31 | Strange

933 127 19
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Hari ini seperti malam petaka bagi June. Dengan kondisi kafe yang lengang, ditambah dirinya yang harus terjebak berdua bersama Julio di kasir, June merasakan bahwa ada ketegangan yang tak kunjung padam. Julio seolah membangun tembok besar di antara mereka, menolak June untuk kembali hadir ke dalam kehidupan lelaki itu.

Sejak kemarin, Julio benar-benar memberi jarak yang terbentang lebar di antara mereka. Berkali-kali June berusaha menghubungi lelaki itu, namun Julio selalu mendial panggilannya terus-menerus. June pikir, lelaki itu akan luluh dengan cepat, tetapi rupanya Julio bahkan seolah membuang jauh nama June dari dunianya.

June membuang napas berat, memandangi Julio yang terasa jauh dari jangkauannya. "Julio, tangan lo kenapa?"

Julio tidak membalas, dirinya justru melengos malas untuk mencuci tangan. Lelaki itu jadi teringat luka yang ia buat kemarin. Memang pada saat itu, Julio merasa abai dengan rasa sakit di tangannya. Seperti mati rasa, luka robek dan memar di seluruh bagian tangan Julio seakan tak pernah ada.

"Lo pasti nggak langsung obati luka-luka lo 'kan?" tanya June khawatir. Ia tahu, ini adalah tindakan yang cukup berani setelah insiden kemarin. "Julio, luka lo bakal lama sembuhnya kalau dibiarin gitu aja."

Masih belum ada jawaban. June dengan nekat beranjak mendekati lelaki itu, meski ia sadar bahwa ada ekspresi tidak bersahabat yang Julio layangkan padanya. Kedua mata Julio menyorot dingin, memilih untuk memandang ke arah pengunjung di setiap sudut kafe dibandingkan memandang sepasang mata redup milik June.

"Julio," panggil June lagi. "Gue boleh liat tangan lo—"

"Jangan sok peduli," sentak Julio, lantaran June menyentuh punggung tangannya. "Kita udah nggak ada urusan apa-apa."

"Ada," sela June dengan suara bergetar. "Lo belum memutuskan hubungan yang kita bangun. Gue berhak peduli sama lo, di luar apa yang terjadi di antara gitu."

"Ms. Collins." Julio menyahut dingin, mengangkat sebelah tangannya untuk menunjuk wajah June dengan jari telunjuk. "Kalau lo sadar hubungan kita masih berjalan selama ini, kenapa lo mempermainkan perasaan gue, June?"

"Gue sama sekali nggak bermaksud mempermainkan perasaan lo, Julio."

"Nggak bermaksud?" Julio tertawa sarkas. "Oke, lo nggak bermaksud mempermainkan gue. Karena seharusnya gue nggak akan tau apa yang kalian berdua lakukan kalau gue nggak datang pagi itu. Iya, 'kan?"

"Gue mabuk malam itu, Julio."

Dalam sekejap, Julio melunturkan tawanya. Ia memandang June tak percaya, kemudian menggelengkan kepalanya dengan bibir terkatup rapat. Mabuk, ya? Bukankah wanita itu sendiri yang mengatakan bahwa dirinya tidak pernah minum? Kebohongan apa lagi yang Julio dapat sekarang?

"Mabuk? Sejak kapan lo jadi terbiasa minum?" tanya Julio datar. Suaranya terdengar rendah dan menikam. "Atau sekarang lo mulai menunjukkan sisi asli lo itu ke gue? Gue mengenal lo sebagai cewek baik yang perlu gue lindungi, June. Tapi setelah mendengar ucapan lo barusan, ternyata gue salah."

Something in Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang