Hapred.
Hari ini adalah hari pertama bagi seorang siswi bernama Alula itu bersekolah di SMA Cakrawala. Dimana SMA yang isinya hanya orang-orang dari kalangan atas.
Tidak, tidak, bukan berarti Alula juga dari golongan kelas atas. Ia hanya anak panti yang kebetulan mendapatkan keberuntungan bisa sekolah di SMA ini. Ah, keberuntungan atau kesialan?
Gadis cantik itu terus memandangi tubuhnya di depan cermin. Seragam yang melekat di tubuhnya tidak jauh beda dengan seragam sekolah luar negeri, pikirnya.
Rambut sebahu yang ia gerai sangat cocok dengan rok hitam baju putih yang di balut rompi hitam itu sudah melekat di tubuhnya.
"Lula, gak mau sekolah disana." Gumamnya lalu berjalan keluar menghampiri ibu panti dan juga anak-anak yang lain.
"Cantik sekali anak, Bunda." Ucap ibu kepala panti, tak lain adalah Ibu Sri.
"Iya, kakak cantik banget." Sahut anak laki-laki berumur sekitar 8 tahun.
"Ahhaha, makasih, Bunda, Leo." Ucapnya sambil mengusap rambut anak kecil bernama Leo itu.
"Kalo gitu, Lula berangkat dulu ya, Bunda." Pamitnya sambil meraih tangan Bu Sri dan mencium nya.
"Tunggu sebentar, Bunda mau ngambil sesuatu dulu." Ucap Bu Sri sambil berjalan menuju kamarnya.
"Bunda mau ambil apa, kak?" tanya Leo.
Alula menggeleng pelan. "Engga tau, bunda kan gak bilang."
"Oh, iya." Ucapnya sambil terkekeh kecil.
"Leo belum sarapan, kan? Sarapan sama bareng sama yang lain." titah Alula.
"Kalo gitu, Leo sarapan dulu ya, kak." Ucapnya sambil menghampiri beberapa anak panti lainnya.
Panti yang Alula tempati memang bukan panti besar, hanya panti sederhana yang berisi sembilan anak kecil, tiga pengurus panti, dan tentu saja dirinya. Bentuk pantinya pun tidak seperti umumnya, panti ini ada sebuah rumah sederhana milik Bu Sri yang mana sengaja ia jadikan panti, karena beberapa alasan. Salah satunya dia kesepian karena tidak memiliki anak, dan suaminya sudah meninggal.
Alula sendiri bisa tinggal disini karena dulu, katanya mama nya menitipkan kepada dirinya kepada Bu Sri. Entah karena apa.
Tapi sampai sekarang, mama kandung nya tak pernah mencarinya, atau mungkin belum sempat mencari.
Tapi Alula tidak sedih sedikit pun. Ia bahagia tinggal di panti, walau bukan bersama keluarga kandungnya. Namun, tentu saja itu akan lebih indah jika bersama keluarga kandungnya, ia hanya sedang berusaha bersyukur saja.
"Ini," Ucap Bu Sri membuat Alula, kaget.
"Eh, apa ini Bunda?" tanyanya.
"Bekal untuk sekolah, kamu." Jawab Bu Sri sambil menyodorkan uang sebesar limapuluh ribu.
"Gak usah, Bunda. Lula punya, lagian ini terlalu banyak kalau cuman buat sekolah." Tolak Alula.
"Uang yang kamu punya, simpan. Siapa tau suatu saat kamu membutuhkan. Kalo uang ini kebanyakan bisa dipakai dua atau tiga hari kan? Ambil ya, Lula."
Alula tersenyum sedih, merasa jika dirinya hanyalah sebuah beban. Tapi Lula juga bahagia, Bu Sri begitu menyayanginya, padahal ia bukan anak kandungnya. "Terimakasih, Bunda. Kalo gitu Lula berangkat dulu, ya. Assalamualaikum." Pamitnya.
•••
"Huh"
Semenjak Alula menginjak wawasan sekolah, ia terus saja menghela nafas tanpa ada niatan untuk masuk.
Banyak siswa/i yang berlalu lalang masuk gerbang, bahkan banyak dari mereka membawa kendaraan sendiri, seperti motor ataupun mobil.
Setelah beberapa menit mendekati waktu pelajaran, Alula baru bergegas memasuki kawasan sekolah nya.
Ah, pantas saja banyak yang ingin masuk sekolah kesini, bangunannya begitu megah dan kawasan nya sangat luas. Cocok untuk manusia kelas atas, tapi bagaimana dengan Alula.
X IPA 1, itulah tujuan nya sekarang. Tempat yang akan ia tempati untuk satu tahun ke depan, dan tempat mendapatkan ilmu lebih banyak lagi dari sebelumnya.
Sepanjang jalan, orang-orang terus saja memperhatikannya, membuat nya merasa tak percaya diri dan berjalan dengan menunduk hingga bisik-bisik para siswa terdengar.
"Itu anak beasiswa yang lagi di bicarakan?"
"Katanya anak beasiswa itu anak panti."
"Baru pertama kali, gue liat anak beasiswa cantiknya kayak anak model."
"Gue ragu, apa secantik dia bakal tetep di bully Arkan?"
Alula menghentikan langkahnya setelah mendengar kata bully.
Apakah ia akan menjadi sasaran para pembullyan?
Tapi, siapa Arkan?
Mencoba menghiraukan, kemudian kembali berjalan mencari kelasnya hingga terlihat sebuah ruangan dengan tulisan X IPA 1, di atas pintunya.
Kelas yang semulanya ramai, kini tiba-tiba hening saat Alula memasuki kelas.
Walaupun beberapa menit lagi masuk, tapi seluruh anak IPA 1 sudah kumpul di ruangan.
"Kenapa pada diam, sih. Alula kan jadi gugup." Batin Alula.
"Lo, siapa?" celetuk salah satu seorang siswi yang duduk di belakang.
Ketahuilah, bahwa sekarang Alula tengah di tatap oleh seluruh kelas.
"Lo si anak beasiswa?" celetuknya lagi yang di jawab anggukan oleh Alula.
"SERIUS?"
Alula terkesima saat semua orang bertanya secara barengan.
"Alula salah kelas ya?" tanyanya memberanikan diri, sepertinya teman sekelas nya baik-baik.
"Engga kok, benar. Ayok masuk ngapain diam di ambang pintu." Ucap siswa tadi sambil menghampiri Alula.
"Salam kenal, Rere si bintang sekolah." Ucapnya sambil menyodorkan tangan di hadapan Alula.
Alula terkekeh kecil, canggung lebih tepatnya. "Alula, anak pindahan beasiswa dari SMA Pelita kelas sepuluh." Jawabnya.
"Gue udah tau, ayok gue kenalin ke sekelas." Ucap Rere sambil membawa Alula ketengah kelas.
"Woy, anak baru mau kenalan." Ucap Rere sedikit berteriak, padahal semua sudah tau.
Alula tersenyum kikuk, "Halo, salam kenal, Alula anak pindahan beasiswa dari SMA Pelita kelas sepuluh." Ucapnya memperkenalkan diri.
"Kalo ada yang mau tanya, nanti aja udah istirahat, sebentar lagi masuk, soalnya." Ucap Rere lagi.
"haha, Rere udah mirip guru, aja." Celetuk seorang siswi.
"Lo duduk sama gue, kebetulan gue duduk sendiri, ayo." Ucap Rere sambil mengaitkan tangannya dengan tangan Alula.
"Lo gapapa, kan duduk di belakang?" Tanya Rere.
Memang benar, mereka duduk di paling belakang. Sebenarnya Lula tidak masalah sih, mau duduk di mana saja, yang penting ia nyaman.
"Enggak apa-apa." Jawab Alula.
"Hei, kenalin nama Cia, Cia." Ucap siswi yang mengatakan bahwa Rere mirip seorang guru. Siswi yang duduk di depannya.
"Hai, salam kenal, Alula." Jawab Alula sambil tersenyum manis.
Kemudian senyum Alula luntur saat teman sebangku Cia menghadapnya dengan wajah datar.
"Nana, namanya doang yang imut. Mukanya kayak tembok." Ucap Cia membuat siswi bernama Nana itu menatapnya tajam.
"Nana, lo gak perlu takut, gue gak gigit." Ucapnya dengan wajah datar. Namun beberapa detik setelahnya, seorang guru masuk dan memulai pelajaran nya.
•••
TBC...Gak jelas ya? Haha, maaf aku baru belajar.
Semoga kalian suka.^^
Jangan lupa tinggalkan jejak, tsym!

KAMU SEDANG MEMBACA
Alula {On Going}
Teen FictionAlula adalah seorang anak panti yang kebetulan mendapatkan beasiswa ke sekolah yang di tempati anak-anak orang kaya semua. Awalnya sekolah nya berjalan dengan lancar, tapi setelah ia dengan salah satu siswa di sana, ia menjadi sering mendapatkan bul...