Untuk kamu, yang bayangnya mulai buram di pikiranku.
Kamu pasti kecewa jika tahu bahwa aku mulai lupa rupamu. Salah siapa tidak pernah mengizinkan aku untuk merindu lebih dalam, apalagi menciptakan temu.
-
"Kenapa? aku bisa tunggu kamu selama apapun kamu mau,"
"Aku nggak mau buat kamu menunggu. Itu bikin kamu sakit,"
"Aku nggak akan sakit cuma karena perkara itu. Kamu pikir, aku selemah itu?"
"Na, Aku jahat. Aku nggak cukup baik buat kamu. Yang lebih baik dari aku pun banyak. Kamu boleh mencari tambatan lain, aku lepas kamu."
"Cowok lain banyak, tapi kamu cuma satu. Aku bener-bener nggak minat buat cari yang lain. Gimana kalau aku tetap menetap, dan menunggu seselesai urusan kamu?"
"Kamu dan keras kepala kamu. Pergi, Na. Kamu butuh izin buat rindu aku, dan aku nggak memberikan itu ke kamu."
"Ya, baiklah. Itu jadi urusanku sekarang."
"Jadilah gadis baik, God bless you ... ."
-
Dia benar-benar pergi. Lagi-lagi aku kehilangan alasan untuk memperbaiki kenakalanku.
Maka, ketika kamu bertanya-tanya mengapa aku kini kembali berteman dengan cermin, mestinya kamu tahu jawabannya.
Aku tak pernah punya pegangan. Bahkan orangtuaku pun tak pernah merangkul aku ketika peganganku lepas.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Random Life
RandomOne shoot story, beberapa kejadian yang pernah terjadi di hidup saya dan saya adaptasi.