Bulan dan Bintang

76 36 30
                                    

Walaupun ceritanya sudah ending, dan kamu sudah tidak ada lagi didalamnya, tapi rasa cintaku masih sama seperti episode pertama



Aku duduk sendirian di kursi paling pojok perpustakaan, mataku menatap lekat sebuah buku, tapi pikiranku sedang berkelana ke masa lalu.

Memori tentang dirinya berputar-putar dalam benakku. Memori yang paling kubenci, memori yang ingin kukubur hingga dasar terdalam. "Lo tau? Lo adalah sumber kebohongan terbesar gue. Gue terus berbohong pada diri gue sendiri kalau gue udah berhasil ngelupain lo."

Sekelebat bayang-bayang dirinya muncul dihadapanku, aku menatap lekat bayang itu. Bayangan yang selalu menghantuiku ketika berada di tempat ini. Setiap sudut dan sisinya memiliki banyak kenangan, tiap-tiap rak buku memiliki ceritanya sendiri.

Ini adalah episode pertamanya, awal diriku bertemu dengan dirinya. Start yang aku pikir berakhir dengan finish paling manis, tapi malah berakhir dengan Miris.

"Permisi." Aku menoleh saat mendengar suara yang mengangguku membaca buku. "Buku tentang keanekaragaman hayati ada di mana, ya?" tanya orang itu.

"Oh, lo dari sini tinggal lurus terus belok kiri. Di situ ada buku-buku biologi yang lo cari."

"Boleh ambilin gak? Gue gak tau," ucapnya cengengesan.

"Lo gak liat gue gue lagi baca buku?" bentakku yang langsung dapat peringatan dari penjaga perpustakaan.

Dia tertawa, "Anggap aja gue gak liat lo lagi baca, ayo cepet ambilin buku gue," ucapnya menarik tanganku.

Aku melepaskan tanganku dari genggamannya. "Sok kenal sok deket banget lo." Aku berjalan menuju rak buku biologi, meninggalkan dirinya yang sedang cekikikan tertawa.


Cerita kami terus berlanjut yang awalnya dia hanya bertanya di mana buku keanekaragaman hayati, sampai aku yang sudah terlanjur menaruh hati.

Aku melihat lagi bayangan dirinya, bayangan itu duduk dikursi kosong yang ada di sampingku. Aku menatap lekat wajah itu, wajah yang aku kira bisa kulihat setiap waktu.

"Bulan, kenapa lo sering banget ke perpus?"


"Lo, kenapa jadi sering ke perpus?"

"Malah nanya balik. Lo mau tau kenapa gue sering ke perpus?" tanyanya yang kubalas dengan anggukan.

"Ya, karena ada lo."

"Apa hubungannya sama gue, Bintang?"

"Ya, ada. Gue ke perpus cuma ingin ketemu sama lo, kalo lo ke kantin gue juga bakal ikut ke kantin, kecuali kalau lo ke toilet, kalo pun gue ikut masuk yang ada habis digebukin sama cewek-cewek yang di dalam."

Yang awalnya aku tidak suka dengan kehadiran mahluk SKSD itu namun, berjalannya waktu aku merasa nyaman berada didekat dirinya. Dirinya yang selalu mengundang tawa, dirinya yang membuat seorang Bulan tunduk di bawah pesona Bintang.

"Gue udah jawab pertanyaan lo, sekarang jawab pertanyaan gue kenapa lo suka banget ke perpus?"

"Enggak tau, mungkin di perpus gue bisa sendirian," jawabku asal.

"Gue suka sendirian, tapi gue benci yang namanya kesepian."

Dia mengacak rambutku. "Tenang, Bulan, sekarang udah ada Bintang yang akan selalu nemanin bulan agar dia tidak pernah kesepian."

Hatiku menghangat saat dia mengucapkan kalimat itu. Aku benar-benar jatuh dalam pesona Bintang. Aku yang sudah terlanjur jatuh lupa, bahwa bulan dan bintang tak akan bisa bersama. Aku lupa bahwa bintang tidak akan selalu bersama dengan bulan, aku juga melupakan hal yang sangat penting, bintang akan bersama dengan bintang lainnya, mustahil jika bintang bersama dengan bulan.

Ini adalah episode akhirnya, episode yang harus membuat bulan jatuh sendirian.

Aku mengitari sekolah untuk mencari Bintang, sudah lima hari dia tidak datang ke perpus untuk mengangguku. Kemana perginya laki-laki itu?

Sesampainya di kantin, aku langsung disambut dengan keributan, suara sorakan, siulan, dan tepuk tangan menggema seisi kantin.

Apa yang sedang terjadi?

Aku mendekati kerumunan, aku melihat seorang laki-laki yang sedang berlutut sambil memegang sekantong cilok.

"Gue bukan cowok romantis yang bisa merangkai kata-kata. Kejora, do you want to be my girlfriend?"

"Kalau iya, lo makan cilok ini, kalau gak lo suapin cilok ini ke mulut gue."

Perempuan itu kejora, dia mengambil cilok dan memakannya. Sorakan dan tepuk tangan menggema, aku menahan air mataku agar tidak jatuh di tengah keramaian. Aku ikut bertepuk tangan, bibirku tersenyum, tapi tidak dengan hatiku.

Bintang melihat ke arahku, dia menghampiriku sambil menggenggam tangan kejora.

"Bulan," panggilnya.

"Congrats, kalian," ucapku memberi selamat.

"Makasih, Bulan," ucap Bintang.

"Em, gue ke perpus dulu, ya. Mau baca buku lagi, sekali lagi congrats," ucapku berjalan menjauhi mereka.

"Bye, Lan. Makasih, ya, nanti gue traktir lo makan deh," ucap Bintang yang kubalas dengan acungan jempol.

Bayangan Bintang yang duduk di sampingku perlahan menghilang.

"Bintang, gue kesepian sekarang. Lo ada di mana? Lo bilang bakal selalu nemenin gue, lo bilang bakal selalu ada buat gue," lirihku.

"Gue egois, Tang, gue mau lo balik ke gue lagi, gue Bulan yang mau ambil paksa lo dari bintang lainnya."

Aku pikir bulan bisa menggenggam bintang, tapi aku salah, bulan tidak bisa menggenggamnya apalagi mencoba untuk memilikinya."

Bintang akan bersama bintang, dan bulan akan tetap sendirian, bulan hanya bisa berteman dengan bintang, ya, hanya menjadi teman tidak lebih.

"Lo jahat, Tang. Lo seolah ngasi gue cahaya seterang-terangnya buat dunia gue, terus lo pergi gitu aja dan justru membuat dunia gue lebih gelap."

Aku terisak sendirian di pojok perpus ini, biarlah buku-buku di sini tau bahwa hati seorang Bulan sedang tidak baik-baik saja.

"Bintang, gue bodoh banget. Perasaan gue gak pernah berubah walaupun lo udah benar-benar pergi."

"Gue masih jatuh dalam pesona seorang Bintang, dan gue jatuh sendirian."

"Gue masih belum bisa ngilangin rasa cinta gue sama lo, rasanya masih sama seperti episode pertama."

End Of Their StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang