BAB 8

1 2 0
                                    


".. sampai kapan kau akan mendekam di kamar?"



Sudut pandang: penulis.


"Aku pulang." ucap Arlon saat masuk ke rumahnya yang menjadi satu dengan kafe.
Ia langsung masuk ke dalam rumah melalui pintu tepat di belakang meja kasir, tanpa menatap 'saudara-saudara' perinya sedikitpun. Ia memasang raut wajah tidak menyenangkan.

Samantha dan Nancy yang sedang menjaga kafe saling berpandangan satu sama lain. Samantha menyentak dagu, memberi isyarat bertanya. Nancy menggelengkan kepala sambil mengangkat bahu yang cukup jelas artinya.. "aku pun tidak tahu."

Tiba-tiba Nyonya Harper datang. Ia menghela nafas berat. Nampaknya ia sudah tahu apa yang terjadi. Ia berjalan masuk ke rumah mengikuti Arlon.

"Apa yang terjadi?" tanya Samantha memegang tangan Nyonya Harper sebelum masuk.

"Nanti kujelaskan." jawabnya singkat, lalu langsung masuk ke dalam rumah.

Beberapa menit kemudian, Rybie keluar melalui pintu itu.

"Arlon harus mengulang lagi." ujar Rybie yang spontan membuat Nancy menjatuhkan cangkir di tangannya. Ia sangat terkejut mendengar ucapan Rybie. Begitu pun Samantha. Hal itu memanggil perhatian seluruh pelanggan kafe.

Mereka segera membereskan pecahan cangkir yang tercecer di lantai. Tidak lama kemudian kafe ditutup, sebab mereka tidak bisa bekerja dengan pikiran kacau seperti ini. Mereka tahu betapa berat perjuangan yang harus dilakukan Arlon selama ini. Namun siapa sangka? Ia gagal hanya beberapa hari sebelum cawan itu penuh.


. . .


Hari sudah berganti. Samantha mengintip Arlon yang terus tertidur sepanjang hari. Dia tidak mau bicara, tidak mau makan, tidak mau melakukan apapun. Arlon mengurung diri di dalam kamar. Nyonya Harper berdiri di belakang Samantha, lalu mengelus bahunya.

"Sudah hampir tengah malam, tapi tidak ada guardian yang mendatanginya." kata Samantha pelan.

Nyonya Harper diam sejenak, lalu mengajaknya keluar.

"Sebenarnya aku curiga." kata Nyonya Harper sambil menyentuh ringan dagunya.

Samantha mengernyitkan dahi. "Tentang apa?"

"Aku mulai berpikir kalau gadis yang dilukai Arlon itu bukan manusia." lanjut Nyonya Harper.

"Maksudmu.."

Nyonya Harper menganggukkan kepala.
"Ya. Pengisian cawannya tidak diulang."

"Tapi bagaimana mungkin ada peri yang menjelma? Hanya sepuluh peri hitam yang ada di dunia, enam di antaranya ada di kota ini yang tidak lain adalah kita sendiri. Sedangkan empat peri lainnya tersebar sangat jauh dari sini."

Nyonya Harper tersenyum kecil.
"Yang bukan manusia, tidak hanya peri hitam kan?"



. . .



Keesokan paginya, Samantha membangunkan Arlon.

"Apa maumu?" tanya Arlon ketus.

Samantha menghela nafas.
"Aku tahu kau mengalami hari yang berat akhir-akhir ini. Tapi sampai kapan kau akan mendekam di kamar?"

Arlon menatap Samantha.
"Memangnya aku harus apa?"

"Kau tahu mengapa sampai sekarang guardian belum mendatangimu?"

"Mungkin mereka sudah bosan memperingatkanku. Atau kesempatanku untuk kembali sudah habis. Jadi mulai sekarang.. aku harus menerima kenyataan, bahwa aku akan tinggal di dunia ini selamanya dan tidak akan pernah kembali ke Fairyland lagi!!" kata Arlon penuh emosi.
Beberapa saat kemudian, ia mendelikkan mata seperti menyadari suatu hal.

"Oh. Benar juga!"

Samantha mengernyitkan dahi. Perasaannya tidak enak.

"Bagaimanapun juga, aku tak akan kembali ke Fairlyland lagi bukan? Lantas untuk apa aku masih menuruti semua peraturan ini?! Sekarang aku bebas melakukan sihir apa saja!"

Arlon beranjak dari kasur dan langsung keluar.

"Arlon!" Samantha mengejarnya keluar.

Melihat Arlon keluar, Nancy, Miguel, dan Rybie merasa heran.

Sejak kapan anak ini kembali bersemangat? Pikir mereka.

Kemudian keluarlah Samantha, menyusul Arlon dengan tergesa-gesa. Tiga peri yang tak tahu apa-apa itu jadi semakin bingung.

"Apakah Samantha mengajak Arlon main kejar-kejaran?" tanya Rybie dengan raut wajah tanpa dosa. Miguel yang berdiri tepat di sampingnya langsung meneplak kepala Rybie.

"Aduh!" rintih Rybie sampil memegangi kepalanya.



. . .



Arlon berjalan di atas loteng sebuah bangunan, lalu berhenti sambil melihat-lihat seisi kota.

"Siapa yang butuh hiburan?" ucapnya pada diri sendiri.

"Ah! Lihat! Seorang bocah yang sedang makan es krim. Aku akan membantumu!"

Arlon mengarahkan tangannya pada bocah itu, lalu menjentikkan jarinya.
"Ctikk!"

"BOOOSHH!"

Sihir yang dibuat Arlon lenyap. Ia menoleh ke kanan.

"Jangan menggangguku!!" teriak Arlon, lalu mengulang sihir yang sama.

"Hentikan itu!" teriak Samantha sambil melontarkan mantra yang membatalkan sihir Arlon.

"Ctik!"
"Boosshh"
"Ctikk!"
"Booosshh"
"CTIK!"
"BOOOOSSSHH!!"

"JBRUK!"

Samantha menjatuhkan Arlon ke lantai loteng, lalu menindihi badannya agar tidak bisa bergerak.


"TENANGLAH! DENGARKAN AKU SEBENTAR!!"



Arlon menatap lekat Samantha. Wajahnya memerah panas dan matanya berair.


"Apa kau gila?! Kau hanya perlu beberapa hari lagi sampai cawan itu penuh!" Samantha yang biasanya sabar dan lembut ikut terbawa emosi.

"Beberapa hari apanya! Aku tidak sengaja menggunakan kekuatanku, bahkan seorang gadis sampai masuk rumah sakit gara-gara itu!"

"Gadis itu bukan manusia!!"


Arlon tidak mengerti dengan ucapan Samantha.

"Apa kau bilang?" Samantha melepas kunciannya dari badan Arlon.

"Jika guardian tidak mendatangimu, itu berarti pengisian cawannya masih terus berlanjut!" jelas Samantha.

"APA?!" Arlon benar-benar bingung saat ini.

What's Behind the HoodieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang