Changbin menggeledah isi dompet lelaki yang masih terbaring di atas sofa. Dia hanya bermaksud mencari identitas. Kalau ada banyak helaian won di sana, mungkin dia akan menyelundupkan barang sehelai atau dua helai saja. Itu tidak akan terlalu mencurigakan tentunya.
Tapi ternyata dompet itu kosong dari segala bentuk uang. Hanya ada beberapa kartu dan secarik foto berisi dua orang lelaki yang saling merangkul. Salah satu lelaki itu tentu saja orang di depannya.
"Hei, Bung. Apa yang kau lakukan dengan dompetku?"
Changbin menoleh ke sumber suara, menggedikan bahu, lalu lanjut mengunyah telur rebusnya dan menunjukan foto di dompet dengan acuh.
"Pacarmu?"
"Aku bukan homoseksual."
Sejak kecelakaan tadi malam, Chan tidak pingsan. Dia akhirnya meminta menumpang mandi dan tidur saja. Lukanya ringan. Hanya lecet di kedua telapak tangan yang sudah mengering sejak semalam dibersihkan dan diberi obat merah. Itu hanya kecelakaan kecil. Sepeda yang menabrak tumpukan sampah dan Changbin yakin Chan tidak mendarat sekaligus ke aspal.
"Tadinya aku ingin mencopet."
Kedua alis Chan bertaut heran sementara Changbin menyimpan dompet ke meja dengan keputusasaan yang tercetak jelas di wajah ovalnya.
Lancang.
"Untuk membeli menu sarapan yang lazim," lanjutnya dengan kunyahan telur yang belum ditelan, "memangnya kau mau sarapan dengan mie instant?"
"Kau tidak punya telur lagi?"
Kepala Changbin menggeleng, "Aku tidak bertelur maupun beranak."
Chan belum mengenali Changbin dengan semua pola pikirnya yang menyimpang. Tentu saja dia cukup terkejut mendengarnya. Ketimbang merasa terhibur karena kalimat itu mirip guyonan, Chan justru semakin keheranan.
"Hanya ada mie."
"Ada apa saja di dalam kulkasmu?"
Mata Changbin bergerak melihat ke langit-langit, seolah sedang mengingat-ingat sesuatu yang berbobot dan sepertinya, berjumlah banyak.
"Mendinginkan air putih."
"Apa lagi?"
"Itu saja."
Chan mendengus.
"Jadi, Chan. Ah, apa kau keberatan aku memanggilmu begitu?"
"Bagus. Aku lebih suka dipanggil nama saja. Di Australia, sepupuku yang jauh lebih muda tujuh tahun dariku selalu memanggilku Chan."
Oh, benar. Dari kartu nama yang sempat dilihatnya sebentar tadi, Changbin mendapat sedikit informasi. Bang Chan lahir pada 3 Oktober 1997 di Sydney, Australia. Cukup. Karena Changbin mengambil banyak perhatian pada foto di dompet.
"Jadi namamu pasti tidak hanya itu saja, bukan?"
"Ya, aku lahir dengan nama Christopher Bang."
"Menakjubkan!" Changbin terperangah, "jadi aku bisa memanggilmu dengan yang lain?"
"Seperti apa?"
"Opher?"
Chan buru-buru menggeleng. Ini pertama kali baginya mendengar nama panggilan seperti itu dan kedengarannya benar-benar tidak bagus. Sangat tidak bagus. Changbin seperti mengatakan over dengan pengucapannya. Dia pemuda yang payah.
"Chan lebih baik. Jadi, namamu siapa?"
"Seo Changbin."
"Dan kau lebih muda berapa tahun dariku?"
"Hanya dua." Changbin mengangkat tangan kanannya dan membentuk simbol peace. "Iya, dua. Aku 1999."
"Kau tidak punya roti?" Chan tidak bisa menahan rasa laparnya. Dia terbiasa sarapan pagi tepat waktu dan ini sudah lewat setengah jam.
"Jadi kenapa dompetmu kosong begitu?" Changbin menatap jengah, entah kenapa merasa kesal, pada dompet cokelat lepet di atas meja. "Aku bermaksud membeli roti untuk kita jika ada uang di dalamnya."
Chan mendesis. Ingatannya tentang kejadian semalam berputar kembali dengan jelas. Dia kalah berjudi dan melihat Hwang Hyunjin hingga memilih untuk mengejarnya.
Iya, Hwang Hyunjin. Pemuda yang menjelma sebagai tambang emas bagi Chan selama mengenal dunia perjudian. Tapi, semua itu sudah berlalu. Hyunjin kabur setelah diduga terlibat dalam kasus pembunuhan berencana yang menewaskan sepasang kekasih di sebuah hotel.
"Ah, bajingan itu sepertinya benar-benar si pelaku pembunuhan."
Mata Changbin melirik tajam pada Chan yang baru menggerutu, "Apa aku tidak salah dengar? Kau bilang, pembunuhan?"
"Iya. Hwang Hyunjin terlibat dalam kasus yang menggegerkan kota kemarin malam."
"Dia temanmu?"
"Ya, kami sangat dekat sebelumnya."
Changbin bangkit berdiri. Wajahnya menatap tidak suka pada Chan. Oh! Changbin sangat benci harus terlibat dalam suatu tindak kriminalitas meskipun hanya mendengarnya.
"Kau bisa pergi secepatnya, Chan. Aku sibuk hari ini."
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴇɴᴛʀᴀɴᴄᴇ || ꜱᴇᴏ ᴄʜᴀɴɢʙɪɴ
Fanfictionᴄʀᴏɪʀᴇ ᴄʟᴜꜱᴛᴇʀ ᴘʀᴏᴊᴇᴄᴛ "petunjuk harus disusun agar kejahatan bisa dipecahkan." ᴄʀɪᴍᴇ - ʜᴜᴍᴏʀ ᴡʀɪᴛᴛᴇɴ ʙʏ ᴀɴxʏɴᴏᴍᴏᴜꜱ