Bab 2

567 48 2
                                    

 "Sumpah si Deya, bundaaaaa"

Dey atau perempuan yang kini sedang menggendong seorang gadis kecil di pelukannya itu reflek memejamkan matanya ketika tau kakak tertuanya sedang ada di ruang tamu memergoki dirinya pulang larut malam. Membawa mangsa pula.

 "Ish, kak. Berisik tau"
 "Lo gila sumpah. Yang ke berapa kali sih bunuh anak orang?!"

Sang kakak adalah Azizi Asadel yang sedang menunggu sinyal dari vampir lain di depan rumah sangat marah melihat perilaku adiknya yang tidak pernah berubah itu.

 "Coba cium darahnya, enak tau"

 "Menurutmu bunda bakal maafin kamu?"

 "Ya elah kak, kerjasama dikit kek. Dah bosen gua, ambil aja nih sisanya", ia meletakkan tubuh gadis yang matanya terpejam tersebut ke sofa dengan perlahan.

 "Lo harus di hukum sih, Dey"

Tak berangsur lama, bunda Anin mendatangi mereka berdua yang tengah beradu mulut. Melihat kedatangan Anin yang sudah melipatkan tangannya di hadapan Dey, membuat gadis berpakaian jaket kulit itu menelan ludah ketakutan.

 "Bunda--"

 "Ett, no no. Bunda gamau dengar alasan apapun"

 "Bunda, kak Zee terlalu berisik. Aku cuma mau nganterin perempuan ini ke tempat asalnya lagi, janji"

Anin terkekeh melihat anak keduanya yang memohon-mohon untuk tidak menghukumnya lagi. Segera ia berjalan dan menyentuh bekas gigitan di leher mangsa dari Dey tersebut. Ia berkata, "Dia masih belasan tahun. Harusnya kamu ngga bohongi dia, Dey"

Marsha terlihat sangat lemah karena perbuatan Dey yang telah membuatnya hampir setengah mati kehabisan darah. Anin merasa sepertinya ia harus menghukum anaknya dengan cara berbeda.

 "Besok kamu sekolah kan? Dia harus ikut sekolah sama kamu. Mulai hari ini, dia tinggal disini"

Tentu saja Azizi menganga tidak percaya mendengar ucapan dari bundanya itu. Seorang manusia harus tinggal satu atap dengannya, itu suatu hal yang mustahil dapat ia percaya. Dey kebingungan harus bicara apa. Sebelumnya, ia berpikir akan membunuh gadis itu.

 "Yang bener aja, bun! Dia manusia! Ngapain tinggal sama kita coba"
 "Justru karena dia manusia. Kita kasih kesempatan dia hidup dan mulai sekarang dia umpan kita untuk keluarga Tan"

Anin mengusap pucuk kepala Marsha dengan lembut. Senyumnya yang mencurigakan membuat anak-anaknya hanya bisa saling pandang keheranan.

Keesokan harinya..

 "Azizi Asadel, lu taro mana kunci motor guaaaa?!"

Hari telah pagi, namun keributan di keluarga ini tidak sekalipun berhenti setiap harinya. Kali ini, Dey yang sudah bersiap ke sekolah malah harus pusing-pusing memutari seisi rumah mencari kunci motornya yang tidak ada pada tempat biasanya.

 "Bisa gak sih gak perlu teriak-teriak nyarinya"

 "Lo bikin gua darah tinggi pagi-pagi, kak"

 "Nih. Gua pinjem semalem karena mau pamer ke cewe cakep di kelas gua"

 "Gaada kerjaan. Pamerin barang orang"

 "Yee, kata bunda itu juga bukan motor lo"

Ketika di ruang tamu sangat berisik dan ribut, dua perempuan cantik turun dari tangga lantai dua sudah berseragam sekolah sangat rapi. Azizi tertegun melihatnya.

 "Dek, lo jelek banget kalo sampingan sama Marsha"
 "Kak, mau aku pukul kah?", Fiony datang sambil menggandeng Marsha yang datang dengan muka masam melirik ke arah Dey penuh. Tentu ia tak akan melupakan gadis tersebut.

Adik mereka yang paling kecil, Fiony. Satu-satunya yang paling kalem diantara saudara-saudaranya. Makanya ia lebih cocok sekamar dengan Marsha sesuai isyarat sang bunda. Bayangkan, jika bersama Dey dan Azizi tidak ada kemungkinan hidup untuk Marsha.

 "Halo, gadis dewasa. Seragamnya cocok di kamu"

Namun, ungkapan itu sama sekali tak diindahkan oleh Marsha. Perempuan kecil itu justru membuang muka ke arah lain. Menghiraukan perkataan Dey.

 "Idih, aku di kacangin. Gak boleh dendam tau sama aku. Hari-hari selanjutnya juga kamu bakalan ketemu aku terus"
 "Berisik! Kamu cuma tubuh ga punya hati yang haus darah"

Ketus Marsha kepada Dey yang hanya tersenyum sambil berkacak pinggang kepadanya. Sekarang, Marsha benar-benar membenci Dey dan keluarganya karena telah tega membohongi dan memperalatnya. Bahkan, Fiony dan Azizi sama sekali tidak mempedulikan mereka berdua.

 "Udah marah-marahnya? Sekarang, ayo sekolah. Berangkat sama aku, karena kamu belum punya ijin di sekolah tanpa aku"

Gadis berambut panjang yang masih kesal tersebut hanya terdiam sambil menoleh sedikit ke arah Fiony di sebelahnya. Fiony tersenyum manis membalas tatapannya.

 "Aku sungguh muak dengan keluarga ini"

Tetapi, akhirnya ia hanya bisa diam dan pasrah mengikuti Dey yang berjalan keluar menuju garasi untuk mengeluarkan motornya. Marsha menyadari bahwa rumah ini sungguh jauh dari pemukiman dan manusia. Ia hanya terus-terusan melihat pohon dan dedaunan yang menjulang tinggi.

Bersambung...

Apa kabar pipelllllll
Long time no c ya gyssss~

Honey, Honey SweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang