Send
Sena menyentuh tombol kirim di ponselnya. Ia baru saja mengirimkan waktu dan alamat cafe yang akan ia tuju kepada orang yang akan ia temui, malam nanti. Semoga saja langit tidak mengacaukannya, pikir Sena.
Musim panas sudah usai. Kini waktunya sang Barsha bertahta, memerintah sepenuhnya atas bumi. Menurunkan hujan semaunya tanpa aba-aba, tidak peduli akan manusia yang sibuk menyumpahserapahi dirinya.
Sena juga begitu. Ia akan memusuhi langit kalau sampai sang Barsha turun dan ia tidak bisa bertemu Ranu.
Pria itu, seseorang yang pernah memiliki tempat di hati Sena sebelum akhirnya mereka berakhir. Ranu masih berani 'mengusik' hidupnya, namun Sena tidak menggubrisnya. Dan, ketika sudah dua bulan ini Ranu berhenti mengganggu Sena, Sena merasa ... hampa.
"Harus aku akui kalau aku rindu kamu, Ranu," gumamnya sambil menatap ke luar jendela.
-
Sudah hampir pukul tujuh malam. Sena bergegas pergi. Ia cukup senang karena tidak ada tanda-tanda turun hujan malam ini—atau mungkin belum."Sena!" seseorang memanggil namanya.
"Halo, Kara," orang itu teman Sena, Kara. Cafe ini miliknya. Sengaja Sena pilih tempat ini karena tidak jauh dari tempat tinggalnya yang sekarang dan juga ada seorang teman, jadi Sena tidak merasa terlalu takut.
"Jadi ketemu Ranu?"
"Iya."
"Mau aku temani sampai Ranu datang?" tawar Kara. Ia tahu, Sena tidak begitu nyaman di tempat ramai sendirian.
"Enggak usah, aku nggak apa-apa. Pasti nggak lama, kok,"
"Kamu bisa chat aku kalau kamu butuh aku, Sena, aku pasti datang. Aku sama sekali nggak keberatan." ujarnya.
"Terima kasih, Kara, kamu baik." Kara berbalik dengan senyum lembut.
Sena bersama strawberry smoothienya menunggu. Menunggu ketidakpastian karena sejak ia mengirimkan pesan siang tadi Ranu sama sekali tidak membalas pesannya, bahkan untuk sekedar menanyakan perihal apa Sena memintanya datang.
Bukan typical Ranu, dia pasti datang. Pikir Sena sampai jam menunjukkan pukul sebelas malam dan Kara menghampirinya untuk memberitahu bahwa waktunya untuk tutup, meski Kara tidak keberatan untuk menunda jam tutup dan menunggu sampai Ranu tiba.
Tapi Sena menolaknya. Ia menengadah ke langit dan menyadari kalau sebentar lagi hujan akan turun. Sena tidak ingin merepotkan Kara, jadi ia memutuskan untuk pulang.
"Aku antar, ya?"
"Kara, kamu tahu rumahku cuma tiga ratus meter dari sini. Cuma dekat. Aku bisa sampai ke rumah lebih dulu dari kamu, hehe," Sena tersenyum.
"Cepat-cepat, ya, sebentar lagi hujan." Sena mengangguk.
Delapan menit kemudian, ia menyesal tidak menerima tawaran Kara untuk mengantarnya pulang. Sekarang hujan mulai turun dan di depannya ia melihat Ranu, bersama seorang gadis sedang memakai hoodie abu-abu Ranu.
Sena dapat melihat Ranu tersenyum lebar sedang si gadis memasang wajah kesal, dan jemari mereka berkaitan. Mereka setengah berlari menyusuri jalan kemudian berbelok ke arah lain dan menghilang.
Hujan semakin deras. Sena masih berdiri di sana, di bawah lampu jalan yang temaram. Di bawah hujan yang membasahinya sebelum air mata.
Tidak, Sena tidak akan memusuhi langit karena bukan Barsha yang mengacaukan rencananya. Yang Sena tunggu tidak datang, malah datang ke tempat lain. Bukan salah alamat, bukan salah hujan, bukan salah siapapun.
Dia memang tidak ingin datang ...
KAMU SEDANG MEMBACA
My Random Life
RandomOne shoot story, beberapa kejadian yang pernah terjadi di hidup saya dan saya adaptasi.