London, 2017.
Menjadi seorang song writer utama dalam sebuah group bukanlah suatu yang mudah. Itu merupakan beban yang berat, lagu menjadi tolak ukur dalam kesuksesan sebuah group. Jika melodi yang dibuat terdengar kacau pasti itu akan menjadi Boomerang untuk si song writer itu sendiri bahkan bisa merusak popularitas group.
Pernah mendengar kisah tentang Kurt cobain seorang penyanyi, penulis lagu dan gitaris dalam band grunge dari Seattle, Nirvana. Ah kalian yang berkelahiran 2000-an tidak pernah mengetahui musisi legendaris seperti mereka. Kurt cobain ditemukan meninggal dunia pada 5 April 1994 karna bunuh diri akibat depresi berat hingga kecanduan obat-obatan. Kurt cobain sudah sempat di rehabilitasi namun dia lebih memilih kabur, entah untuk alasan apa Kurt lebih memilih melakukan demikian.
Karena ditulis oleh seorang tolol kelas berat yang jelas-jelas lebih pantas menjadi seorang pengeluh yang lemah dan kekanak-kanakan.
Surat ini seharusnya mudah dimengerti. Semua peringatan dari pelajaran-pelajaran punk rock selama bertahun-tahun.
Setelah perkenalan pertamaku dengan, mungkin bisa dibilang, nilai-nilai yang terikat dengan kebebasan dan keberadaan komunitas kita ternyata terbukti sangat tepat.
Sudah terlalu lama aku tidak lagi merasakan kesenangan dalam mendengarkan dan juga menciptakan lagu sama halnya seperti ketika aku membaca dan menulis.
Tak bisa dilukiskan lagi betapa merasa bersalahnya aku atas hal-hal tersebut. Contohnya, sewaktu kita bersiap berada di belakang panggung dan lampu-lampu mulai dipadamkan dan penonton mulai berteriak histeris, hal itu tidak mempengaruhiku, layaknya Freddie Mercury, yang tampaknya menyukai, menikmati cinta dan pemujaan penonton.
Sesuatu yang membuatku benar-benar kagum dan iri. Masalahnya, aku tak bisa membohongi kalian. semuanya saja. Itu tidak adil bagiku ataupun kalian.
Kejahatan terbesar yang pernah kulakukan adalah menipu kalian dengan memalsukan kenyataan dan berpura-pura bahwa aku 100 persen menikmati saat-saat di atas panggung.
Kadang aku merasa bahwa aku harus dipaksa untuk naik ke panggung. Dan aku sudah mencoba sekuat tenaga untuk menghargai paksaan itu, sungguh, Tuhan percayalah kalau aku sungguh-sungguh melakukan itu, tetapi ternyata itu tidak cukup.
Aku menerima kenyataan bahwa aku dan kami telah mempengaruhi dan menghibur banyak orang. Tapi, aku hanya seorang narsis yang hanya menghargai sesuatu jika sesuatu itu sudah tidak ada lagi.
Aku terlalu peka. Aku butuh sedikit rasa untuk bisa merasakan kembali kesenangan yang kupunya ketika kecil.
Dalam tiga tur terakhir kami, aku mempunyai penghargaan yang lebih baik terhadap orang-orang. Saking cintanya itu membuatku merasa sangat sedih.
Aku adalah Jesus man, seorang pisces yang lemah, peka, tidak tahu terima kasih, dan sedih. Kenapa kamu nggak menikmatinya saja? Nggak tahu.
Aku punya istri yang bagaikan dewi yang berkeringat ambisi dan empati dan seorang putri yang mengingatkanku akan diriku sendiri di masa lalu.
Penuh cinta dan selalu gembira, mencium siapa saja yang dia ditemui karena menurutnya semua orang baik dan tidak akan menyakitinya. Itu membuatku ketakutan sampai-sampai aku tidak bisa melakukan apa-apa.
Aku tidak bisa membayangkan Frances tumbuh menjadi roker busuk yang suka menghancurkan diri sendiri dan menyedihkan seperti aku sekarang.
Aku bisa menerimanya dengan baik, sangat baik, dan aku bersyukur, tetapi aku telah mulai membenci semua orang sejak aku berumur tujuh tahun. Hanya karena mereka terlihat begitu mudah bergaul, dan berempati.
Empati! kupikir itu disebabkan karena cinta dan perasaanku yang terlalu besar pada orang-orang.
Dari dasar perut mualku yang serasa terbakar, aku ucapkan terima kasih atas surat dan perhatian kalian selama ini.
Aku hanyalah seorang anak yang angin-anginan dan plin-plan! Sudah tidak ada semangat yang tersisa dalam diriku.
Jadi ingatlah, lebih baik terbakar habis, daripada memudar.
Itulah rangkaian bait kata tulisan tangan Kurt cobain yang ditemukan disaku celananya ketika jenazah laki-laki itu ditemukan.
Hugo menutup surat kabar itu sambil menghela nafas kasar, itu hanyalah salah satu nama dari sekian banyak nama musisi yang meninggal karna depresi. Hugo pernah berada diposisi itu depresi yang sulit dijelaskan oleh kata-kata. Tekanan demi tekanan, kritikan demi kritikan seakan mencekik dan memelintir leher Hugo secara perlahan, hingga berfikir kematian adalah jalan utamanya. Hugo harus membuang semua pemikiran seperti itu dia harus bangkit dia tidak mungkin tetap bergelung didalam lingkaran sesat itu.
Terdiam cukup lama di hadapan surat-surat kabar di era 90an Hugo melirik kearah percekcokan seorang pustakawan dengan salah satu seorang pengunjung perpustakaan. Oh ya apakah Hugo telah menjelaskan dia tengah berada dimana. Sepertinya belum, sekarang dia tengah berada di hamparan rak-rak lemari yang berisi ratusan buku tepatnya di British library .
Merupakan perpustakaan terbesar di dunia. Perpustakaan ini adalah perpustakaan riset utama, dengan koleksi lebih dari 150 juta item yang berasal dari berbagai negara, dalam banyak bahasa, dan format, baik versi cetak maupun digital. Item-item ini terdiri dari: buku, naskah, jurnal, koran, majalah, suara dan rekaman musik, video, manuskrip, paten, database, peta, perangko, seni grafis, dan gambar.
Koleksi Perpustakaan ini meliputi sekitar 14 juta buku. (terbanyak kedua setelah Perpustakaan Kongres Amerika Serikat), termasuk koleksi substansial naskah dan barang-barang sejarah yang berasal dari tahun 2000 SM.
Itulah alasan Hugo mengapa lebih memilih British library sebagai tempat pengasingannya dalam mencari inspirasi. Tatapan laki-laki itu masih terus tertuju pada seorang perempuan cantik yang menjadi pustakawan di British library. Bukan karena kecantikannya yang seperti boneka Barbie, membuat Hugo tidak dapat berkedip dan melepas tatapannya. Tapi lebih ke betapa perempuan itu memiliki daya tarik tersendiri untuk membuat kaki Hugo tanpa sadar melangkah menghampiri si perempuan itu.
Juliana
Itulah name tag yang tertera pada dada kanan pustakawan itu. Nama yang indah sesuai dengan tutur kata lembut dan senyuman manis dari tarikan sudut bibirnya.
"Hello Mr ?" Perempuan itu melambaikan tangannya didepan wajah Hugo.
Hugo tersadar dari lamunannya, " Ah maaf." Dia tersenyum kikuk sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Pengunjung perpustakaan yang tengah berdebat dengan perempuan itu telah pergi meninggalkan Hugo berhadapan dengan Juliana.
"Tidak apa, ada yang bisa saya bantu Mr ...?"
"Hugo." Jawabnya cepat, beruntunglah kesadaran Hugo kembali dengn cepat.
"Ada yang bisa saya bantu Mr Hugo?"
"Emmm." Hugo terdiam sambil memikirkan alasan apa yang dapat dia berikan untuk menjawab pertanyaan sang Pustakawan. Sepertinya kesadaran Hugo tidak kembali dengan sempurna.
" Cobalah di rak no 7 sebelah kanan rak kumpulan buku fiksi, kurasa itulah yang anda butuhkan saat ini ." Ucapnya lembut dengan senyuman manis yang tak pernah luntur dari wajahnya.
Ah sepertinya Hugo akan betah berlama-lama di tempat ini hanya untuk menatap wajah perempuan bernama Juliana itu. Tak ingin berlama-lama bertingkah bodoh di hadapan perempuan yang cantik jelita. Hugo melangkahkan kaki mengikuti arah yang diinstruksikan oleh perempuan itu.
Tibalah Hugo di sebuah ruangan yang terdiri dari jutaan rekaman audio musik mancanegara. Dahi Hugo berkerut dalam otak dia bertanya-tanya bagaimana perempuan itu tahu bahwa dia tengah mencari inspirasi untuk album terbaru grupnya.
Tak ingin berpikir terlalu rumit bola mata Hugo tertarik pada sebuah rak berisi jutaan bahkan ribuan piringan hitam. Tanpa sadar jari jemari tangan kanan Hugo menarik salah satu piringan yang terselip di antara tumpukan piringan lain.
Wings
Itu judul dari sampul album piringan hitam tersebut, semuanya berwarna putih tidak ada desain grafis yang unik seperti kebanyakan sampul album. Hanya seperti amplop polos tebal dengan tulisan judul berwarna Hitam Pekat. Tak ada yang spesial bahkan nama penulis atau penyanyi yang biasa tertera di sampul albumpun tidak tercantum disana.
Karna rasa keingintahuan yang tinggi Hugo membuka album itu secara perlahan. Bagai barang pecah belah yang seakan kena senggol dikit langsung pecah. Ketika jemari Hugo mulai menarik piringan hitam itu dari bungkusnya.
Drrrt
Drrrt
Drrrt
Dan berakhir dengan piringan itu kembali terbungkus rapi. Dengan cepat Hugo merogoh saku jaketnya untuk mencari sumber getaran itu berasal. Menggeser tombolnya hingga kemudian suara nyaring keluar dari benda pipih tersebut.
"Hugo ! " Teriak laki-laki bersuara serak itu.
"Apa?" Jawabnya sambil melangkahkan kakinya menuju pustakawan yang bertugas mencatat pinjaman buku dari pengunjung.
Hugo memang berniat meminjamnya entahlah apakah akan berguna sebagai inspirasi lagu terbaru group. Hugo merasa tertarik dengan album itu ingin mendengar melodi seperti apa yang terdengar dari piringan hitam ketika berputar pada Turntable.
"Sampai kapan kau aka mengasingkan diri, kembalilah Hugo aku tidak bisa tidur tanpamu."
Tuk
Hugo lebih memilih mengakhiri panggilan telepon tidak penting itu. Melvin memang orang yang amat menyebalkan jika Hugo meladeninya mungkin sampai malam dia akan tertahan di British library sambil mendengarkan suara serak Melvin. Hugo perlu membelikan ribuan katembat untuk membersihkan seluruh telinga pendengar yang mengatakan bahwa suara Melvin sangat indah.
"Hello Mrs bolehkah saya meminjam ini?" Menyerahkan piringan hitam itu pada seorang Pustakawan laki-laki yang tengah menata buku-buku sesuai dengan kategorinya.
Pustakawan laki-laki itu menerima piringan hitam yang disodorkan oleh Hugo. Sudut bibirnya tertarik lebar membentuk lengkungan yang lembut, matanya menatap nanar wajah Hugo seolah di telah menanti ratusan tahun untuk bertemu dengan peminjam piringan hitam itu.
"Kau bisa membawanya tuan, piringan hitam itu ditinggalkan oleh seorang perempuan muda disana. Saya berharap perempuan muda itu kembali untuk mengambilnya namun bertahun-tahun berlalu, perempuan itu tidak pernah datang kembali. " Menyerahkan piringan hitam itu kembali pada Hugo.
"Terima kasih tuan, jika perempuan muda itu kembali mencari piringan hitam ini. Anda dapat memberikan kartu nama saya!" Hugo menyerahkan sebuah kertas pipi kepada sang Pustakawan.
Pustakawan itu menerima kartu nama Hugo. " Saya berharap anda dapat menjaganya dengan baik."
"Tentu saja." Setelah berpamitan dengan pustakawan itu, langkah kaki Hugo dengan sedikit berlari dia keluar dari British library untuk mencari sebuah taksi.
Hugo sungguh sudah tidak sabar ingin memutar piringan hitam itu. Bagai seorang anak telah menemukan sebuah mainan yang dicari-carinya selama ini. Hugo menyetop sebuah taksi. Taksi itu berhenti di hadapannya, Hugo membuka pintu penumpang dan duduk dengan tenang. Setelah menyebutkan sebuah alamat taksi itu melaju dengan perlahan.
Sepeninggalan tertelannya tubuh Hugo oleh pintu besar British library. Pustakawan dengan name Tag Juliana mengngamit mesra Pustakawan laki-laki yang mengijinkan Hugo untuk membawa piringan hitam tersebut. Pustakawan laki-laki itu membalas kaitan tangan sang kekasih di lengannya dengan kecupan lembut di pucuk kepala.
"Bukankah kita dapat hidup dengan damai sekarang, kita dapat kembali ke kayangan. Tugas kita sudah selesai, ku harap keputusan kita tidaklah salah." Ucapnya sambil melangkah menuju pintu keluar perpustakaan.
Kaitan itu semakin erat, "Kau benar mikail terlalu lama mengurung tubuh Rossy."
Pustakawan laki-laki itu tertawa renyah. "Kau tahu sendiri Juli, Mikail kan patah hati karna Rose lebih memilih laki-laki keparat itu daripada menjadi ratu iblis."
Karna perbedaan tinggi badan Juliana hanya bisa menyandarkan kepalanya pada Lengan kekar sang pujaan hati. "Hugo adalah perantara untuk membalaskan dendam Roseanne pada Melvin."
"Semoga rencana kita berhasil!"
Cling
Mereka hilang tersapu Mr clean.Bersambung ....
Hugo
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DARKNESS OF LOVE ✔
Fanfiction[Roseanne Fantasy Series] Adam dan Hawa merupakan sepasang manusia yang tercipta pertama kali didunia. Kalian pasti tidak asing dengan sepasang kekasih ini, ceritanya begitu melegenda diceritakan dengan berbagai macam versi. Disini Aku tidak akan m...