"Barusan tadi aku lihat seseorang, dia bukan orang jahat, kan?"
Alih-alih mendengar suara bayi tuyul yang bermain di bawah sana—mereka hanya dapat dilihat oleh Madam—atau pun gemercik air yang menetes, membasahi beberapa suvenir khas toko peramal yang juga sudah setua Madam, wanita itu jauh lebih heran; kenapa Katha datang lagi ke tendanya?
Yah, habisnya, dia juga sudah tahu. Ramalannya tempo hari lalu memang tidak salah dan dia harus bersiap-siap. Kemarin, dia tidak cukup tidur hanya untuk membuat beberapa perisai atau sekadar menempel jimat di beberapa tempat, paling banyak sekitar lima meter dari luar tenda.
Semua ia lakukan hanya untuk mengusir Katha. Setelah beberapa tahun, kejadian di mana Madam menolak kebenaran ramalannya, terjadi lagi. Saat melirik mata gadis di depannya, Madam baru sadar; Katha bukan orang yang bisa dirasuki. Artinya, dia tidak mudah untuk diusir oleh sebuah jimat.
Jimat terlalu ringan, apa aku harus beli bom?
"Madam?" Katha bersyukur wanita tua ini tak banyak tanya soal kupluknya.
"Yah, dia bukan orang jahat. Setidaknya, orang jahat tidak mungkin punya wajah cantik."
"Kenapa begitu?"
"Ketimbang menjadi penjahat, mereka lebih memilih jadi model. Gajinya juga sejauh langit dan bumi. Kenapa dia harus susah-susah mengotori tangan jika bisa berjalan dengan sepatu tinggi bersama wajah manis?" Dan ini adalah kalimat terpanjang yang Madam keluarkan dari lidahnya setelah sekian lama hanya mampu merenung.
"Sekarang apa?" Madam mengambil hakpen, melanjutkan beberapa rajutan. Hanya hobi, jika ada beberapa klien yang datang untuk diramal dan tertarik rajutan bonekanya, Madam tak pikir panjang untuk menjual. "Kau ingin mengajakku nonton film dewasa lagi? Biar kutebak, kita menyewa satu bioskop dan kau bakal memutarnya hingga volume maksimal."
"Tidak! Aku kepo dengan manager salon yang berada di tiga toko dari sini?"
Madam mengangkat alis. "Maksudmu Jenn?"
"Bukan perempuan dengan kerutan di kening itu! Maksudku, managernya! Laki-laki aneh yang Jenn katakan punya kecanduan berpakaian seperti wanita!" Katha menggebu dan penuh semangat.
Jarum jam berdenting dan salah satu dari mereka tidak ada yang bergerak lidahnya. Madam membuat single crochet yang baru. Kepalanya menggeleng. "Seingatku hanya ada Jenn di sana."
"Madam benar-benar tidak kenal manager salon tersebut?"
"Sepertinya tidak." Madam terbatuk di saat Katha menghembus napas lelah. "Kau ... tidak kuliah?"
"Aku asisten dosen, benar-benar murni asisten dosen, jadi hanya datang saat dosen membutuhkanku. Dan, yah, satu lagi pekerjaan rahasiaku." Katha melihat kiri-kanan tenda reyot yang hanya menampung mereka berdua. "Aku ini novelis."
"Apa itu novelis?"
"Madam tidak pernah dengar istilah 'novelis'?"
"Apa kau pernah dengan istilah 'Bibbidi-Bobbidi-Boo'?"
"Tidak."
"Sama denganku. Aku tidak tahu apa itu novelis karena aku bukan novelis." Ia mengakhiri argumen konyolnya dengan perasaan lega. "Orang tua yang sedari kecil sudah diajar untuk berteman dengan ular tentu tidak begitu tahu banyak soal dunia luar, Sayang."
Untuk tak memperumit masalah, Katha beri Madam kuliah singkat mengenai novelis dan tugas para novelis terkhususnya.
"Sekarang aku mengerti kenapa jimat tidak berfungsi untukmu," bisik Madam yang membuat Katha bingung. Ia mencoba menguak apa maksud kata-kata itu, tapi Madam adalah pengalih isu terbaik. Setidaknya di tenda reyotnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
KATHARSIS [ON GOING]
Adventure__________ Katha (22 tahun), Asisten seorang Dosen Bahasa. Nekat membuat cerpen fantasi- erotis saat kelas tiga SD, ia tidak lagi diterima dibangku persekolahan karena dianggap berdosa. Orang tuanya tidak peduli bahkan saat Katha sudah mengenal film...