_Tiada yang lebih sakit dari merengkuh sebuah amarah..._
AKU merasa hari ini waktu tak berpihak padaku, jalannya begitu lambat. Beribu doa dan mantra aku ucapkan agar mentari segera tergelincir, namun sia-sia, aku merasa waktu dan mentari ikut serta mengejekku. OSPEK yang aku harapkan jadi kenangan berkesan dalam loncatan kehidupanku, malah menjadi sarana yang mempertontonkan kesialanku.
Tadi, setelah sesi istirahat makan selesai, si Brengsek Denis masih berteriak saat memanggilku. "WOY BANCI! Tugasmu sekarang, kumpuli sampah-sampah bekas makanan di kelompokmu. Pisahin mana sampah kering mana sampah basah!"
Dan sebelum aku mengumpulkan sampah seperti yang diperintahkannya, aku membutuhkan hampir dua puluh menit mencari kantungan plastik untuk memuat sampah-sampah itu. Denis memerintahkanku untuk mencari sendiri saat aku memintakan itu padanya. Aku akhirnya mendapatkan kantungan plastik itu setelah berkeliling dari satu panitia ke panitia yang lain; setelah dioper ke sana ke mari oleh sekumpulan cowok yang aku yakini kaki-tangan si Brengsek. Dan yang paling menjengkelkan adalah ketika aku terpaksa 'mengobok-obok' bekas kotak nasi yang jumlahnya puluhan untuk memilah jenis sampahnya. Saat tanpa sengaja aku melakukan kesalahan, misalnya salah mengidentifikasikan sampah berupa kemasan air mineral yang masih ada atau tidak ada bersisa air; atau saat aku melewatkan kotak nasi untuk aku periksa isinya, Denis akan memarahiku dengan bentakan yang cenderung tak wajar. Aku tak akan menyebutkan kalimat kotor apa saja yang dilontarkannya tadi, mengingatnya saja sudah membuatku mual.
Dan kali ini, hal yang tak terduga diinginkannya padaku, sesaat setelah aku memberitahukan tak ada lagi kantung plastik.
"Aku akan kasih kantongan tambahan, asal-" ucapnya dengan mata penuh kelicikan, "kamu mau nyium salah satu temanmu."
Aku membelalak tak percaya.
"Pipi doang. Lagian kamu juga pasti doyan kok." Dia tersenyum membuatku muak, "berhubung lu BAN-CI," dia menekankan kata pada akhir kalimatnya seakan berusaha merendahkanku, "Aku minta kamu untuk cium ... cowo."
"APA?" spontan aku bertanya dengan hampir berteriak.
Apa sih maunya nih orang? Dasar gila!
Aku merasakan minat sebagian besar di sekelilingku menajam dengan gamblang.
"Gila kamu, Nis!" ucap salah satu teman Denis yang memakai tindikan di salah satu telinganya.
"Bukan ospek namanya kalo nggak gila-gilaan," balas Denis kepada temannya itu. Lalu dia kembali berkata padaku, "tenang! Aku bakal pilihin yang cakep kok. Spesial buat kamu." Denis mengakhiri kata-katanya dengan tawa yang mengejek.
Aku tak mengiyakan keinginannya, tapi aku juga tak bereaksi untuk menentangnya, sehingga aku hanya bisa diam tak tahu harus merespon apa.
Setelah mencari-cari wajah yang sesuai dengan target yang dia mau, Denis menunjuk seseorang yang berdiri di belakang barisan. "Kamu ke mari!"
Aku terkaget saat melihat siapa yang berjalan menghampiri kami. Astaga! Ini benar-benar yang namamya sudah jatuh ketimpa tangga, jatuhnya di kubangan lumpur lagi. Dia cowok yang menabrak bahuku tadi. Apes!
"Hem. Pas banget namanya nih, 'Koboy Mesum'," kata Denis saat membaca nama dada pada cowok itu.
Aku bisa melihat wajah tak suka dari cowok itu. Jelas saja! Cowok mana yang bakalan suka jika harus dicium oleh cowok juga; di depan umum pula.
"Banci! Gimana? Cakep 'kan? Kamu bakalan gak rugi deh," Denis terkekeh.
Oke! Cowok yang berdiri di hadapanku ini memang sangat tampan. Yah! Perpaduan antara lokal dan interlokal gitu. Sepertinya dia berdarah campuran: terlihat dari bentuk hidung dan warna matanya yang agak kecoklatan senada dengan warna rambutnya. Tapi tetap saja tak pernah terbayangkan olehku mencium seorang cowok.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANOTHER LOVE STORY
Aléatoire"... Ketiadaan sesuatu pada dirimu bukanlah ketidaksempurnaan, karena ketiadaan itu adalah cara Tuhan untuk membuatmu menjadi sempurna ...." Setelah kematian kakak perempuan satu-satunya, Melvin memutuskan tinggal bersama kakak iparnya, Arjuna-yang...