"Ini gubuknya Madam si peramal?"
Wanita kepala lima dengan bibir mengapit rokok itu sudah bosan hidup. Biasanya, setelah pukul sebelas malam, tenda reyot yang jadi rumah kecil sekaligus tempatnya mencari nafkah sebagai peramal harus tutup. Menghembus rokok, wanita alias sang Madam mengangguk, melipat papan promosi toko ramalnya yang sudah setua ia. Beberapa tulisan tak bisa dibaca, tulisan tersisa yang masih dapat dibaca malah tak sedap didengar. Siala—
"Jadi ini gubuk Madam si peramal?"
"Anak muda, aku sudah mengangguk. Apa kau buta?"Dia memutar mata. "Dan ini bukan gubuk."
"Syukurlah. Aku berhasil menemukanmu." Perempuan dengan mata sipit di hadapan Madam tersenyum—beberapa orang rabun akan menafsirkan cengirannya sebagai ajakan menantang maut. "Aku ingin mengajakmu menonton film dewasa."
Madam sudah sering bertemu pelanggan aneh. Tahun kemarin, seorang pegawai kantoran, pria dengan usia—dilihat dari kerutan keningnya, yang berpikir cara ampuh mana agar utang rumah lunas, sepertinya dia dua puluh tiga tahun—meminta untuk meramal bagaimana hubungannya dengan seorang wanita.
Ramalan mengatakan ia selingkuh, namun Madam menyimpan fakta kalau lelaki inilah yang selingkuh dengan sesama jenis. Seminggu kemudian, dia datang untuk menyembur wajah Madam dengan darah babi yang ia beli secara ilegal, karena faktanya jauh lebih buruk dari ramalan; wanita pria ini selingkuh, dengan wanita lain.
Lalu sekarang apa? Puan muda dengan gen Cina, bertubuh kecil, rautnya seperti orang lapar, dan bermata sipit, mengajaknya menonton film biru?
"Nak, kaubutuh berapa?"
"Apanya?"
"Aku bersedia membayarmu pulang ke tanah asalmu. Sekarang katakan, Cina, Jepang, Korea? Atau barangkali, Neraka? Sebut saja. Akan kulempar kau ke sana. Segera." Menginjak puntung rokok, Madam masuk tenda reyot. Tangannya yang tua itu berusaha menyatukan sayap tenda untuk ia lilitkan ujung talinya pada tiang.
Tapi, gadis kecil ini menghalangi niatnya.
"Madam, aku tahu perbuatanku terkutuk. Aku terkesan kau tidak menghardikku."
Anak perempuanku saja pelacur, kenapa pula aku harus menghardikmu?
"Kau tahu aku dari mana?"
Kelu bibir gadis kecil ini untuk melanjutkan celotehnya. Madam diam-diam melirik, dipikir-pikir, perempuan ini tidaklah 'gadis kecil'. 'Boing-boing' itu sudah mengatakan segalanya. Dia dua puluh tahun, ramalanku tak meleset.
"Aku, aku tidak tahu." Perempuan melesat masuk ke dalam tenda reyot tanpa izin Madam yang hanya bisa menghembus napas. Peraturan tak tertulis; siapa pun orang asing yang masuk tenda Madam tanpa paksaan, berarti ada hal penting yang ingin dibicarakan.
"Saat keluar dari Universitas Akerima, kakiku langsung berjalan tanpa otakku bisa memberitahu apa yang terjadi. Saat sadar, aku sudah sampai di depan sini. Di tendamu." Ia duduk di sebuah kursi kecil yang, jika kalian masuk tenda, benda itulah yang pertama kali terlihat. Percayalah, tenda ini tak seperti milik anak Pramuka, ini jauh lebih kecil.
"Dan sekarang kau tahu apa yang membawamu ke sini."
"Aku ingin mengajakmu menonton film dewasa," beonya tanpa rasa sungkan.
"Kemasi barangmu, aku dengan senang hati akan membayar perjalananmu ke Neraka sekarang juga." Madam benar-benar serius, ia sudah mengambil beberapa ramuan dan buku mantera pemanggil iblis. Gadis kecil masih tak sungkan.
"Madam ... namamu siapa—"
"Nak, kau mencari apa?" Ketika Madam berbicara dengan nada paling lembut, otak setiap klien-nya akan terpancing. Alih-alih mendengarkan pemilik, otak lebih senang mendengar bujuk rayu Madam. Ini satu kemampuannya; sugesti tanpa rasa sakit. Madam melakukan ini saat ia sudah lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
KATHARSIS [ON GOING]
Adventure__________ Katha (22 tahun), Asisten seorang Dosen Bahasa. Nekat membuat cerpen fantasi- erotis saat kelas tiga SD, ia tidak lagi diterima dibangku persekolahan karena dianggap berdosa. Orang tuanya tidak peduli bahkan saat Katha sudah mengenal film...