"Tumben pulang telat, biasanya hari sabtu kan cuma setengah hari."
Rose tak berkeinginan membalas Hyuka yang menyambut dirinya setiba sampai di rumah. Dengan langkah kaki yang lemas, dia melesat masuk begitu saja, membiarkan Hyuka yang berjalan mengekorinya.
Jam kantornya ketika weekend memang berbeda dengan hari-hari biasanya. Kalau hari biasa, jam 5 sore Rose baru bisa check clock untuk pulang. Sementara hari sabtu, Rose hanya bekerja untuk setengah hari saja, alias jam makan siang Rose sudah boleh check clock pulang.
Tapi untuk hari ini, Rose telah menggunakan hari bersantainya menjadi hari seperti biasanya. Ya benar, Rose pulang ke rumah jam 5. Tak kaget, Hyuka—sang adek sekarang ini tampak bingung.
"Kok lemes?" Hyuka kembali bertanya-tanya. Tipe orang yang tak peduli ketika lawan bicaranya hanya diam saja.
Rose menggeleng lemah sebelum akhirnya dia menjatuhkan diri di atas sofa dan berakhir menutup wajahnya dengan lengannya sendiri.
Hyuka pun ikut memperhatikannya lama. Masalahnya, kakaknya itu terlihat aneh dari biasanya.
"Kak?!"
Baru saja Hyuka ikut merebahkan diri di sofa yang sama dengan Rose, dia dibuat terkejut dengan tangannya yang tak sengaja menyenggol lengan Rose.
Suhu tubuh Rose sangat panas. Meski hanya duduk di samping Rose saja, Hyuka dapat merasakan panas dari tubuh Rose.
"Kamu sakit, kak?!"
Cukup berisik memang. Kalau sebelumnya Hyuka berbicara dengan nada yang biasa, barusan Hyuka berteriak kencang sampai-sampai membuat Rose membuka matanya dan berdecak kesal.
"Tapi serius, badan kakak panas."
"Iya, kayaknya gara-gara capek. Daripada itu, kamu berisik banget bikin tambah pusing."
Hyuka tertawa lalu menggeleng berkali-kali tanda tak setuju dengan apa yang dikatakan Rose barusan.
Sakit tetaplah sakit, dan dengan begitu tulus Hyuka menaruh punggung tangannya di dahi Rose. "Bisa juga ketularan demamnya Suvy."
Huft, benar juga.
Menyinggung nama anak itu, Rose menjadi semakin pusing tak karuan. Pasalnya anak tersayangnya itu sudah hampir 5 hari demam, dan sampai hari ini belum terlihat tanda-tanda kesembuhannya juga.
Jujur, Rose juga merasa lelah.
Merawat orang sakit, apalagi itu anak kecil memang terkadang berakhir dengan emosi sendiri. Rose mengalaminya, dia sampai beranggapan bahwa tiap jam makan dan minum obat serta juga jam tidur anaknya, dia menjadi sosok orangtua yang jahat.
Mau bagaimana lagi, Suvy selalu menangis dan menolak untuk minum obat. Pernah sekali saat Rose memberinya obat, Suvy malah memuntahkannya dan memukulnya. Siapa yang tidak emosi kalau seperti itu?
"Kemana sekarang Suvy?" Rose bertanya lemah.
Hyuka menarik napasnya sebentar dan menggaruk kepalanya, "Udah tidur anaknya."
Rose ikut menarik napasnya juga, menunjukkan dia senang dan lega mendengar apa yang dikatakan Hyuka barusan. Ya, berarti malam ini dia bisa istirahat.
"Tapi tetep aja..." Rose menoleh dengan tatapan bingung menunggu Hyuka yang sudah mengeluarkan tiga kata itu, namun malah tak berlanjut.
Oh.
Rose baru ingat sekarang. Mungkin Hyuka kualahan seharian mengurus Suvy, apalagi anak itu suka meminta aneh-aneh ketika sakit.
"Jadi, Suvy masih nangisin Soobin?"
Hyuka mengangguk membalasnya.
Detik itu juga Rose memejamkan matanya dan memijit pelipisnya. Sebisa mungkin dia tak akan kaget menerima jawaban yang sama setiap dia pulang dari kerja, tapi tetap saja dia merasa semakin pusing dan ingin sekali marah. Mau sampai kapan seperti ini terus?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate Does Exist | Soobin ft. Rose
Fanfiction"Kalau gitu gue minta tiap kita ngomong, kita nggak perlu pake saya-kamu, gue-lo, atau aku-kamu lagi." "Kita ganti itu semua jadi, ayah bunda." Cerita umum tentang Bundanya Suvy, Suvy, dan Om Soobin _____ [Update ketika gabut, Edisi liburan] No.1 ko...