Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sakura melihat kembali kertas surat yang baru saja ia tulis. Dengan tangan bergetar ia meremas kertas tersebut, menggulungnya, kemudian melemparkannya ke sudut ruangan di mana tempat sampah berada.
Di sudut itu sudah banyak kertas-kertas lain yang rupanya adalah surat-surat gagal yang telah dibuat Sakura sebelumnya.
Perlahan air mata muncul di pelupuk mata Sakura, tanpa bisa menahannya ia menenggelamkan kepalanya ke dalam lipatan tangannya di atas meja. Terdengar suara isakan tangis memilukan yang berasal dari si gadis musim semi.
Berapa banyak pun surat yang ia tulis, Sakura tahu surat-surat tersebut tidak akan pernah sampai pada si penerima. Semuanya sia-sia, ia juga tidak tahu mengapa ia sampai melakukan hal yang percuma.
Bohong. Semuanya bohong. Ia tidak baik-baik saja. Sakura sama sekali tidak baik-baik saja. Mengapa Tuhan sangat kejam padanya? Tak cukupkah setelah kehilangan cinta dari Sasuke, haruskah ia menerima kenyataan kalau dirinya tidak akan bisa menemui laki-laki itu lagi?
Padahal ia sudah berjanji akan menunggu Sasuke sampai ia kembali, tak peduli laki-laki itu masih mengingatnya atau tidak sama sekali. Yang penting ia masih berkesempatan melihat wajah yang membuatnya merasa nyaman, dan berada di tangan orang yang tepat.
Lalu, sekarang apa? Sasuke tidak akan kembali lagi. Kecelakaan pesawat yang ditumpanginya menyebabkan raga Sasuke menghilang tanpa jejak. Gadis itu masih memiliki harapan besar andai Sasuke masih bisa ditemukan dan kembali ke pelukannya.
Namun, sudah satu tahun berlalu dan keberadaan Sasuke masih abu-abu. Apakah ini saatnya untuk Sakura berhenti menghitung hari-hari yang terlewati? Haruskah Sakura menerima kenyataan kalau laki-laki yang dicintainya sudah benar-benar tiada.