Bab 5

536 36 4
                                    

Malam itu, awan gelap menutupi cahaya rembulan yang berpendar samar-samar menunjukan kilatan petir tak bersua dan mulai gemericik air turun dari langit. Kedua mata Shani seolah tak berkedip melihat wanita berambut pendek di depannya sedang tersenyum manis sambil menyilangkan tangannya. Dia ingat betul siapa perempuan ini. Ya, pelanggan iseng yang sempat membuatnya keheranan minggu lalu.

 "Jadi, kamu.. penguntit?"

 "Ga sopan tau"

 "Terus ngapain ngikutin aku?"

 "Hmm? Apa ya, baumu manis sih"

Shani memicingkan matanya kebingungan dan tidak mengerti apa yang di katakan orang itu. Dia adalah Gracia. Secara dari penampilannya, wanita ini cantik dan elegan. Meski jaket kulit yang dipakainya terlihat tidak cocok.

 "Oke, sekarang maumu apa", Shani melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 2 malam dimana dia tidak akan merasa terancam karena hanya ada seorang perempuan sok cool yang kepo dengannya. Entahlah, apa semua penjahat selalu pria ya? Bisa jadi gadis ini pula. Namun, Shani tak minat untuk memikirkan hal itu.

 "Aku ingin bertanya soal pertemuan kita sebelumnya. Apa kamu lihat kedua mataku bercahaya?"

Tanya Gracia dengan muka serius.

 "Tidak. Ada apa? Kamu minus?"
 "Bahkan minus tak ada hubungannya dengan bercahaya"
 "Aku ga lihat beneran"

Gracia menghela nafasnya, terlihat ia sedikit kesal namun hanya bisa memalingkan wajahnya dari Shani. Shani melihat cincin dengan permata berwarna biru di jari manis Gracia. Dia tersenyum karena berpikir wanita itu sudah menikah dan cincinnya sangat cantik.

 "Hei, kamu beli dimana itu?"

 "Hah? Cincin?", Gracia melihat cincinnya dan tertawa mendengar pertanyaan Shani. Ya, tidak seorang pun tau siapa yang menjualnya. Ia mendapatkannya dari almarhumah mama kandungnya.

 "Iya. Kayaknya kamu gadis beruntung yang dinikahi dengan cincin secantik itu"

Perkataan itu membuat Gracia sangat kaget karena di pikiran Shani, ia telah menikah. Mungkin karena posisi penggunaan cincinnya ada di jari manis. Padahal cincin itu adalah jimat keramat, ya bisa di bilang seperti itu. Diisi dengan jiwa-jiwa manusia yang diperuntukkan kedua orang tua kandungnya karena balas dendam. Cincin itu adalah barang terakhir dari sang mama sebelum wanita tua malang itu di bakar hidup-hidup.

 "Maaf-maaf aja ya, aku tak tertarik pria. Aku juga tak akan menikah"

 "Maksudmu? Kamu suka perempuan?"

 "Astaga, nona. Aku belum menikah. Ini tuh peninggalan keluargaku!"

 "Oh.. maaf. Habisnya kamu kayak janda"

 "MAAF?!"

 "Becanda! Aku becanda. Jangan serius begitu"

Gracia melihat tawa renyah dari perempuan bermata coklat didepannya itu. Betul-betul semanis madu. Ujarnya dalam hati hanya bisa mengikuti tawa kecil itu tanpa menyela satu kata pun demi melihatnya tertawa.

 "Kenapa diam? Kamu tersinggung ya.. maaf aku cuma--"
 "Ya aku tersinggung. Sebagai gantinya, kamu ikut aku malam ini"

Shani terdiam mendengar ucapan itu dan berusaha mencerna pelan-pelan kalimat dari perempuan yang kali ini hanya tersenyum menatapnya seksama.

*****

Hari minggu adalah weekend tersibuk bagi murid sekolahan yang ingin menikmati liburannya dengan refreshing seperti hangout, makan-makan, bermain game, serta hal seru lainnya yang ingin mereka luangkan sebelum masuk sekolah kembali. Namun, sayangnya hal ini tidak terjadi kepada Ara dan Fiony yang sekarang berada di taman kota. Mereka berdua duduk bersampingan saling bergandengan tangan melihat lalu lalang kendaraan yang melaju.

 "Jangan tatap aku"

Ara membuang muka untuk menghindari tatapan dari gadis cantik yang mengenakan mini dress dengan rambutnya yang diikat sehingga memperlihatkan lehernya yang jenjang dan bahu yang lebar.  Gadis itu adalah Fiony. Dia seketika berhenti tersenyum.

 "Ara, akhir-akhir ini dekat sama Chika ya?"

 "Apa urusannya sama kamu?"

 "Aku 'kan pacarmu"

 "Karena tuntutan keluarga. Aku ga pernah anggap kamu siapapun di mataku"

Fiony masih melihat wajah samping Ara dengan raut muka sedih. Perkataannya benar, perjodohan ini tak disetujui oleh Ara. Meskipun Fiony tak mengenal dekat Ara sebelumnya, ia menyukai kepribadiannya sejauh ini. Dan perempuan itu adalah aset penting dari keluarga Tan, karena hal tersebut ia harus mati-matian membuat Ara jatuh cinta dengannya. Awalnya, Fiony juga tidak setuju namun saat melihat gadis ini secara langsung...

 "Ra, perutku sakit"
 "Kenapa? Kesini belum makan emang? Kenapa belum makan? Mo cari makan dulu sebelum balik?"

Fiony langsung jatuh cinta padanya.

 "Ra, kita kan vampir"

 "Oiya. Kamu sih"

 "Aku cuma ngeluh", Fiony menahan tawa untuk tidak membuat percakapan semakin canggung jika ia benar-benar tertawa sekarang. Begitulah sosok Ara. Sebenci-bencinya dia, masih memperhatikan dan mempedulikan Fiony.

 "Oh ya, soal Chika.."
 "Kenapa kepo banget si sama dia? Kamu cemburu?"
 "EH?! Ga.. aku mau nanya, itu masalah dia- anu, Mira"

Perempuan berkalung liontin biru itu mengingat kejadian 2 hari yang lalu di sekolah saat Chika di dorong oleh Mira yang sepengetahuan dia adalah teman sekelasnya. Gadis itu sering kali berperilaku buruk kepada Chika.

 "Mira anak semata wayang keluarga Tanumihardja. Dia pernah menyewa Mrs. Gracia untuk membunuh ayah dari Chika karena perselisihan tahta kekuasaan"

Jelas Ara sembari mengingat kedua tatapan tajam Mira yang selalu menjadi iconic setiap ia mengunjungi kelasnya. Karena kedudukannya yang penting, Ara tidak ingin banyak macam-macam terhadap perempuan itu. Keluarganya bekerja sama dengan komplotan vampir dan juga sebagai penerus satu-satunya, ia di didik sebagaimana penguasa yang harus kuat dan mampu pada perusahaannya. Fiony hanya mengangguk paham.

 "Rasanya aku dan dia bisa berteman"

Fiony memperbaiki anak rambut yang mengganggu penglihatannya. Seketika, Ara menatapnya sambil mengerutkan dahi kebingungan, "Maksudmu, apa?"

 "Bukankah dia anak yang cantik? Aku bisa 'kan main sama dia"

 "Fio, kamu ga punya rencana jelek kan? Kenapa harus Mira?"

Fiony hanya diam memandang kosong jalanan yang tak pernah berhenti ramai mengisi setiap sudutnya. Di pikirannya, ia tau kalau Mira adalah wanita yang akan menaklukan apapun demi sesuatu yang ingin dia dapatkan.

 "Kalau kita menikah, aku mau kita pindah"

Ucap perempuan yang kini menatap Ara dengan menghiraukan pertanyaannya tadi. Ara menarik tangannya yang menggenggam jemari milik Fiony dan menyimpannya dalam saku celana. "Berhenti bikin aku kesel, aku benci perjodohan ini", kata Ara dengan suara yang berat karena saking kesalnya dengan Fiony. Pertemuan mereka 'pun selalu di jadwal seminggu sekali oleh orang tuanya agar memperat hubungan, namun Ara tidak pernah setuju.

 "Aku pulang duluan"

Fiony hampir saja menarik baju Ara, tetapi di urungkannya saat melihat lirikan tajam itu muncul kepadanya. Ara benar-benar kesal padanya. Ia meninggalkan Fiony sendirian di bangku taman kota sedangkan hari yang mulai terik membahayakan suhu badannya.

 "Kamu.. bagaimana bisa membenci aku, Ra"

Meski bahagia bisa di samping perempuan pujaannya, Fiony tau kalau Ara tak akan pernah memberikan hatinya secara cuma-cuma. Persetan dengan paksaan perjodohan yang ada, Fiony benar-benar menyukai Ara.

Bersambung...

Haloooo
Apa kabar semuanya? Sehat selalu yaaa
Jangan ada yang bandel, jaga kesehatan terus di masa pandemi kaya giniii
Terimakasih atas supportnya terhadap cerita ini~

Honey, Honey SweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang