Cari

9 1 0
                                    

"Mau sampai kapan?"

Sampai tawa yang dulu berubah menjadi semu, ia masih duduk di sana. Memandang ketidakpastian. Terlalu asing, bahkan mentari pun enggan menyapanya.

"Apanya?" setidaknya ia bersuara.

"Memangnya kamu bisa dapat apa yang kamu mau kalau kamu cuma duduk diam di sudut kamar sialan ini setiap harinya? Tolong keluar, cari sebentar,"

Sena mengambil foto di depannya, seorang dalam pelukan bunga-bunga. "Saya harus mencari apa, Kara?"

"Kesejatian. Kamu sudah sejauh ini. Sena yang kukenal nggak akan menyerah secepat ini, kan?" gadis yang dipanggil Kara itu mendekat, menghampiri sudut ruang tempat Sena bertahta.

"Apa sejati itu?" katanya, "Bagaimana saya bisa mencari kalau tidak tahu apa yang dicari?"

"Kamu cuma mementingkan diri sendiri dan nggak mau tahu tentang dunia, Sena, kamu egois."

Sena beranjak. Baru kali ini Kara berpikir ucapannya didengar. Tapi, "Kalau saya nggak egois, saya bisa mati karena terus-terusan menuruti mereka yang seenaknya sendiri. Kamu bilang saya harus bahagia, lalu kenapa waktu saya sudah merasa begitu kamu datang marah-marah di kamar saya?"

"Sena, bukan begitu maksudnya, kamu—" Kara tercekat. Lidahnya kelu.

"Mereka nggak berhak atas hidup saya, pun kamu, Kara. Kalau mereka benci saya, nggak ada ruginya di saya. Saya nggak hidup dari belas kasihan para manusia tidak tahu diri itu."

Hari ini, Kara menyerah. Temannya telah kehilangan sang 'Semesta'.

My Random LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang