ini sekelas dengannya untuk merokok. Kepalanya pusing setelah dipaksa menerima materi kuliah. Juan mengiyakan meski katanya tidak bisa lama-lama sebab harus bertemu dengan korlap aksi terakhir yang diikutinya untuk evaluasi.

Kadang Jaya masih nggak mengerti kenapa Juan mau-maunya sebagian besar waktunya tersita untuk kegiatan kampus yang kalau menurut Jaya gak penting-penting amat. Atau bukan, Jaya bukannya nggak mengerti, tapi nggak mau mengerti. Sebab dirinya sudah kepalang setengah hati cenderung memaksakan diri untuk kuliah di sini sekarang, jadi dia tidak pernah merasa kegiatan lain diluar jam kuliah itu penting. Dia rajin ikut kelas saja sudah syukur.

Di kansip (kantin FISIP), Jaya dan Juan bergabung di meja beisi anak Ilpol (Ilmu Politik) yang lain. Jaya nggak terlalu akrab sih, sebenarnya, dia ikutan Juan doang.

Ketika Juan asyik mengobrol dengan yang lain, Jaya mendengarkan seraya sebelah tangannya mengapit sebatang rokok yang sesekali diisapnya. Meja yang ditempatinya dipenuhi dengan gelak tawa suara bariton, khas cowok-cowok yang lagi nongkrong. Jaya ikut tertawa kalau ada yang lucu dan sesekali juga menanggapi kalau ada yang mengajaknya bicara. Dia nggak angkuh kok, cuma lagi malas ngomong.

Satu batang rokok sudah habis, Jaya lalu mengambil rokoknya yang lain. Ia menjepit rokok itu di sela bibirnya dan menyalakan pemantik untuk membakar rokok, tapi sebelum rokok itu berhasil terbakar sudah ada tangan lain yang merebut paksa rokok itu dari bibirnya. Jaya menoleh dan mendapati Retha berdiri di sebelahnya yang duduk di kursi paling ujung.

"Kalau apinya tadi kena tangan lo gimana, Retha?" Alih-alih marah karena Retha seenaknya merebut rokoknya, kalimat itu malah yang diucapkan oleh Jaya.

"Ya gue salahin lo."

Jaya cuma memutar mata seraya melengos. Mengundang tawa keluar dari bibir Retha.

Kehadiran Retha tentu mengundang perhatian dari orang-orang di meja yang ditempati Jaya. Ini Retha, si FISIP It Girl, jelas akan diperhatikan. Retha juga kenal sebagian besar orang yang duduk di sana, nggak usah tanya kenal darimana deh, sebab pasti panjang jawabannya. Gadis itu menyapa ramah mereka yang duduk di meja itu.

Retha ditawari untuk gabung bersama mereka, tapi dia menolak dan berjalan menghampiri meja lain di mana sudah ada dua orang duduk di sana. Jaya juga kenal mereka, Naya dan Abby, meski temannya banyak, Jaya lebih sering melihat Retha bersama dua orang itu di kampus.

Ngomong-ngomong, Retha nggak mengembalikan rokok Jaya yang diambilnya paksa tadi. Dia membawa rokok itu bersamanya. Jaya juga sudah kehilangan mood untuk merokok lagi. Tak berapa lama kemudian, Juan pamit duluan. Meski nggak ada Juan, Jaya masih bertahan di sana, mengamati seseorang yang sedang minum jus stroberi sambil sesekali tertawa bersama temannya. Siapa lagi kalau bukan Retha yang dia perhatikan, lagian kalau merhatiin dua yang lainnya nanti yang ada Jaya diamuk pawangnya.

Jaya mengetikkan sesuatu di ponselnya. Setelahnya ia kembali memerhatikan Retha. Gadis itu sedang menaruh atensinya pada ponsel di tangan.

Sanjaya : Masih ada kelas nggak?

Niretha : Enggak ada

Sanjaya : Pulang bareng?

Niretha : Ok

***

"Sabtu lo kosong nggak?" Jaya bertanya pada Retha yang sedang makan double cheese burger McD di kursi penumpang sebelahnya.

Mereka drive thru McD sebab Retha bilang dia tiba-tiba bm. Jaya memang seringnya jadi tumbal Retha kalau gadis itu lagi bm apapun, tapi dia juga tidak masalah kok menemani Retha memenuhi segala keinginannya yang kadang ada-ada saja. Mereka makan di dalam mobil di parkiran McD, kalau ada yang tanya kenapa nggak sekalian dine in, jawabannya adalah, sebab Retha bm-nya drive thru, Jaya kan cuma ikutin maunya Retha.

Tentang J dan RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang