Bagian Satu

8 1 0
                                    


5 Tahun yang lalu

Hari kelulusan SMA

Di aula sekolah, semua siswa-siswi berkumpul lengkap dengan pakaian terbaik, serta riasan yang cantik. Di antara kerumunan manusia, Nayanika atau kerap dipanggil Naya tengah duduk bersama orang tua, dan kedua kakak kembarnya.

Naya memakai kebaya merah muda selutut dipadu dengan rok batik jarik. Wajahnya yang manis, serta netra gemilang yang indah, Naya sederhana cukup menarik perhatian semua yang memandang.

Acara demi acara berjalan dengan lancar. Sampai pada acara pengumuman kelulusan siswa-siswi terbaik, dan Nayanika termasuk di dalam kategori.

"Juara umum terbaik satu diraih oleh...Nayanika!" Riuh tepuk tangan mengiri langkah Naya menuju panggung, berdiri bersama juara umum terbaik dua dan tiga.

Naya tersenyum, menatap orang tuanya yang menatapnya penuh haru. Lalu, netra Naya menangkap sosok lain yang baru saja datang, bergabung bersama keluarganya. Naya mengalihkan pandangan saat matanya bersiborok dengan pemilik netra hitam sekelam malam. Berpura-pura tidak melihat.

"Selamat ya, Adek Abang yang paling bontot!" Seru Rendra, kakak pertama Naya. Kemudian, memeluk Naya erat.

"Makasih ya, Bang."

"Eh, eh, gantian dong meluknya!" Protes Dinda, kakak kedua Naya--merupakan kembaran Rendra.

Naya mengangsur pelukan, menatap kakak keduanya, "hehe, sini-sini..." Lalu keduanya berpelukan seperti teletabis.

"Dek, nggak mau meluk Abang juga?" Pertanyaan itu sontak membuat Naya sadar, masih ada satu sosok yang belum diperkenalkan.

"Apasih, Bang Dani. nggak boleh! Bukan muhrim!" Galak Naya, menatap Dani tajam.

Satu keluarga itu tergelak, sedang Dani menggaruk kepala yang tentu tidak gatal.

.
.

"Cantiknya calon istri." Ungkap Dani tanpa kepura-puraan. Jelas sekali, raut wajah memuja juga bangga.

Keduanya diperjalanan pulang, hanya berdua. Sebenernya Naya menolak satu mobil dengan Dani tapi, orangtuanya mengatakan akan mampir ke rumah seorang teman. Sedang, kedua kakaknya tentu tidak akan membiarkan kesempatan seperti ini hilang. Katakanlah, keduanya menjadi mak dan pak comlang.

"Apasih, Bang!" Naya mendelik tajam.

"Hehe, oh iya...selamat lulus ya, Dek. Abang bangga banget mempunyai Kamu." Dani tulus, tentu Naya bisa melihat itu dengan jelas melalui matanya. Sejenak, Naya menjadi gugup lengkap pipi merona.

"I-iya, makasih, Bang," Debar di dada Naya semakin menggila, sama gilanya dengan Dani yang kini tengah senyum-senyum memandang Naya.

Naya meremas ujung baju kebaya miliknya, sesekali menunduk lantaran gugup. Hari ini, Dani terlihat berbeda di mata Naya. Jika biasanya Dani selalu berpakaian alakadarnya, maka sekarang lelaki itu menggunakan kemeja formal dan rambut tertata rapi.

"Makin cantik kalau malu-malu,"

Naya sangat yakin, ini pertama kalinya dia merasa berdebar ketika didekat Dani. Tidak terhitung seberapa banyak waktu Naya terganggu karena Dani selama ini, namun, hanya hari ini Naya merasa sangat aneh pada hatinya. Semakin menggila tatkala Dani tanpa ragu memegang tangan Naya dan mengusapnya lembut.

"Hari ini, Abang diterima kerja di perusahaan bagus. Jadi, masa depan Adek nggak akan sengsara kalau nikah sama, Abang."

Naya tertegun dengan pernyataan Dani. Ada sebuah harapan besar terpatri dikedua netra hitam sekelam malam, harapan yang ditaruh padanya. Naya mengerjap, menyadari tangan Dani masih memegang tanganya yang kini dingin.

TRUE LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang