Pukul 16.00 . Suara mobil dan motor dari depan rumah terdengar riuh. Sepertinya tamu yang banyak akan datang, aku membatin. Tamu yang tidak kuinginkan tentunya. Siapa lagi kalau bukan teman-teman Arin? Mengganggu ketenanganku saja gadis-gadis muda yang sudah kubayangkan akan bersikap centil pada Indra itu. Padahal saat ini Indra sedang fokus pada buku-bukunya. Sekedar memberitahu saja, tenang rasanya memandangi dia dalam keadaan jeniusnya itu. Tapi lihatlah, sebentar lagi semua akan digantikan keriuhan gadis-gadis muda itu. Huh.
Tak lama kemudian, ku lihat Arin berlari dari kamar menuju pintu. Tentu saja untuk membukakan pintu pada teman-temannya .
" Duh, Kakak. Temen-temenku udah di depan, tuh. Kok nggak dibukain pintu? " Arin mengeluh sebentar di depan kakaknya. Ups. Indra rupanya tak hanya membaca buku, tapi juga menikmati alunan musik dari Handphone nya. Baru ketika menyadari Arin ada di depannya, Indra membuka Headset yang semula bertengger apik di telinganya.
" Eh, kenapa Rin? " Indra bertanya sekaligus terkejut juga Arin ada di depannya
" Huh, pantesan aja . Udah ahh.." Arin terlihat enggan memperpanjang pembicaraan.
Pintu pun dibukakan. Oh Tuhan. Kali pertama aku datang dan menghadapi keramaian. Keramaian yang mungkin bisa membuat perasaan ku kacau sesaat .
" Hai guys! Yuk masuk-masuk. Aku udah nungguin tau dari tadi. Kok lama sih? " Arin menyapa teman-temannya ceria
" Iya maaf, Rin. Tadi beli makanan dulu soalnya " Temannya yang terlihat putih dan bermata sipit itu menyahut sambil mulai memasuki rumah
" Eh, ada Kakak ganteng! " Seorang teman Arin yang terlihat mulai bertingkah centil itu menyadari bahwa Indra sedang duduk di salah satu sofa di ruangan itu .
" Hai Manda, hai semua .. " Indra menyapa dan memamerkan senyum manisnya. Aku bahagia melihat senyum itu, tapi tidak bahagia jika tahu untuk siapa senyum itu ditujukan. Hmm.
" Kak, kita bolehkan belajar di sini? Mumpung ada waktu belajar kelompok nih kak " Manda, nama cewek centil itu, berusaha menjalin percakapan dengan Indra.
" Iya boleh kok. Asal bener-bener belajar ya jangan yang lain " Indra menggoda dengan tatapan usilnya. Jujur, sepertinya Indra punya naluri Kakak yang amat baik bahkan kepada gadis-gadis yang bukan adik kandungnya itu. Teman-teman Arin riuh tertawa, saling menuduh satu sama lain siapa yang akan mengubah waktu belajar ini jadi waktu nya gosip remaja. Indra hanya tertawa. Renyah sekali.
" Kakak ke kamar dulu, ya. Ada tugas. Kalian kalo mau belajar di sini boleh, di taman belakang juga gak apa-apa. Arin, buatin minum buat temen mu ya, Kakak tinggal dulu. Bye semua .. " Indra melenggang ke kamar nya.
Selanjutnya semua berjalan dengan sangat membosankan. Delapan gadis itu berkumpul tepat di bawahku. Mereka menghidupkan aku. Huh, tugas yang membosankan. Aku di paksa menerangi mereka yang sedang belajar .
Berjam-jam aku harus mendengar percakapan yang tak ku mengerti sama-sekali di antara gadis-gadis ini! Cukup kalian tahu saja kalau selama mereka berada di rumah ini, mereka hanya bercerita dan tertawa. Mungkin itu mengasyikkan bagi mereka, tapi tidak bagiku. Belum lagi kudengar mereka memasukkan Indra dalam rumpi mereka. Ku rasa bagian ini tak perlu ku rincikan. Iya, kalian akan larut dalam kekesalan ku saja jika aku menceritakan nya.
Pukul 18.00 mereka semua pulang. Ku lihat Indra mengantar mereka ke depan pintu dengan penuh candaan dan senyum tentunya. Hm, kapan aku bisa melihat senyum itu lebih dekat, bukan hanya dari atas. Selepas mereka pulang, Arin dan Indra bahu-membahu membersihkan ruangan. Setelah ruangan bersih, Indra mengajak Arin memasak di dapur sambil menunggu Andri pulang.
Tik. Lampu ruang tengah pun dimatikan. Aku selesai bertugas . Aku menyatu dengan kegelapan lagi. Ingin sekali rasanya aku menjadi lampu dapur saat ini juga. Aku ingin melihat Indra memasak untuk adik tercintanya itu. Tapi, sudahlah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinar Lampu
Short StorySemua ini kemalanganku. Kemalangan ku yang hanya bisa melihat tanpa bisa menyentuh mereka semua. Di tengah keramaian ini aku hanya partikel kecil yang terlupakan. Ah... sudahlah. Untuk apa pula mereka mengetahui keberadaan ku. Toh, jika semua energ...