Sabtu sore. Malam minggu akan segera datang. Malam yang panjang kata anak muda. Aku tidak mengerti, bagiku setiap malam sama saja. Sore ini Arin, Andri dan Indra bahu membahu memasak dan membersihkan rumah. Ada apa ini? Apa ada tamu yang akan datang? Tapi siapa?
Arin terlihat merapikan ruang depan. Indra seperti biasa, memasak. Andri membersihkan halaman nampaknya.
" Rin, kalo udah rapi di depan ke dapur ya, bantuin kakak..." Indra sedikit berteriak dari dapur
" Iya kak, ini bentar selesai kok.. " Arin menyaut dari ruang tengah. Hei, ada apa ini? Beri tahu aku sesuatu.
Tak lama kemudian ku lihat Indra keluar dari dapur dan segera berganti pakaian. Seperti akan pergi ke suatu tempat.
" Rin, Ndri, kakak jemput tamu kita dulu ya. Kalian buruan mandi dan siap-siap." Indra berpamitan. Tamu? Tamu agung kah yang akan datang ke rumah ini sampai-sampai mereka mempersiapkan semuanya? Aku sungguh penasaran. Motor Indra melaju meninggalkan halaman depan.
45 menit kemudian motor Indra mendekati halaman rumah.
" Kak, itu pasti kak Indra deh. Yuk kita bukain pintu! " Arin terlihat bersemangat berjalan menuju pintu. Andri mengikuti. Aku makin penasaran lagi.
Pintu dibukakan. Indra berdiri di depan pintu, namun di sebelahnya ada seorang perempuan. Kulitnya putih. Matanya yang bulat dan senyumnya itu membuat siapa pun akan sepakat mengatakan dia perempuan yang manis. Rambutnya yang panjang sebahu digerai begitu saja. Pakaian yang dipakainya juga semakin menambah pujian akan kecantikan nya malam ini.
Siapa dia? Setelah aku berada beberapa bulan di rumah ini, tak pernah ada perempuan yang datang kecuali teman-teman Arin yang centil itu. Perempuan itu tak mungkin teman Arin. Dia bukan ABG centil lagi. Aku yakin.
" Hai, kak. Yuk masuk .. " Arin menyambut tamu itu. Perempuan itu hanya tersenyum dan mengikuti langkah Arin memasuki ruang tengah.
" Nah, Arin, Andri, kenalin ini kak Nanda . Nanda, kenalin ini Andri dan Arin, adik-adikku " Kemudian Andri dan Arin berjabat tangan dengan tamu yang ternyata bernama Nanda itu.
" Adik perempuan kamu cantik banget, Ndra " Nanda memuji Arin. Huh. Arin hanya tersipu malu.
" Ah, udah kak jangan pake dipuji. Nanti kesenengan dia. Eh iya, mending sekarang kita makan aja yuk, kak. Kita udah masak loh buat kakak" kata Andri
" Kalian yang masak? Indra, aku kan udah bilang jangan sampe ngerepotin adik-adik kamu "
" Udah nggak apa-apa kok Kak, paling nanti kalo kita ke rumah kakak, gantian kakak yang masakin buat kita" Arin membela. Mereka semua tertawa dan menuju meja makan di dapur.
Dari tempat ku ini bisa ku dengar dengan jelas apa yang mereka semua bicarakan. Tentang sekolah Arin, tentang kuliah Andri, cerita lucu yang dilontarkan Indra, dan Nanda yang berhasil membuat perbincangan itu makin menyenangkan. Ku dengar juga usai makan Nanda membantu Arin membereskan dapur sambil asyik bercerita khas perempuan. Cepat akrab sekali mereka. Aku hanya terdiam. Hanya memendam perasaan aneh ini. Aku cemburu. Tapi aku juga tahu diri. Aku memilih diam.
Pukul 20.00. Indra mengantar tamu itu pulang setelah berpamitan dengan kedua adik Indra itu.
" Pacar kak Indra cantik ya kak, baik lagi. Semoga mereka langgeng deh. Kan asik punya kakak ipar yang begitu. Tuh kak Andri, kalo cari cewek yang gitu juga dong " Arin berkata. Andri hanya tersenyum meladeni perkataan usil adiknya.
Tunggu! Pacar Indra? Jadi perempuan tadi...................?
Aku menangis. Sumpah, aku tak ingin melihat perempuan itu lagi. Aku, sakit hati. Tuhan bisakah kau buat aku rusak saat ini juga? Agar aku di buang! Aku tak disini!
Aku tak tahan melihat orang yang aku cintai bersama orang lain tepat di hadapanku sendiri. Apa kau tahan? Apa kau bisa? Sabar? Tidak bisa!
Tapi apalah daya, aku ini lampu. Harusnya aku sadar . Harusnya aku tak boleh mencintai Indra. Karena kasih ini tak mungkin sampai.
Untuk pertama kalinya aku ingin menghilang dari sini. Tinggalkan aku sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinar Lampu
Storie breviSemua ini kemalanganku. Kemalangan ku yang hanya bisa melihat tanpa bisa menyentuh mereka semua. Di tengah keramaian ini aku hanya partikel kecil yang terlupakan. Ah... sudahlah. Untuk apa pula mereka mengetahui keberadaan ku. Toh, jika semua energ...