Air mataku jatuh bercucuran. Bagaimana tidak? Aku didiagnosis akan meninggal dalam waktu 1 bulan. Ashton? Dia terpaku tak bergerak sama sekali setelah mendengar kata dokter itu. Selama 1 bulan, aku harus dirawat di rumah sakit ini. Dua orang suster mengantarku untuk melakukan registrasi perawatan. Aku melihat Ashton mengucapkan sesuatu kepada dokter itu.
Ashton
"Sembuhkan dia, dok. Apapun caranya, bayarannya, selamatkan dia." Air mataku aku biarkan menetes. Aku menahan tangisku ketika ada Isabelle, aku tidak mau dia bertambah sedih.
"It can't heal, i'm so sorry." Jawab dokter itu lalu dia meninggalkanku. Aku keluar dari ruangan itu dan mencari kamar 214, kamar Isabelle dirawat.
Gadis itu sedang menelpon ayahnya dengan air mata yang tidak berhenti keluar dari matanya yang indah. Aku mengusap air mataku lalu menghampirinya dengan senyuman yang kubuat-buat. Dia menoleh ke arahku. Entah kenapa, aku ingin sekali memeluknya tapi--
Dia memelukku duluan.
Isabelle memelukku.
Aku mendekapnya erat, membiarkannya menangis didalam pelukanku. Membiarkan kausku basah oleh air matanya.
Dia melepasku.
"Bibi dan pamanku akan datang satu jam lagi. Ayahku dan Harry akan ke New York besok. Kau bisa pulang." Ucapnya masih terisak.
"Aku sudah bilang aku akan menemanimu." Aku mendesaknya dengan suara hampir berteriak. Dia malah menangis lagi sambil memegang infus yang ditusukkan di tangan kirinya.
"Isabelle, aku mencintaimu, aku ingin kau tahu itu." Aku menatapnya dalam sambil mengusap air matanya. Dia mengangkat sebelah alisnya.
"Maksudmu?" Tanyanya. Dia terlihat bingung. Padahal jelas-jelas aku bilang aku mencintainya, dia masih tidak mengerti.
"Aku mencintaimu. I love you. Te amo. Ich liebe dich. Je te aime. Want you to be mine. Understand?"
Isabelle meneguk ludahnya lalu mengangguk perlahan.
"Jadi kau mau?" Tanyaku.
"Mau apa?" Isabelle menggaruk hidungnya, dia lucu sekali.
"Jadi pacarku?" Aku nyengir, berharap dia menjawab 'iya'. Tapi, harapanku tidak dikabulkan, Isabelle menggeleng.
"Kenapa?" Aku menatapnya dengan wajah bingung. Apa aku jelek? No, Ashton, kau tampan.
"Aku tidak mencintaimu dan lagipula aku akan mati." Isabelle mengalihkan pandangannya.
"Don't say that." Aku membentaknya agak keras. Antara sedih dan kesal saat dia ngomong kalau dia tidak mencintaiku dan saat dia ngomong dia akan mati.
"Kau bukan siapa-siapa. Jangan menyuruhku. Pulanglah." Isabelle menatapku sinis. Sikapnya berbeda drastis. Aku pun menuruti perintahnya walaupun tidak ikhlas. Kenapa dia langsung menjadi galak begini?
a/n
Sisa 2 chapter:') keep vomments
KAMU SEDANG MEMBACA
switched ➸ afi [completed]
FanfictionCerita tentang tragedi tertukarnya ponsel Ashton dan Isabelle.