Bagian 9

40 38 8
                                    


“Hai, kak?”
 
Lizy menghentikan langkah, seorang anak laki-laki yang sepertinya adik kelasnya tiba-tiba menghadangnya. Lizy mundur 3 langkah, memberi jarak. Laki-laki yang menyadari gerakan Lizy yang sangat kentara tersenyum, ia mengulurkan tangan.
 
“Aku Tendon Argama, di panggil Dama. Tapi khusus buat kak Lizy di panggil sayang juga gapapa, soalnya aku suka Kak Lizy dari pandangan pertama, hehe..”
 
What the~
 
“Hei, hei, hei… ada yang bosan hidup rupanya~”
 
Ragas maju, ia yang dari tadi berjalan  mengekori Lizy dari belakang memasang seringai menyeramkan melihat seorang anak jejadian tiba-tiba datang dan sok akrab. Dan sekarang anak ingusan itu terang-terangan nembak pacarnya di depan hidungnya?? Sudah di kasih hati, malah minta mati!
 
Ragas menghempaskan tangan laki-laki yang mengaku bernama siapa tadi? Landon kampungan? Menguarkan aroma permusuhan yang kental, Ragas menatap sinis bocah di depannya. Dama mengangkat bahu acuh, ia tetap setia memasang senyum kepada cewek yang memasang raut kebingungan di depannya.
 
“Namanya mirip Kak Gama…” Lizy bergumam, Ragas menoleh. Ia menatap pacarnya tak percaya sambil menunjuk wajah bocah jejadian di sampingnya. “DIA?? MIRIP KAK GAMA??!!  ZY, LO RABUN?? IBLIS KAYAK GINI DI SAMAIN SAMA MALAIKAT?!”
 
“Namanya Ga, bukan orangnya..”
 
“IBLIS!” Ragas tidak mendengarkan penjelasan Lizy, ia sibuk menyerapahi adik kelas jelmaan iblis di depannya.
 
“Kak Ragas jangan terlalu posesif. Kalau kak Lizy tertekan, aku bakal ngajak kak Lizy selingkuh sama aku.”
 
Bugh!!
 
Ragas menyeringai puas, ia meniupi buku-buku jarinya yang baru saja melayangkan bogeman mentah ke pipi makhluk jadi-jadian di depannya. Dama mengusap sudut bibir, ia terkekeh.
 
“Ketua osis kok nggak bisa ngontrol emosi? Kak Ragas itu kasar banget yah? Mending kak Lizy sama aku aja..”
 
Ragas lagi-lagi hendak melayangkan bogeman berikutnya, tapi sesaat sebelum pukulannya mendarat, bocah jejadian di depannya berhasil menangkap kepalan tangannya, menahannya.
 
Dama memiringkan kepala, menatap Ragas dari balik kepalan tangan, ia menyeringai.
 
“Sekali lagi kak Ragas nyerang aku, aku nggak bakalan diam aja loh..”
 
Kedua manik itu bersitatap, iris cokelat milik Ragas dan iris biru milik Dama, keduanya membara.
 
“Jadi kekantin nggak?” Lizy memunculkan diri di tengah-tengah kedua pemuda itu. “Jadi!” kedua pemuda yang sedang bersitegang itu menjawab bersamaan. Mereka saling menatap satu sama lain.
 
Ragas menyeringai, dengan sekali hentakan ia berhasil men-smack down laki-laki iblis di depannya. Ragas tertawa gila, Lizy kembali menepuk pundaknya tiba-tiba, menginterupsi tawa kemenangannya, ia terlonjak mundur. “Jadi ke kantin?” Lizy memasang wajah tanpa dosa.
 
“Kamu kenapa suka banget sih, muncul tiba-tiba?” Ragas mengurut dadanya.
 
“Nggak tau, suka aja liat wajah shock kamu.”
 
“Ya udah, ayo ke kantin. Aku udah nggak mood ngeladenin curut bau busuk di depan kita..”
 
“Kak Lizy, penawaran aku berlaku tanpa batas waktu ya? Calling aja kalau udah bosan sama kak Ragas. Aku siap kapan aja..” Dama yang sudah terkapar bahkan masih sempat memanas-manasi Ragas. Ragas mendesis, melempari Dama tatapan membunuh yang dibalas dengan cengiran oleh bocah laknat di depannya.
 
“Walau lo berubah wujud jadi Song Joong ki pun, Lizy bakal tetap sama gue curut! Jangan ngarep lo!! Ya kan Zy?”
 
“Tergantung..”
 
“Zy~”
 
Lizy tertawa, ia mengacak rambut Ragas gemas, lalu menggandeng tangan laki-laki itu. Kedua sejoli itu melanjutkan langkah menuju kantin. Sebelumnya Ragas sempat berbalik lalu membelekkan mata ke arah Dama mengejek, yang di tanggapi dengan acungan jari tengah dari laki-laki berwajah blasteran itu.
 
Ketua osis emang se-childish itu kah?

~~~
 


“Hy, lagi?”
 
Kening Lizy mengerut, ia baru saja keluar dari toilet perempuan dan laki-laki bernama Dama ini tiba-tiba saja muncul di depannya, seakan sengaja menunggunya. Kenapa akhir-akhir ini dia merasa bahwa Dama ada di mana-mana? Salahkah jika Lizy merasa bahwa ia sedang di~ kuntit?
 
“Ngapain kamu di…depan toilet perempuan?” Lizy bertanya hati-hati, paranoid.
 
“Anu..aku nggak sengaja nemuin ponsel kakak yang jatuh.” Dama menyodorkan sebuah ponsel dengan casing berwarna navy kepada Lizy. Cewek itu mengernyit. “Ponsel aku ada ko— eh??” Lizy merogoh-rogoh seluruh bagian tasnya, panik. Bagaimana bisa ponselnya hilang? Padahal jelas-jelas baru saja ia menggunakannya di toilet untuk bercermin.
 
Lizy meneguk ludah, ia menatap laki-laki di depannya yang balik menatapnya dengan memiringkan kepala, Dama tersenyum, lebih tepatnya menyeringai. Ia mengedikkan dagu ke arah ponsel yang masih setia ia sodorkan, Lizy berjalan mundur satu langkah. Jantungnya berdegup cepat, ia memiliki firasat buruk terhadap laki-laki di depannya.
 
“Kak Lizy, kenapa?? Ada yang sakit?” Dama bertanya khawatir, ia memajukan tubuhnya, Lizy semakin mundur.
 
“Ak-Aku gapapa.”
 
Dama menghentikan gerakannya. Ia menghela napas pelan. Dengan gerakan cepat ia menarik tangan Lizy, mencengkramnya, membuat cewek itu meringis menahan sakit. Keadaan toilet mendadak sepi, tak ada lagi hingar bingar gadis-gadis yang sejak tadi berceloteh. Dama menatap Lizy, tajam, menyeringai.
 
“Kak Lizy kenapa? Kok keringet dingin gini??” Dama mengusap keringat di dahi Lizy, membuat cewek itu menahan napas saking tegangnya. Dama menghentikan gerakannya, ia menatap Lizy lalu tersenyum. Dama meletakkan ponsel Lizy di tangan perempuan itu dengan paksa, mendekatkan telinganya ke arah Lizy lalu berbisik merdu.
 
“Aku cuma mau ngembaliin ponsel kakak kok, kenapa kakak sampe gemetaran gini sih?”
 
Dama menjauhkan tubuhnya saat mendengar suara seseorang memanggil-manggil nama perempuan di depannya. Ah..sang pangeran sudah datang rupanya~
 
Lizy menghempaskan tangan kanannya, cengkeraman Dama terlepas seketika, bekasnya membiru. “Ma-makasih, Dama.” Lizy berusaha sebisa mungkin untuk tak gagap, ia tak boleh terlihat takut di hadapan laki-laki ini. Entah mengapa insting Lizy mengatakan bahwa Dama adalah orang yang harus di hindarinya-dengan cara apapun.
 
Dama tersenyum manis, ia mengangguk. “Anything for you my lady~”
 
Lizy membereskan barang-barangnya dengan cepat, berjalan tergesa-gesa menuju pintu.
 
“Kak!”
 
Dama sekali-lagi memanggil, Lizy menghentikan langkah. Ia menelan ludah gugup lalu berbalik. “Ya?”
 
Dama terseyum kosong, ia menatap langit-langit ruangan.
 
“Orang yang udah bunuh sepuluh orang dan masih bebas keliaran itu adil nggak sih?”
 
Deg!
 
Lizy membulatkan mata, lututnya lemas seketika. Laki-laki ini—
 
“Orang yang udah ngancurin hidup seorang anak kecil yang lugu dan dengan percaya dirinya masih bisa naas dan hidup dengan baik, padahal udah ngerenggut segalanya dari anak itu—“
 
Dama meluruskan pandangan, ia menatap Lizy lurus-lurus. “Enaknya di apain ya?”
 
Jantung Lizy mencelos seketika, ia bergetar tak terkendali.
 
Laki-laki ini~
 
Siapa dia?
 
“Kakak nggak pergi? Kak Ragas udah kayak kesetanan tuh manggil-manggil kakak terus..”
 
Lizy terkesiap, ia berkedip ketakutan.
 
Delapan puluh?
 
Lizy bahkan sudah tak ingat hitungan kedipan matanya.
 
“Di sini kamu ternyata… daritadi aku cariin loh~” Ragas tiba-tiba datang, ia berjalan masuk ke dalam lorong kamar mandi, menepuk bahu pacarnya yang sedang terpaku di tempat. Lizy mendongak, menatap Ragas dengan wajah yang pucat pasi. Ragas terhenyak,
 
Ada apa?
 
Ragas meluruskan pandangan, sorot matanya menangkap keberadaan makhluk jejadian penyebab  polusi udara di depannya. Dama mengangkat tangan, menyapa. “Yo, ketua osis.”
 
Ragas menggeram, ia hendak maju menghajar Dama karena yakin 100% bahwa laki-laki sialan itu yang telah membuat pacarnya ketakutan seperti ini. Belum sempat Ragas maju, kemeja sekolahnya sudah ditarik dari belakang oleh Lizy. Ragas berbalik, tertegun menatap perempuan di hadapannya yang bergetar panik tak terkendali.
 
“Raga..bawa aku pergi~” Lizy sesenggukan, semua perasaan bersalah itu kembali muncul ke permukaan, memberikan sugesti bahwa ia adalah makhluk yang tak pantas hidup lagi.
 
Ragas menghela napas pelan, mengusap puncak kepala Lizy, menenangkan. Ragas menuntun Lizy ke dalam dekapannya, ia membawa cewek itu keluar dari toilet. Sebelum benar-benar menghilang dari pandangan, Ragas sempat berbalik, menunjuk Dama dan berkata sinis. “AWAS LO!”
 
Dama tersenyum senang, benar-benar bahagia. Terornya satu persatu mulai terlaksana.
 
Siap-siap saja. Gadis albino itu tidak akan pernah merasakan kehidupan yang damai lagi.
 
Dama akan membunuh jiwa gadis itu, membunuh karakternya, sampai gadis itu sendiri yang memohon-mohon pada takdir untuk mengakhiri hidupnya sendiri saking menderitanya.
 
Dama menoleh ke arah pintu toilet, mengangguk berterima kasih kepada perempuan bergaun navy yang sejak tadi melayang terbalik di langit-langit.

 
 

La Lizyona (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang