Bagian 5

51 45 12
                                    


“Okay, okaay…. Gue bakal lari juga. Gue persis di belakang lo. Jadi nggak usah noleh, gue pasti selalu ada di belakang lo, ngerti?”

 
Lizy mengangguk, mengusap air mata dan ingus yang sudah melar ke mana-mana.
 
“Karena dari tadi udah hening, mereka kayaknya udah ninggalin dapur. Gue bakal buka pintu ini dalam hitungan ketiga trus kita nyari jalan keluar.” Gama memberi ultimatum, ia memegang kenop pintu, dadanya berdegup tidak karuan. Gama menoleh pada Lizy, cewek itu mengangguk, ia memegang kemeja kakaknya erat.
 
Satu..
 
Dua..
 
Ti—
 
Gama mendorong pintu secara perlahan, menjulurkan kepalanya lebih dulu, sedikit terpaku melihat bayangan lain di lantai.
 
Itu bukanlah bayangan dirinya.
 
“PIKABOO!!”
 
Gama refleks kembali menutup pintu. Dua orang di luar serentak menggedor-gedor dengan beringas, tertawa-tawa kesenangan.
 
“BUKA OI!!! OM NGGAK BAKAL NYAKITIN KALIAN KOK, OM BAIK LOH…”
 
“MANA ADA ORANG BAIK PAMER BAIK, SIALAN!!” Gama balas berteriak, ia menahan pintu mati-matian.
 
Brak!!
 
Brak!!
 
“Shit!! Mereka reinkarnasi kerbau apa? Kuat banget!” Gama menggerutu.
 
Brak!
 
Eh? Kenapa suara itu seperti berasal ka—
 
“ Lo ngapain, Oi?”
 
Lizy tak menjawab, ia mendorong lemari kayu super besar tempat pakaiannya dengan sekuat tenaga. Muka cewek itu memerah, lemari tergeser sedikit demi sedikit. Gama iba, ingin menolong tapi ia sendiri juga sudah kesusahan menahan pintu.
 
Hening..
 
Gama menghembuskan napas, kenapa dua orang di luar itu berhenti mendobrak?
 
“Mereka udah pergi kak?” Lizy melongokkan kepala dari samping lemari yang tak mencapai 1 meter perpindahan dari tempat semula.
 
“Nggak ta—“
 
Dor!!
 
Gama refleks menunduk, Lizy pias.
 
Mereka bersenjata??
 
Gama merangkak mendekati Lizy, adiknya yang saking pucatnya sekarang mirip hantu.
 
Mereka menatap nanar lubang di pintu, bekas peluru. Gama putus asa, situasi mereka semakin memburuk.
 
“Zy, dorong..”
 
Lizy menoleh, menatap Gama yang mulai mendorong lemari dengan susah payah. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Gama kembali memanggil Lizy dengan namanya. Sedikit melupakan keadaan genting yang dialaminya, Lizy malah tersenyum bahagia. Ia mulai membantu, mengerahkan seluruh tenaga yang ia punya. Lemari itu bergeser beberapa meter sampai menutupi pintu dengan sempurna.
 
Mereka terduduk di lantai, kelelahan.
 
Dor!!
 
Tembakan kedua.
 
Dor!!
 
Tembakan ketiga.
 
Gama bahkan sudah tak berniat berpindah tempat di saat peluru berterbangan di atas kepalanya, ia menatap kosong sekelilingnya. Lizy meneguk ludah, Ia bergeser menjauh dari pintu, bersandar di dinding lalu meringkuk menutup telinganya.
 
Gama memandang langit-langit ruangan, menatap ventilasi beberapa detik.
 
Baiklah, sepertinya ini satu-satunya cara yang tersisa.
 
Gama berdiri, ia berjalan menghampiri  Lizy, mengulurkan tangannya.
 
Lizy mendongak, menatap Gama bingung.
 
“Ayo, lo harus keluar dari sini kan?”
 
Gama menarik tangan Lizy yang tingginya hanya mencapai pundaknya. Ia tersenyum, menyeka air mata Lizy yang ternyata lagi-lagi mengalir.
 
Setidaknya salah satu dari mereka harus selamat kan?
 
Gama berjongkok, menyuruh Lizy untuk naik ke pundaknya. Gadis itu menurut, ia duduk di atas pundak kakaknya.
 
Gama perlahan berdiri dengan hati-hati, berjalan ke bawah ventilasi di langit-langit.
 
“Tangan kamu sampai nggak Zy?”
 
“Sa-sampai kak.” Walau firasatnya tidak enak, Lizy tetap menggapai pintu ventilasi lalu membukanya atas perintah Gama.
 
“Bisa naik?”
 
Lizy mengangguk, ia menjulurkan tangannya, bersusah payah naik ke atas lubang kelinci, jalan keluar mereka.
 
Gama berjinjit untuk memudahkan Lizy merangkak naik.
 
3 detik, Lizy telah berada di atas ventilasi. Gadis itu menjulurkan tangan ke bawah, meminta Gama meraih tangannya.
 
“Ayo kak, Lizy tarik.”
 
Gama tersenyum ringan, mana mungkin badan sekurus itu bisa menariknya.
 
Lagipula Gama bisa naik sendiri tanpa bantuan.
 
Tapi sebelum itu ada hal yang harus laki-laki itu lakukan.
 
Tugas terakhirnya….
 
“Kamu ngerangkak aja terus sampai keluar lubang ventilasi. Kalau nggak salah kamu bakal tembus di halaman belakang, belum aman sih tapi setidaknya perampok-perampok itu pasti cuman ada dalam rumah, nggak nyebar ke halaman soalnya takut ketahuan. Lagian ada banyak polisi di luar, mereka pasti langsung ngelindungin kamu.”
 
Lizy mengerutkan kening, bingung. Kenapa Gama berbicara seakan-akan cowok itu akan membiarkannya pergi sendiri?
 
“Ayo, kak. Lizy tarik. Tangan lizy pegel nih ngejulur terus..”
 
Gama sekali lagi tersenyum, ia meraih tangan Lizy, memijat lembut tangan kurus itu.
 
“Maafin kakak ya? Udah bikin Lizy pegel..”
 
Lizy tambah bingung, kenapa kakaknya ini banyak drama sekali??
 
Brak!!
 
Lemari terdorong ke depan beberapa senti, Lizy menoleh panik sedangkan Gama tetap santai memijat tangan Lizy.
 
Lizy menarik tangannya dalam satu kali sentakan. “Kak Gama! Naik cepetan!! Mereka bakal masuk!!”
 
Gama lagi-lagi tersenyum, ia memandangi wajah Lizy lekat-lekat, wajah adiknya.
 
Lizy tertegun, Gama memang tersenyum, tapi… kenapa senyumnya terasa sesakit ini?
 
Lizy mengusap air matanya, mengapa ia menangis lagi??
 
Gama memungut penutup ventilasi yang tadi di jatuhkan Lizy, memasangnya kembali dengan rapat, menulikan telinganya atas teriakan-teriakan marah dari Lizy. Lizy menggedor-gedor pintu ventilasi yang tak mampu terbuka kembali. Gama memasangnya terlalu kuat.
 
Tunggu, kalau Gama memasang pintu ventilasi ini, bagaimana laki-laki itu naik nanti?
 
“Kak Gama….” Lizy merintih. Gama di bawah tersenyum sekali lagi, senyuman paling tulus yang pernah ia berikan, senyuman terakhir.
 
Gama meletakkan telunjuk di depan bibir, mengisyaratkan Lizy untuk diam.
 
Lizy menggigit bibir, apa yang hendak Gama lakukan??
 
Lizy melihat Gama berjalan menghampiri pintu, menendang lemari sampai tergeser beberapa senti yang membuat pintu dengan cepat menjeplak terbuka, dua orang perampok yang bersenjata berhamburan masuk.
 
Gama melemaskan tubuh.
 
Baiklah…
 
Dia harus memenangkan pertarungan ini karena ia tau bahwa ini akan menjadi pertarungan terakhirnya.
 
Pertarungan demi melindungi orang yang paling berharga baginya.
 
Lizy membungkam mulutnya, menahan isakan menyaksikan Gama yang bertarung dengan tangan kosong dengan para perampok itu.
 
Sesaat Gama terlihat menguasai pertarungan, tapi karena merasa terpojok, salah satu perampok itu memutuskan menarik pelatuk, menembakkan peluru yang menembus pundak Gama.
 
Lizy bahkan tak sanggup lagi menahan jeritannya menyaksikan darah merembes keluar dari kemeja kakaknya. Gama yang menyadari bahwa Lizy bahkan belum beranjak pergi, menggeram marah.
 
“PERGI BODOH!!”
 
Gama berteriak, ia panik. Cowok itu tak akan bisa melindungi Lizy jika cewek keras kepala itu tetap tak beranjak dari tempatnya. Lizy lebih panik, ia tak tau harus melakukan apa.
 
Dimana semua polisi? Kenapa mereka tak berani masuk??
 
Lizy mulai merangkak, mengikuti jalan ventilasi, ia harus memanggil bantuan!!
 
Ia harus membawa bantuan kemari dan menolong kakaknya.
 
Sementara itu Gama dengan sekali tarikan menghantamkan salah satu kepala perampok di depannya berkali-kali sampai Gama tak tau apakah ia telah membunuh seseorang .
 
Dor!!
 
Argghhh…
 
Gama berlutut, kali ini betis kirinya yang tembus peluru. Ia mengerang menahan sakit.
 
Dengan kekuatan tersisa, Gama melemparkan salah satu kayu di dekatnya,  mengenai senjata dalam pegangan perampok yang menembaknya dari belakang tadi. Senjata itu terlempar beberapa meter.
 
Gama menendang perampok tersisa dengan kaki kiri sampai terbanting jatuh. Laki-laki itu merangkak, memungut senjata api yang terlempar di dekatnya, menarik pelatuk ke arah perampok yang masih berusaha berdiri, peluru tembus tepat di jantungnya.
 
Mati..
 
Gama terkekeh, sekarang ia benar-benar adalah seorang pembunuh.
 
Gama berdiri, menyeret kaki kirinya, berjalan menuju pintu.
 
Ahh…Sekalian saja ia menghabisi semua yang berpotensi mengejar adiknya kan?
 
~~~
 
Lizy menyibak semak-semak di depannya. Sekejap gadis albino itu terkesiap menyaksikan lalu lalang kendaraan di depannya.
 
Jalan raya.
 
Bagaimana ia bisa sampai di sini?
 
Lizy kembali berlari. Bantuan!! Ia harus mencari bantuan untuk Gama.
 
Lizy melihat sekelompok polisi yang tengah melakukan razia di seberang jalan, tanpa berpikir dua kali cewek itu berlari menyebrangi jalanan.
 
Bantuan!! Ia harus mencari bantuan!! Bantuan untuk kak—
 
“LIZY!!!!!!!!”
 
Eh??
 
Itu suara Raga..?
 
TIINNN!!!!!!!!!
 
BRAK!!!!!!!
 

La Lizyona (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang