Bagian 17

16 19 2
                                    

“Woi buka!! Dama bangsat lo apain Lizy??!!! BUKAAA!!!”

Ceklek. Pintu berdecit terbuka menampilkan sosok Dama dan…..Lizy.

Kapak besar di tangan Ragas berkelontangan jatuh, ia membeku melihat orang yang sangat ia khawatirkan beberapa jam terakhir benar-benar berdiri di depannya. Lizy, perempuan itu sedang mengekor di belakang Dama sambil menarik kemeja laki-laki itu dari belakang.

Lizy menunduk, tak berani menatap laki-laki di depannya.

Rasa sakit sedikit menghantam hati Ragas saat ini, namun ia memutuskan mengabaikan cengkeraman Lizy pada laki-laki lain dan menarik gadis itu ke dalam pelukannya.

Lizy terdiam, tak membalas pelukan Ragas.

“Kak Lizy mutusin buat ninggalin kak Ragas. Dia bakal ikut sama aku, ya kan kak?”

“Satu kata lagi keluar dari mulut lo yang busuk itu, gue sumpah bakal hantamin kapak ke leher lo detik itu juga.”

Dama nyengir menyebalkan, Ragas mengeratkan pelukannya pada Lizy. 2 menit perempuan itu tetap tak membalas pelukannya membuat Ragas menelan ludah.

“Zy.. kamu nggak papa, kan?”
Tak ada jawaban. Dama tersenyum miring, menggerakkan lehernya yang kaku, pemanasan sebelum drama di depannya mencapai klimaks—yang tentu saja akan melibatkan dirinya.

“Zy?”

“Aku mau putus.”

Deg.

“Aku mau putus sama Raga. Aku udah nggak bisa sama kamu lagi, maaf…”

“Haha…Zy imut banget sih? Saat kayak gini kamu malah berusaha bercanda biar aku nggak khawatir? Uhh..imutnya!” Ragas tertawa sumbang, ia mencubit pipi pucat di depannya yang langsung di tepis oleh gadis albino itu.

“Aku. Nggak. Bercanda.” Lizy menggigit pipi dalamnya kuat-kuat.

Bagaimanapun ia tidak boleh membiarkan setetes pun air yang menggunung di kelopak matanya berhasil keluar. Ia mati-matian menahan agar suaranya tak bergetar atau Ragas tak akan percaya dan semuanya akan berantakan.

“Aku benar-benar nggak bercanda. Aku ngerasa kalau kita udah nggak cocok. Maaf…tapi satu yang harus Raga tau. Selama ini aku cuma manfaatin Raga buat jadi tameng aku dari orang-orang yang sering nyakitin aku. Tapi aku sadar kalau kamu udah nggak cukup mampu buat lindungin aku lagi makanya aku lebih milih sama Dama”.

Lizy mendorong dada Ragas, melepaskan pelukan sepihak secara paksa, mendongak, menatap Ragas tepat di mata. “Aku milih Dama”.

Ragas mulai ketakutan. Tatapan apa itu? Ini adalah pertama kalinya Lizy menatapnya seyakin itu.

“Hey,sayang…jangan kek gini. Aku tau kalau kamu mungkin lagi bingung tapi jangan ngeluarin kata-kata yang nyakitin banget kayak gitu, ya?” Ragas mengusap lembut pipi gadisnya, tersentak sekali lagi ketika Lizy memalingkan wajah, tak mau disentuh.

“Sayang..aku minta maaf. Aku udah ngecewain kamu berkali-kali. Aku selalu gagal lindungin kamu. Maaf. Maaf. Maaf…”

Suara Ragas bergetar, ia kembali menarik paksa Lizy ke dalam pelukannya, tak peduli dengan Lizy yang memberontak hendak melepaskan diri.

Sampai kapanpun dia tak akan pernah melepaskan gadis ini.

“LEPAS!! Ragas, aku udah nggak bisa sama kamu lagi! Please…” Lizy menangis sesenggukan, ia benar-benar sakit.

“Aku bisa ngabulin semua permintaan kamu. Kecuali permintaan buat jauhin kamu, aku nggak bisa zy. Maaf tapi aku nggak bisa!!”

Dama berdecak, durasi drama di depannya terlalu panjang.

La Lizyona (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang