Perahu Kertas

100 42 21
                                    

••HAPPY READING •••

Aku adalah cahaya yang meredup, aku kehilangan sinarku, bisakah kalian mengembalikannya padaku?




Aku sedang duduk di bangku tepi danau, angin yang berhembus lembut, sentuhannya membuatku terhanyut menuju memori lama. Memori yang ingin aku kuburkan sedalam dalamnya, namun gagal.

Aku menatap tepian danau, sekelebat sekelebat bayangan dan kenangan yang tertinggal masih ada di sana. Aku menatap lekat bayang-bayang itu, aku tau ini hanya ilusi, tapi ku mohon bertahanlah lebih lama. Aku ingin melihat dirinya lagi.

"Sean, apa yang sedang kau lakukan?"

"Aku sedang membuat perahu kertas, apa kau ingin membantu?"

"Aku akan membantumu, tapi kenapa kau membuat perahu kertas? Ini hanyalah permainan anak-anak, ingat umur Sean."

"Tidak hanya anak-anak yang boleh bermain perahu kertas ini, Cahaya. Cepat tulislah keinginanmu di kertas origami itu sebelum kau membuatnya menjadi sebuah perahu."

"Permintaan, untuk apa?"

"Dasar Dora, banyak tanya sekali sih, lakukan saja apa yang aku suruh."

"Aku Dora kau monyetnya, menyebalkan sekali!"

Aku menatap bayang-bayang masa lalu itu dengan tersenyum miris, dadaku terasa sangat sakit, kenapa aku harus mengingat ini lagi? Kenapa aku harus mengingat kenangan yang menyenangkan namun berakhir menyedihkan seperti ini?

Melihat aku dan dia yang dulu membuatku ingin berteriak sekuat kuatnya, aku merindukan pria perahuku. Aku ingin dia kembali. Aku ingin memeluknya, aku ingin menggenggam tangannya seperti dulu.

Aku melihat lagi sekelebat bayangan di tepian danau itu. Kami terlihat seperti anak-anak di bangku TK yang sedang bermain perahu kertas.

"Cahaya, apa permintaanmu?" tanyanya mulai penasaran dengan permintaan yang ku tulis.

"Tidak boleh tau."

"Oh, ayolah, Ca. Beri tau aku apa permintaanmu."

"Aku akan memberi taunya setelah kau memberi tauku apa permintaanmu."

Dia menatapku lekat. "Kau mau tau permintaanku?" tanyanya yang kubalas dengan anggukan.

"Aku hanya ingin melihat Cahayaku yang selalu terang seperti matahari. Aku ingin melihat senyum Cahayaku yang terus terang tidak pernah hilang. Aku tidak ingin melihat Cahayaku meredupkan sinarnya."

"Aku juga ingin bersama Cahayaku setiap saat."

Aku terdiam mendengar permintaannya, permintaan yang sangat konyol, pikirku.

"Permintaan macam apa itu?"

"Entahlah aku tidak tau, Ca. Tapi permintaan itu yang selalu kutulis saat membuat perahu kertas."

Dia menatapku lekat, muka kami berdua begitu dekat, aku bisa merasakan deru napasnya.

"Aku mencintaimu, Cahaya," lirihnya pelan namun masih bisa untuk ku dengar.

"Cahaya, jika suatu hari nanti aku ...." ucapnya menggantung.

"Kau apa?"

"Sudahlah, lupakan. Aku sudah memberi taumu apa permintaanku, sekarang giliranmu, apa yang kau tulis di perahu kertas itu?"

"Ini rahasia, aku membohongimu aku tidak akan memberi taumu apa permintaanku."

Dia mendengus malas. "Yasudahlah, ayo layarkan perahu perahu ini di danau dan berharaplah permintaanmu itu dikabulkan."

Kami melayarkan perahu perahu kertas itu, aku menatap ke arahnya, yang terlihat serius melihat ke arah perahu. Apa dia serius memohon? Ini hanyalah mainan untuk menghibur anak-anak. Ada apa dengannya? Pikirku.

"Ayo, pulang. Hari sudah mulai gelap." ajaknya, kemudian menggenggam tanganku erat. Seolah takut aku akan terlepas.

Tidakku sangka hari itu, adalah hari terakhir dia menggenggam tanganku, tidakku sangka hari itu, hari terakhir aku melihatnya.

Dia mengalami kecelakaan setelah dia mengantar kupulang. Kecelakaan yang membuatnya kehilangan nyawanya. Kecelakaan itu membuatku kehilangan pria perahuku. Dia menghembuskan nafas terakhirnya.

Aku meneteskan air mata, bayang bayang itu kini terbang, dan menghilang.

Dia memang sudah pergi, namun kenangannya masih ada di sini.

Kepergiannya yang tiba-tiba, meninggalkan luka yang begitu dalam. Luka yang sampai kapanpun tidak bisa aku hilangkan bekasnya.

Cahaya, aku cahaya yang meredup. Sinarku telah hilang. Tolong kembalikan sinarku. Dia menyuruhku untuk tetap bersinar, apa dia tidak berpikir? Kalau dia adalah sinarku. Jika dia pergi bagaimana aku harus mengeluarkan sinar? Dia bodoh!

Aku beranjak, menghampiri tepian danau. Aku mengeluarkan kertas origami dan juga pulpen. Aku menulis permintaan seperti yang ia suruh waktu itu. Setelah menulisnya, aku melipat origami itu menjadi sebuah perahu.

"Apa kau ingin tau, apa permintaan yang ku tulis sekarang?" ucapku berharap dia mendengarkannya.

"Aku berharap, aku ditakdirkan menjadi milikmu lagi di kehidupan lain."

"Aku berharap kau dan aku di pertemukan lagi di kehidupan selanjutnya."

"Aku mencintaimu juga, pria perahu."
________________

End Of Their StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang