"What did took you so long?" tanya Ellene begitu Jaya kembali ke tempat duduknya.
Rupanya perempuan itu masih belum menyerah. Padahal sikap Jaya padanya sama sekali tidak welcome.
"Something happened."
"What was it?" Ellene masih gigih mencari jawaban yang lebih spesifik dari Jaya.
"Nggak penting juga buat lo tau."
Ellene mendengus. Lalu begitu sadar ada sedikit memar di sudut bibir Jaya, ia maju untuk melihat lebih dekat dan memastikan bahwa penglihatannya tidak salah.
"Ini kenapa? Kayaknya tadi nggak ada," kata Ellene seraya menyentuh memar di sudut bibir Jaya yang segera ditepis oleh laki-laki itu.
"Nggak apa-apa."
***
Seorang laki-laki tak sengaja mendengar pembicaraan penting dua orang yang sepertinya adalah aparat berwajib. Wajahnya pias. Bisa mati dia kalau sampai apa yang didengarnya barusan itu benar.
Laki-laki yang sedang berada di sudut terpencil club malam itu perlahan mundur. Jarang ada orang yang datang ke sana, kebanyakan orang yang datang ke club pasti ada di table masing-masing, dance floor, atau di meja bar. Dia sendiri berada di tempat itu pun karena tidak sengaja menemukannya.
Dia ingin keluar dari dalam club namun sepertinya akses untuk keluar masuk sudah dijaga oleh beberapa orang. Laki-laki itu pun terpaksa kembali ke dalam. Dengan gelisah dia meraba saku celananya, ia mengeluarkan sesuatu dari sana. "Sial," umpatnya pelan.
Lalu matanya menangkap satu sosok yang beberapa waktu sebelumnya sempat mencari gara-gara dengannya. Secara tiba-tiba sebuah rencana terlintas di benaknya. Kalau dia mau selamat, dia harus melakukannya, dan orang itu adalah sasaran empuk untuk menjalankan rencananya.
Di tengah hiruk pikuk club, laki-laki itu berjalan, sosoknya menyelinap di antara sesaknya pengunjung. Begitu jaraknya sudah dekat dengan targetnya yang belum sadar sebab dia berkamuflase di suasana sekeliling yang memang ramai, dia menyelipkan sebuah barang dari saku celananya ke celah sofa tempat targetnya duduk dengan cepat. Lalu laki-laki itu pun segera menjauh dengan seringaian di wajahnya.
"Itu harga yang harus lo bayar karena ikut campur urusan orang lain," ucap laki-laki itu pelan setelah berada cukup jauh dari tempat targetnya duduk.
***
"Lo nggak mau nyamperin temen lo atau apa gitu?" tanya Jaya pada Ellene yang masih setia berada di dekatnya.
"Lo ngusir gue?" Ellene terlihat tidak terima.
"I'm not in the mood buat ngeladenin siapa-siapa. Selagi gue masih bersikap baik sama lo mending lo pergi aja."
Alih-alih pergi setelah Jaya berkata seperti itu, Ellene malah mengulurkan telapak tangannya ke depan wajah Jaya. Yang dibalas Jaya dengan menaikkan sebelah alisnya.
"Hp lo," pinta Ellene.
"Lo emang keras kepala banget ya?"
"Gue nggak akan pergi kalau lo nggak kasih hp lo. You choose."
Karena sudah terlalu malas untuk berdebat, Jaya akhirnya mengalah dan memberikan apa yang diinginkan Ellene. Gadis itu tersenyum miring setelah menerima ponsel milik Jaya dan mengetikkan sesuatu di sana. Setelahnya dia mengembalikan ponsel itu ke tangan Jaya.
"I'll see you again," kata Ellene seraya mengedipkan sebelah matanya, lalu gadis itu betul-betul pergi meninggalkan Jaya.
Sepeninggal Ellene, Jaya kembali meneguk liquor yang ia tuangkan ke seloki. Yang tersisa di table-nya hanya dia dan satu orang temannya yang sedari tadi sedang sibuk dengan ponsel di tangan. Sementara teman-temannya yang lain sudah hilang entah ke mana sejak dia kembali dari toilet tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang J dan R
General FictionSanjaya Permono punya banyak potensi dalam dirinya, namun semuanya menjadi sia-sia karena ia merasa jalan hidupnya sudah ditentukan sejak awal. Dia tak pernah benar-benar punya hak untuk memilih. Mimpi-mimpinya terpaksa harus ia kubur. Kian hari sem...