|| 1.4

10 5 0
                                    

Changbin mencoba membaca situasinya saat ini. Siapa yang mengejarnya dan apa yang sudah dilakukannya? Jawabannya mungkin bisa dijawab oleh orang yang berlari tak jauh di depannya.

"Ini belok kemana?!"

"Mana aku tahu!" Tanpa menghentikan laju larinya Changbin belok ke arah kanan. "Ikuti aku!"

Alhasil sekarang Seungmin berlari di belakangnya. Tapi tak beberapa lama kemudian pemuda itu berhasil menyejajarkan lagi. Changbin harus akui dirinya kalah balap lari.

"Waduh!"

Jalan buntu. Seungmin tersenyum paksa melihat keterkejutan Changbin, "Kau berkomplot dengan mereka, ya?"

"Aku tidak tau jalan sini."

"Tapi kau berlari seolah kau yang membuat jalan ini!"

Suara tawa memecah kepanikan Changbin dan Seungmin. Keduanya lantas berbalik dan melihat tiga lelaki berpakaian serba hitam itu mengepung mereka. Kalau saja tangan kosong mungkin Seungmin bisa melawan dengan kemampuan beladirinya. Tapi tiga lelaki itu bersenjata tajam, terlebih luka tangannya yang belum sembuh.

"Ini yang terjadi malam itu. Mereka orang-orang yang sama. Dua diantaranya jago Taekwondo dan bersenjata tajam." Seungmin menjelaskan ketika melihat Changbin mengambil kuda-kuda, "kau punya bekal ilmu bela diri?"

"Tidak. Aku hanya merasakan pegal di bagian paha. Lama tidak berlari seperti di kejar anjing."

"Aku hanya perlu Kim Seungmin." Salah satu dari laki-laki itu bersuara. "Maksudku membunuh Kim Seungmin."

Changbin menegakan tubuhnya dan berkata santai, "Astaga, kenapa tidak bilang dari tadi. Kalau begitu akan jadi lebih mudah."

Seungmin terbelalak heran. Rasanya dikhianati ternyata sakit sekali.

"Kau tega membiarkan mereka membunuhku?"

"Aku tak punya urusan denganmu. Lagipula aku juga masih mau hidup." Changbin menepuk pundak Seungmin bersahabat, "sudahlah. Kita memang tidak saling mengenal dari awal."

"Hey, tapi bagaimana bisa kau bertindak seperti ini?" Seungmin menahan tangan Changbin yang hendak pergi. "Kau yang seorang psikopat, ya?"

Tapi Changbin menatapnya tajam. Seungmin tidak bisa menerjemahkan maksud tatapan itu. Tapi Changbin benar soal mereka yang tidak saling mengenal dan sepertinya pemuda itu merasa kesal.

"Kau yang membawaku ke jalan buntu ini. Jika aku mati, kau juga termasuk orang yang membunuhku." Seungmin tetap mencoba meyakinkan Changbin. "Aku tadi berniat belok ke kiri, serius."

Changbin mengembuskan napas jengah, "Aku akan pura-pura tidak tau."

"Kau bisa pergi, Bung. Akan ada eksekusi mati di tempat ini." Laki-laki lain yang berpakaian serba itu bersuara. "Menyingkirlah sebelum kami berminat untuk melenyapkanmu juga."

"Tapi nyawa anak itu tidak ada harganya," sahut rekannya yang sedikit lebih kurus. "Tapi jika organ dalamnya dijual akan sangat menguntungkan juga."

Ketika ketiga laki-laki itu sibuk menertawakan nasib mangsa mereka. Changbin berbisik pada Seungmin, "Tunggu aku memprovokasi mereka."

Seungmin ragu untuk merasa lega atas penuturan Changbin. Posisinya sangat genting sekarang. Seungmin bahkan memprediksikan jika salah satu dari orang yang mengincarnya memegang pistol.

"Aku sama sekali tidak ada kaitannya dengan Kim Seungmin. Aku ingin pergi." Changbin melepaskan pegangan Seungmin secara paksa dan berjalan untuk melewati komplotan di depannya.

Namun baru dua meter ia berjalan seseorang melepas peluru yang nyaris mengenai kakinya. Tapi Changbin berpikir itu memang disengaja meleset.

"Kami masih berpikir untuk melepaskanmu atau tidak. Tolong jangan buru-buru."

Hwang Hyunjin. Changbin yakin salah seorang yang baru membuka topeng mukanya itu adalah buronan yang menggegerkan kota belakangan ini. Meskipun rambutnya sudah dicat warna pirang. Wajah itu cukup melekat di ingatan Changbin.

"Rasanya aku tidak pernah berurusan dengan orang seperti kalian." Seungmin membuka suara sementara langkahnya maju untuk kembali menarik Changbin. "Siapa kalian?"

"Aku menerima kontrak dari seseorang. Tawarannya cukup menarik. 100 juta untuk kepalamu, Kim Seungmin." Hyunjin menatapi pistol di tangannya. "Ada orang yang punya masalah denganmu dan tidak bisa menyelesaikannya sendiri sehingga memerlukan bantuan kami."

"Siapa?"

Hyunjin mengangkat bahu acuh, "Itu bagian privasi klien kami."

"Apa kita bisa selamat?" bisik Changbin. "Aku punya ide."

Seungmin menoleh sejenak pada suara di belakangnya dan menutup mata agak lama.

"Aku akan membayarmu dua kali lipat jika kau melepaskan kami dan memberitahuku siapa orang yang menyuruh kalian."

"Menarik. Tapi," Hyunjin memandang Seungmin remeh, "ada nyawa yang harus dibayar dengan nyawa."

"Aku tidak pernah membunuh siapa pun."

Kekehan meluncur dari mulut sang lawan, "Coba diingat-ingat lagi. Mungkin kau lupa. Ingat masa sekolah dan teman-temanmu dulu."

Seungmin mencoba mengingatnya. Dia mengingat pada seorang anak laki-laki yang terjatuh dari lantai 3 sekolah menengah pertama. Tapi Seungmin tidak tau kenapa anak itu bisa terjatuh.

"Kau sedang dipengaruhi, Seungmin. Sadarlah." Lagi-lagi Changbin berbisik. "Aku punya ide untuk keluar dari situasi ini."

"Hwang Hyunjin, sialan! Aku mencarimu kemana-mana!"

Suara ini. Changbin seperti pernah mendengarnya. Lalu ketika matanya menangkap sosok itu. Changbin merasa sedikit lega.

Si miskin itu. Bangchan. Pemuda itu datang menyelamatkannya. Tiba-tiba salah satu dari orang bertopeng itu menarik Hyunjin untuk pergi.

Changbin mulai berpikir Bangchan adalah imigran gelap yang bermasalah dengan sindikat tertentu.

[]

ᴇɴᴛʀᴀɴᴄᴇ || ꜱᴇᴏ ᴄʜᴀɴɢʙɪɴTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang