Arshaka sedang menerangkan mata kuliah Dasar Ilmu Politik pada mahasiswa semester awal. Sebagai asisten dosen, ia menggantikan Zoya yang sedang mengadakan seminar di auditorium kampus. Ini sudah menjadi tahun keempatnya menjadi asisten dosen. Padahal, ia sudah sempat berhenti menjadi asisten setamatnya dari kuliah. Hanya saja, Zoya terlalu mengandalkannya.
Awalnya, ia menjadi asisten Zoya—dosen Ilmu Politik—hanya dengan mengandalkan kepintaran yang dimiliki. Usai menamatkan kuliah, ia pun mengajar di sebuah lembaga bimbingan belajar. Tak bertahan lama, karena Zoya selalu mengusiknya untuk kembali menjadi asisten. Zoya merupakan dosen yang sibuk dengan segala aktivitas di luar kampus dan butuh orang yang dipercaya untuk menggantikannya mengajar. Arshaka menyanggupi permintaan tersebut setelah bernegosiasi mengenai upah.
Ruang belajar begitu tenang. Tidak ada yang berbicara atau pun berbisik. Semua atensi terfokus pada Arshaka—entah pada yang diajar atau pada paras tampannya. Pun, Arshaka tidak segan menghukum mahasiswa yang bermain di kelasnya. Baginya, kedisiplinan adalah hal utama, termasuk dengan menghormati siapa yang berbicara di depan.
Di depan pintu, Chessy mengintip Arshaka. Ia sedang memperhatikan lelaki yang menjadi target taruhannya. Chessy memperhatikan Arshaka dari ujung rambut hingga ujung kaki. Rambut hitam yang tersisir rapi, wajah yang terdapat bintik-bintik hitam di bagian pipi, serta rahang yang tegas. Bibirnya tak pernah tersenyum, tapi suara yang dikeluarkan terdengar berkharisma.
"Kenapa aku malah melihatnya secara detail dan memuji lelaki itu?" Chessy mengibas angin di depan wajahnya. "Kalau bukan karena si kembar, nggak akan mau aku buang waktu ngintilin si Manusia Patung."
Jam mengajar sudah selesai. Para mahasiswa mulai keluar satu per satu dengan tertib. Tidak ada yang berani merusuh jika masih berada dekat dengan Arshaka. Melihat Arshaka keluar dari kelas, Chessy pun mengikuti langkah Arshaka dari belakang sambil menggigit ujung kuku. Ia bingung, kata apa yang harus diucapkannya untuk memulai percakapan.
"Hai, Pak," sapa Chessy dengan senyum garing.
Arshaka abai. Ia tetap mengambil langkah menuju ruangan di ujur koridor. Chessy berusaha menyejajarkan langkah biar diketahui keberadaannya oleh Arshaka.
"Pak, saya boleh tanya-tanya tentang mata kuliah tadi nggak?"
Arshaka berhenti dan memandang ke arahnya sekitar lima detik. Arshaka tidak mengerti mengapa mahasiswa yang tidak mengikuti kelasnya menanyakan hal demikian.
Goblok! Aku, kan, udah mahasiswa tingkat akhir. Ngapain juga nanya mata kuliah anak semester dua, rutuknya dalam hati.
"Pak, kalau semisal nanti saya mendapat kesulitan di akhir-akhir kuliah, saya boleh minta tolong Bapak?" Chessy kembali bertanya sambil mengimbangi langkah besar Arshaka.
Mereka sudah tiba di depan ruang dosen. Arshaka membalikkan badan dan menjawab ringan, "Kamu bisa meminta bantuan pada dekan. Beliau lebih punya kekuatan."
ZONK!!! Chessy terkulai dengan bahu yang menurun. Matanya menatap tak percaya pada lelaki yang baru saja masuk dan mengabaikannya. Kedua tangannya diremas geram dengan gigi yang gemeretak. Sesaat kemudian, ia memicingkan mata pada lelaki yang di dalam sana sedang membolak-balikkan sebuah buku.
"Dasar patung!" umpatnya.
Chessy mengambil arah yang berbeda dan berjalan dengan kekesalan yang terlihat jelas dari caranya menarik napas; tak beraturan serta begitu memburu. Ia menuju kedua sahabatnya yang dapat dipastikan kini sedang bercengkrama di kantin. Ia akan dengan tegas mengaku kalah dan tidak melanjutkan tantangan ini. Baru hari pertama saja, ia sudah makan hati. Hal ini begitu melukai dirinya yang tidak memiliki perasaan apa pun pada Manusia Patung tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Dare to Love
RomansaEND 🍁Romance🍁 Chessy, mahasiswi yang dituding sebagai "Perempuan Sejenis" oleh teman sekampusnya ditantang untuk mendapatkan hati Arshaka sebagai bukti bahwa ia adalah perempuan normal. Mendekati Arshaka bukan hal yang mudah sebab ia seorang asist...