"Kok lo bisa-bisanya nggak liat jalan sih, Ji?""Ya namanya juga kecelekaan anjir, ya mana ada yang tau."
Soobin mengacak rambutnya gusar, antara khawatir bercampur kesal melihat Yeji berselonjor di atas ranjang UGD dengan luka yang lumayan banyak di lengan dan kakinya.
"Stress banget anjir, Eric mana?" Dia kembali bertanya, kali ini dia menunjukkan marahnya karena dia sedari tadi tak melihat keberadaan laki-laki itu.
Yeji membuang mukanya, "Dia hari ini persiapan buat sidang besok, gue nggak mau ganggu dia."
Soobin tak mau membalasnya, dia memilih ikut membuang mukanya ke arah lain dan meremas kuat udara yang ada di genggaman tangannya.
"Sorry, pasti lo lagi di perpus." Yeji melanjutkan suaranya yang membuatnya merespon dengan anggukan singkat.
Geez, dia memilih berbohong dan mengiyakannya saja. Bagaimanapun juga dia tak bisa menunjukkan emosinya di depan Yeji yang sedang terpuruk sekarang.
Huft.
Kenyataannya dia tak sedang ada di perpustakaan seperti yang diucapkan Yeji, tapi dia sedang ada urusan yang lebih penting dan dia membatalkannya begitu saja hanya karena Yeji meneleponnya.
Padahal sebelumnya dia sudah memberitahu Yeji dan Eric bahwa dia hari ini akan bertemu dengan dosen pembimbingnya untuk melakukan revisi pada skripsinya.
Tapi sepertinya Yeji melupakan hal itu.
Sebagai mahasiswa akhir juga seharusnya Yeji tahu kalau bertemu dengan dosen pembimbing itu lebih susah daripada ikut flash sale 12.12.
Eric yang mungkin sedang free dan rebahan di rumah, kenapa tak dihubungi juga? Aneh saja, kalau seperti ini bisa menimbulkan kesalah pahaman karena Yeji tak memberitahu laki-laki itu juga. Astaga
"Dokternya udah kesini, Ji?" Soobin mencoba mengubah suasananya.
"Udah."
"Apa katanya?"
Yeji melihat-lihat luka di lengan dan kakinya, "Kaki mau dijahit."
Ini lagi, awalnya Soobin khawatir sekali takut saja perempuan itu kecelakaan parah, tapi ketika dia hampiri, ternyata perempuan itu hanya luka ringan dan perlu jahit beberapa saja.
Ya, wajar saja satu-satunya perempuan di antara dirinya dan juga Eric. Begitu pikir Soobin agar dia tak terus marah karenanya.
"Tetap aja lo harus ngasih tau Eric." Soobin menjeda omongannya dan berjalan menghampiri Yeji. "Ayah sama Mama lo udah tau belum?"
Yeji menunduk cepat ketika merasakan tangan Soobin tiba-tiba membenarkan poni rambutnya.
"Jangan bilang lo belum ngasih tau mereka? Kebiasaan banget sih lo."
"I-iya nanti gue kabarin mereka elah."
"Lo itu udah gedhe anjir, nyusahin mulu idup lo." Soobin bergurau mengatakannya, ditambah lagi tangannya yang terus mengacak rambut Yeji.
Sudah biasa. Yeji dari dulu tak pernah berubah, Soobin selalu menjadi orang pertama yang dihubungi oleh perempuan itu. Padahal sudah berkali-kali Soobin mengingatkan bahwa yang pertama harus tahu adalah keluarga, lalu teman.
Dia hanya sohibnya, tidak lebih.
"Nggak pake ngacak-acak rambut gue juga kali." Ujar Yeji seraya menepis tangan laki-laki itu kesal. "Beneran abis ini gue nelpon Mama."
"Awas lo kalo nggak, lo pikir gue nggak ngerti kebiasaan lo?"
"Berisik anjir."
Soobin hanya tertawa kemudian menepuk punggung Yeji keras, "Gue tunggu di luar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate Does Exist | Soobin ft. Rose
Fanfiction"Kalau gitu gue minta tiap kita ngomong, kita nggak perlu pake saya-kamu, gue-lo, atau aku-kamu lagi." "Kita ganti itu semua jadi, ayah bunda." Cerita umum tentang Bundanya Suvy, Suvy, dan Om Soobin _____ [Update ketika gabut, Edisi liburan] No.1 ko...