02

4 5 0
                                    

  Tenda reyot itu seukuran photo-box dengan gaya sirkus abad-20, konsep dalamnya sesuram festival rumah obake. Paling banyak bisa menampung tiga orang. Madam sudah tinggal sejak usia sepuluh tahun. Seingatnya, ia diasuh oleh seorang biarawati. Entahlah, Madam sudah tua. Ingatannya tak baik.

Masalahnya, sekarang dia tak bisa tidur di-kandangnya yang sudah empat puluh tahun setia menemani, hanya karena perkara ramalan yang jauh di luar dugaan. Sesekali, tiang penyangga berdecit. Angin malam di musim gugur membuatnya terlalu sering begadang dan ia merasa ini faktor utama ramalanya selalu meleset.

Lupakan, ramalan mengenai gadis 'boing-boing'—seingatnya bernama Katha— sangat jauh dari apa yang bibirnya ucapkan.

"Tidak mungkin, ramalanku tidak sesuai ekspetasi." Madam menutup mata, mencoba tidur di saat satu-dua kucing-anjing mulai bertengkar tidak jauh dari tendanya, dekat bak sampah. Biasa, perkara lawan jenis.

Tapi, ramalan itu terbaca dengan jelas; ini pertemuan pertama kita ...

... dan tidak akan jadi yang terakhir sebelum aku 'berhasil'.

***

"Katha, aku tahu kau pecandu tren dan itu selalu gagal. Hanya saja, aku tak menyangka kau berani memotong rambutmu hingga pitak sebelah."

Melalui layar daring yang terpampang cerah, Kim, salah seorang sepupu Katha yang paling tidak tahu diri, menahan tawanya yang sebentar lagi akan meledak. Katha membuang napas pasrah. "Aku tak peduli! Besok akan kulapisi dengan banyak kupluk."

Katha menguap liar, benaknya kalut akan banyak hal disaat Kim berkata akan kembali beberapa menit setelah selesai memandikan anak kakaknya. 

Dua puluh menit lalu, setelah mendapat ramalan dari Madam, Katha menarik rambutnya hingga rontok beberapa helai. Ia menendang pintu rumah, mencari gunting, menjambak rambut panjangnya dan mencacah semuanya tanpa perencanaan.

Dan sekarang, ia tidak menyesali perbuatannya. Kim muncul dari layar, menyembur Katha dengan tawa berdahak.

"Kau kebanyakan ngemil es."

"Dan kau terlalu hobi overthinking." Kim baru sadar anak kakaknya mengikuti ia masuk ke kamar. Ia mengangkat bayi lelaki usia satu tahun itu naik ke atas kasur, kepala mereka menyembul dari layar. Si bayi tertawa. "Ayo, sapa Nenek."

"Aku masih dua puluh dua, Almarhumah."

"Tapi kau pitak."

"Sialan." Kim tertawa. "Lihat, Kun sepertinya suka dengan tren rambut barumu."

Mengabaikan ejekan Kim, Katha menghangat saat Kun tertawa begitu riang. Saat melihatnya, Katha merasa ingin masuk ke dalam tubuh bayi polos itu. Hidup tanpa banyak berpikir, hidup tanpa banyak khawatir. Kadang, hanya itu yang orang perlukan agar tetap waras.

Satu lagi; tak kecanduang film biru.

"Kimberli Sayang, ini darurat dan maaf, aku harus mematikan ini. Senang bicara denganmu, selamat tinggal." Secara sepihak, panggilan lewat layar daring terputus. Laptop Katha menampilkan layar hitam sesaat. Detik berikutnya, bunyi erang-desah mengisi seluruh penjuru kamar.

JAV. Katha selalu meng-khatamkan film biru Jepang minimal sehari semalam. Setiap ia melihat aksi di luar nalar yang masuk ke kedua kornea bulatnya, Katha tak merasa apa-apa. Satu hal yang Katha kagumi dari kecanduannya, ia tak pernah merasa terangsang.

Katha menumpahkan 'kegelian'-nya dalam sebuah media yang disebut kertas. Dan sejak delapan belas tahun lalu, Katha sang 'novelis erotis' dua puluh satu plus-plus sudah lahir.

KATHARSIS [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang